ZAKAT FITRAH DENGAN UANG, BAGAIMANA ?
*Tanya :* Apakah membayar zakat fitrah dengan uang merupakan satu
kebid’ahan dalam agama ?
*Jawab :* Para ulama berbeda pendapat dalam permasalahan ini.
Jumhur ulama mengatakan tidak boleh mengeluarkan zakat fitrah (fithri) berupa uang. Inilah yang dipegang kuat oleh Maalikiyyah, Syaafi’iyyah, Hanabilah, dan Dhahiriyyah. Sedangkan ulama lain,
seperti Al-Hasan Al-Bashriy, ‘Umar bin ‘Abdil-‘Aziiz, Ats-Tsauriy, Abu Haniifah, dan yang lainnya; berpandangan boleh mengeluarkan zakat fitrah (fithri) dengan uang.
🔹Dalil Pokok Madzhab Pertama :
ﺣَﺪَّﺛَﻨَﺎ ﻳَﺤْﻴَﻰ ﺑْﻦُ ﻣُﺤَﻤَّﺪِ ﺑْﻦِ ﺍﻟﺴَّﻜَﻦِ ﺣَﺪَّﺛَﻨَﺎ ﻣُﺤَﻤَّﺪُ ﺑْﻦُ ﺟَﻬْﻀَﻢٍ ﺣَﺪَّﺛَﻨَﺎ ﺇِﺳْﻤَﺎﻋِﻴﻞُ ﺑْﻦُ ﺟَﻌْﻔَﺮٍ ﻋَﻦْ ﻋُﻤَﺮَ ﺑْﻦِ ﻧَﺎﻓِﻊٍ ﻋَﻦْ ﺃَﺑِﻴﻪِ ﻋَﻦْ ﺍﺑْﻦِ ﻋُﻤَﺮَ ﺭَﺿِﻲَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻨْﻬُﻤَﺎ ﻗَﺎﻝَ ﻓَﺮَﺽَ ﺭَﺳُﻮﻝُ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﺯَﻛَﺎﺓَ ﺍﻟْﻔِﻄْﺮِ ﺻَﺎﻋًﺎ ﻣِﻦْ ﺗَﻤْﺮٍ ﺃَﻭْ ﺻَﺎﻋًﺎ ﻣِﻦْ ﺷَﻌِﻴﺮٍ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟْﻌَﺒْﺪِ ﻭَﺍﻟْﺤُﺮِّ ﻭَﺍﻟﺬَّﻛَﺮِ ﻭَﺍﻟْﺄُﻧْﺜَﻰ ﻭَﺍﻟﺼَّﻐِﻴﺮِ ﻭَﺍﻟْﻜَﺒِﻴﺮِ ﻣِﻦْ ﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻤِﻴﻦَ ﻭَﺃَﻣَﺮَ ﺑِﻬَﺎ ﺃَﻥْ ﺗُﺆَﺩَّﻯ ﻗَﺒْﻞَ ﺧُﺮُﻭﺝِ ﺍﻟﻨَّﺎﺱِ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟﺼَّﻠَﺎﺓِ
Telah menceritakan kepada kami Yahyaa bin Muhammad bin As-Sakan: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Jahdlam : Telah
menceritakan kepada kami Ismaa’iil bin Ja’far, dari ‘Umar bin Naafi’,
dari ayahnya, dari Ibnu ‘Umar radliyallaahu ‘anhumaa , ia berkata :
Bahwasannya *Rasulullah mewajibkan zakat fithri di bulan Ramadlan kepada manusia; satu shaa’ tamr (kurma) atau satu shaa’ gandum* atas budak dan orang merdeka, laki-laki dan wanita dari kalangan umat muslimin. Dan beliau pun
memerintahkan agar mengeluarkannya sebelum orang-orang keluar mengerjakan shalat ( ‘Ied )” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 1503].
ﺣَﺪَّﺛَﻨَﺎ ﻋَﺒْﺪُ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺑْﻦُ ﻳُﻮﺳُﻒَ ﺃَﺧْﺒَﺮَﻧَﺎ ﻣَﺎﻟِﻚٌ ﻋَﻦْ ﺯَﻳْﺪِ ﺑْﻦِ ﺃَﺳْﻠَﻢَ ﻋَﻦْ ﻋِﻴَﺎﺽِ ﺑْﻦِ ﻋَﺒْﺪِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺑْﻦِ ﺳَﻌْﺪِ ﺑْﻦِ ﺃَﺑِﻲ ﺳَﺮْﺡٍ ﺍﻟْﻌَﺎﻣِﺮِﻱِّ ﺃَﻧَّﻪُ ﺳَﻤِﻊَ ﺃَﺑَﺎ ﺳَﻌِﻴﺪٍ ﺍﻟْﺨُﺪْﺭِﻱَّ ﺭَﺿِﻲَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻨْﻪُ ﻳَﻘُﻮﻝُ ﻛُﻨَّﺎ ﻧُﺨْﺮِﺝُ ﺯَﻛَﺎﺓَ ﺍﻟْﻔِﻄْﺮِ ﺻَﺎﻋًﺎ ﻣِﻦْ ﻃَﻌَﺎﻡٍ ﺃَﻭْ ﺻَﺎﻋًﺎ ﻣِﻦْ ﺷَﻌِﻴﺮٍ ﺃَﻭْ ﺻَﺎﻋًﺎ ﻣِﻦْ ﺗَﻤْﺮٍ ﺃَﻭْ ﺻَﺎﻋًﺎ ﻣِﻦْ ﺃَﻗِﻂٍ ﺃَﻭْ ﺻَﺎﻋًﺎ ﻣِﻦْ ﺯَﺑِﻴﺐٍ
Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Yuusuf : Telah
mengkhabarkan kepada kami Maalik, dari Zaid bin Aslam, dari ‘Iyadl bin
‘Abdllah bin Sa’d bin Abi Sarh Al-‘Aamiriy, bahwasannya ia mendengar
Abu Sa’iid Al-Khudriy [] berkata : “Dulu kami mengeluarkan zakat fithri (sebanyak) satu shaa’ makanan, atau satu shaa’ gandum, atau satu shaa’ tamr (kurma), atau satu shaa’ keju, atau
satu shaa’ anggur kering (kismis)” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no.
1506].
ﺣَﺪَّﺛَﻨَﺎ ﻣَﺤْﻤُﻮﺩُ ﺑْﻦُ ﺧَﺎﻟِﺪٍ ﺍﻟﺪِّﻣَﺸْﻘِﻲُّ ﻭَﻋَﺒْﺪُ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺑْﻦُ ﻋَﺒْﺪِ ﺍﻟﺮَّﺣْﻤَﻦِ ﺍﻟﺴَّﻤْﺮَﻗَﻨْﺪِﻱُّ ﻗَﺎﻟَﺎ ﺣَﺪَّﺛَﻨَﺎ ﻣَﺮْﻭَﺍﻥُ ﻗَﺎﻝَ
ﻋَﺒْﺪُ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺣَﺪَّﺛَﻨَﺎ ﺃَﺑُﻮ ﻳَﺰِﻳﺪَ ﺍﻟْﺨَﻮْﻟَﺎﻧِﻲُّ ﻭَﻛَﺎﻥَ ﺷَﻴْﺦَ ﺻِﺪْﻕٍ ﻭَﻛَﺎﻥَ ﺍﺑْﻦُ ﻭَﻫْﺐٍ ﻳَﺮْﻭِﻱ ﻋَﻨْﻪُ ﺣَﺪَّﺛَﻨَﺎ ﺳَﻴَّﺎﺭُ
ﺑْﻦُ ﻋَﺒْﺪِ ﺍﻟﺮَّﺣْﻤَﻦِ ﻗَﺎﻝَ ﻣَﺤْﻤُﻮﺩٌ ﺍﻟﺼَّﺪَﻓِﻲُّ ﻋَﻦْ ﻋِﻜْﺮِﻣَﺔَ ﻋَﻦْ ﺍﺑْﻦِ ﻋَﺒَّﺎﺱٍ ﻗَﺎﻝَ ﻓَﺮَﺽَ ﺭَﺳُﻮﻝُ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﺯَﻛَﺎﺓَ ﺍﻟْﻔِﻄْﺮِ ﻃُﻬْﺮَﺓً ﻟِﻠﺼَّﺎﺋِﻢِ ﻣِﻦْ ﺍﻟﻠَّﻐْﻮِ ﻭَﺍﻟﺮَّﻓَﺚِ ﻭَﻃُﻌْﻤَﺔً ﻟِﻠْﻤَﺴَﺎﻛِﻴﻦِ ﻣَﻦْ ﺃَﺩَّﺍﻫَﺎ ﻗَﺒْﻞَ ﺍﻟﺼَّﻠَﺎﺓِ ﻓَﻬِﻲَ ﺯَﻛَﺎﺓٌ ﻣَﻘْﺒُﻮﻟَﺔٌ ﻭَﻣَﻦْ ﺃَﺩَّﺍﻫَﺎ ﺑَﻌْﺪَ ﺍﻟﺼَّﻠَﺎﺓِ ﻓَﻬِﻲَ ﺻَﺪَﻗَﺔٌ ﻣِﻦْ ﺍﻟﺼَّﺪَﻗَﺎﺕِ
Telah menceritakan kepada kami Mahmuud bin Khaalid Ad-Dimasyqiy
[1] dan ‘Abdullah bin ‘Abdirrahmaan As-Samarqandiy [2] , mereka berdua
berkata : Telah menceritakan kepada kami Marwaan [3] - ‘Abdullah
berkata : Telah menceritakan kepada kami Abu Yaziid Al-Khaulaaniy [4] ,
ia seorang syaikh yang jujur, dan Ibnu Wahb meriwayatkan darinya :
Telah menceritakan kepada kami Sayyaar bin ‘Abdirrahmaan [5] - :
Mahmuud berkata : Ash-Shadafiy, dari ‘Ikrimah [6] , dari Ibnu ‘Abbaas, ia
berkata : "Rasulullah [] telah mewajibkan zakat fithri sebagai pembersih bagi orang yang berpuasa dari kesia- siaan dan perkataan yang tidak senonoh, dan sebagai makanan bagi orang-orang miskin” [Diriwayatkan oleh Abu Daawud no. 1506; hasan].
*SISI ISTIDLAL :*
🔹Rasulullah mewajibkan zakat fithri bagi kaum muslimin dengan menyebut
jenisnya. Jenis-jenis yang disebutkan oleh beliau tersebut merupakan jenis-jenis makanan pokok. Semua jenis
makanan pokok bagi satu penduduk negeri dapat diqiyaskan dengan
hal-hal tersebut (misalnya : beras). Suatu kewajiban jika telah ditentukan jenisnya, maka tidak boleh diganti dengan lainnya.
Apalagi dalam riwayat Ibnu ‘Abbaas [] telah disebutkan salah satu tujuan pengeluaran zakat fithri tersebut adalah
sebagai makanan bagi orang-orang miskin. Tidaklah tercapai tujuan
tersebut kecuali dengan penunaian berupa bahan makanan pokok.
🔹Pendalilan lain yang dipakai adalah bahwa di jaman nabi uang (berupa dinar dan dirham) sudah ada, telah tersebar dan dipakai, namun beliau tidak pernah memerintahkan mengeluarkan zakat berupa uang dan tetap menyebutkan beberapa makanan pokok yang tertera dalam hadits di atas.
🔹*ISTIDLAL MADZHAB YANG MEMBOLEHKAN :*
Allah ta’ala berfirman :
ﺧُﺬْ ﻣِﻦْ ﺃَﻣْﻮَﺍﻟِﻬِﻢْ ﺻَﺪَﻗَﺔً ﺗُﻄَﻬِّﺮُﻫُﻢْ ﻭَﺗُﺰَﻛِّﻴﻬِﻢْ ﺑِﻬَﺎ
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka” [QS. At-Taubah : 103].
🔹Ayat ini sebagai dalil bahwa asal dari kewajiban zakat yang diambil
adalah (pada) harta/ maal . Dan asal dari harta adalah apa-apa yang
dimiliki berupa emas dan perak.
🔹Penjelasan Rasulullah [] tentang zakat fithri dengan gandum dan kurma hanyalah untuk sekedar memudahkan
dalam memenuhi kebutuhan, dan bukan membatasi jenisnya.
ﺣَﺪَّﺛَﻨَﺎ ﺃَﺑُﻮ ﺍﻟْﻴَﻤَﺎﻥِ ﺃَﺧْﺒَﺮَﻧَﺎ ﺷُﻌَﻴْﺐٌ ﺣَﺪَّﺛَﻨَﺎ ﺃَﺑُﻮ ﺍﻟﺰِّﻧَﺎﺩِ ﻋَﻦْ ﺍﻟْﺄَﻋْﺮَﺝِ ﻋَﻦْ ﺃَﺑِﻲ ﻫُﺮَﻳْﺮَﺓَ ﺭَﺿِﻲَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻨْﻪُ ﻗَﺎﻝَ ﺃَﻣَﺮَ ﺭَﺳُﻮﻝُ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﺑِﺎﻟﺼَّﺪَﻗَﺔِ ﻓَﻘِﻴﻞَ ﻣَﻨَﻊَ ﺍﺑْﻦُ ﺟَﻤِﻴﻞٍ ﻭَﺧَﺎﻟِﺪُ ﺑْﻦُ ﺍﻟْﻮَﻟِﻴﺪِ ﻭَﻋَﺒَّﺎﺱُ ﺑْﻦُ ﻋَﺒْﺪِ ﺍﻟْﻤُﻄَّﻠِﺐِ ﻓَﻘَﺎﻝَ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲُّ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻣَﺎ ﻳَﻨْﻘِﻢُ ﺍﺑْﻦُ ﺟَﻤِﻴﻞٍ ﺇِﻟَّﺎ ﺃَﻧَّﻪُ ﻛَﺎﻥَ ﻓَﻘِﻴﺮًﺍ ﻓَﺄَﻏْﻨَﺎﻩُ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻭَﺭَﺳُﻮﻟُﻪُ ﻭَﺃَﻣَّﺎ ﺧَﺎﻟِﺪٌ ﻓَﺈِﻧَّﻜُﻢْ ﺗَﻈْﻠِﻤُﻮﻥَ ﺧَﺎﻟِﺪًﺍ ﻗَﺪْ ﺍﺣْﺘَﺒَﺲَ ﺃَﺩْﺭَﺍﻋَﻪُ ﻭَﺃَﻋْﺘُﺪَﻩُ ﻓِﻲ ﺳَﺒِﻴﻞِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻭَﺃَﻣَّﺎ ﺍﻟْﻌَﺒَّﺎﺱُ ﺑْﻦُ ﻋَﺒْﺪِ ﺍﻟْﻤُﻄَّﻠِﺐِ ﻓَﻌَﻢُّ ﺭَﺳُﻮﻝِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻓَﻬِﻲَ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺻَﺪَﻗَﺔٌ ﻭَﻣِﺜْﻠُﻬَﺎ ﻣَﻌَﻬَﺎ
Telah menceritakan kepada kami Abul-Yamaan : Telah mengkhabarkan
kepada kami Syu’aib : Telah menceritakan kepada kami Abuz-Zinaad,
dari Al-A’raj, dari Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu , ia berkata :
Rasulullah [] memerintahkan untuk
menunaikan shadaqah (zakat). Lalu dikatakan kepada beliau bahwa
Ibnu Jamiil, Khaalid bin Al-Waliid, dan 'Abbaas bin 'Abdil-Muthallib
tidak mau mengeluarkan zakat. Maka Nabi [] bersabda : "Mengapa Ibnu Jamiil tidak mau mengeluarkan zakatnya sebab dahulunya dia faqir namun kemudian Allah dan Rasul-Nya menjadikannya kaya? Adapun Khaalid, sungguh kalian telah mendhalimi Khaalid, karena dia telah mewaqafkan baju-baju besi dan
peralatan perangnya untuk berjuang di jalan Allah. Adapun 'Abbaas bin 'Abdul Muthallib dia adalah paman Rasulullah [], namun demikian dia tetap wajib berzakat dan yang semisalnya selain itu" [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 1468].
🔹Sisi pendalilannya adalah bahwa *Nabi [] telah membolehkan bagi Khaalid untuk membuat perhitungan bagi dirinya yang senilai dengan zakat yang diwajibkan kepadanya.*
ﺣَﺪَّﺛَﻨَﺎ ﻣُﺤَﻤَّﺪُ ﺑْﻦُ ﻋَﺒْﺪِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻗَﺎﻝَ ﺣَﺪَّﺛَﻨِﻲ ﺃَﺑِﻲ ﻗَﺎﻝَ ﺣَﺪَّﺛَﻨِﻲ ﺛُﻤَﺎﻣَﺔُ ﺃَﻥَّ ﺃَﻧَﺴًﺎ ﺭَﺿِﻲَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻨْﻪُ ﺣَﺪَّﺛَﻪُ ﺃَﻥَّ ﺃَﺑَﺎ ﺑَﻜْﺮٍ ﺭَﺿِﻲَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻨْﻪُ ﻛَﺘَﺐَ ﻟَﻪُ ﻓَﺮِﻳﻀَﺔَ ﺍﻟﺼَّﺪَﻗَﺔِ ﺍﻟَّﺘِﻲ ﺃَﻣَﺮَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﺭَﺳُﻮﻟَﻪُ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻣَﻦْ ﺑَﻠَﻐَﺖْ ﻋِﻨْﺪَﻩُ ﻣِﻦْ ﺍﻟْﺈِﺑِﻞِ ﺻَﺪَﻗَﺔُ ﺍﻟْﺠَﺬَﻋَﺔِ ﻭَﻟَﻴْﺴَﺖْ ﻋِﻨْﺪَﻩُ ﺟَﺬَﻋَﺔٌ ﻭَﻋِﻨْﺪَﻩُ ﺣِﻘَّﺔٌ ﻓَﺈِﻧَّﻬَﺎ ﺗُﻘْﺒَﻞُ ﻣِﻨْﻪُ ﺍﻟْﺤِﻘَّﺔُ ﻭَﻳَﺠْﻌَﻞُ ﻣَﻌَﻬَﺎ ﺷَﺎﺗَﻴْﻦِ ﺇِﻥْ ﺍﺳْﺘَﻴْﺴَﺮَﺗَﺎ ﻟَﻪُ ﺃَﻭْ ﻋِﺸْﺮِﻳﻦَ ﺩِﺭْﻫَﻤًﺎ ﻭَﻣَﻦْ ﺑَﻠَﻐَﺖْ ﻋِﻨْﺪَﻩُ ﺻَﺪَﻗَﺔُ ﺍﻟْﺤِﻘَّﺔِ ﻭَﻟَﻴْﺴَﺖْ ﻋِﻨْﺪَﻩُ ﺍﻟْﺤِﻘَّﺔُ ﻭَﻋِﻨْﺪَﻩُ ﺍﻟْﺠَﺬَﻋَﺔُ ﻓَﺈِﻧَّﻬَﺎ ﺗُﻘْﺒَﻞُ ﻣِﻨْﻪُ ﺍﻟْﺠَﺬَﻋَﺔُ ﻭَﻳُﻌْﻄِﻴﻪِ ﺍﻟْﻤُﺼَﺪِّﻕُ ﻋِﺸْﺮِﻳﻦَ ﺩِﺭْﻫَﻤًﺎ ﺃَﻭْ ﺷَﺎﺗَﻴْﻦِ
ﻭَﻣَﻦْ ﺑَﻠَﻐَﺖْ ﻋِﻨْﺪَﻩُ ﺻَﺪَﻗَﺔُ ﺍﻟْﺤِﻘَّﺔِ ﻭَﻟَﻴْﺴَﺖْ ﻋِﻨْﺪَﻩُ ﺇِﻟَّﺎ ﺑِﻨْﺖُ ﻟَﺒُﻮﻥٍ ﻓَﺈِﻧَّﻬَﺎ ﺗُﻘْﺒَﻞُ ﻣِﻨْﻪُ ﺑِﻨْﺖُ ﻟَﺒُﻮﻥٍ ﻭَﻳُﻌْﻄِﻲ ﺷَﺎﺗَﻴْﻦِ ﺃَﻭْ ﻋِﺸْﺮِﻳﻦَ ﺩِﺭْﻫَﻤًﺎ ﻭَﻣَﻦْ ﺑَﻠَﻐَﺖْ ﺻَﺪَﻗَﺘُﻪُ ﺑِﻨْﺖَ ﻟَﺒُﻮﻥٍ ﻭَﻋِﻨْﺪَﻩُ ﺣِﻘَّﺔٌ ﻓَﺈِﻧَّﻬَﺎ ﺗُﻘْﺒَﻞُ ﻣِﻨْﻪُ ﺍﻟْﺤِﻘَّﺔُ ﻭَﻳُﻌْﻄِﻴﻪِ ﺍﻟْﻤُﺼَﺪِّﻕُ ﻋِﺸْﺮِﻳﻦَ ﺩِﺭْﻫَﻤًﺎ ﺃَﻭْ ﺷَﺎﺗَﻴْﻦِ ﻭَﻣَﻦْ ﺑَﻠَﻐَﺖْ ﺻَﺪَﻗَﺘُﻪُ ﺑِﻨْﺖَ ﻟَﺒُﻮﻥٍ ﻭَﻟَﻴْﺴَﺖْ ﻋِﻨْﺪَﻩُ ﻭَﻋِﻨْﺪَﻩُ ﺑِﻨْﺖُ ﻣَﺨَﺎﺽٍ ﻓَﺈِﻧَّﻬَﺎ ﺗُﻘْﺒَﻞُ ﻣِﻨْﻪُ ﺑِﻨْﺖُ ﻣَﺨَﺎﺽٍ ﻭَﻳُﻌْﻄِﻲ ﻣَﻌَﻬَﺎ ﻋِﺸْﺮِﻳﻦَ ﺩِﺭْﻫَﻤًﺎ ﺃَﻭْ ﺷَﺎﺗَﻴْﻦِ
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin ‘Abdillah, ia berkata :
Telah menceritakan kepadaku ayahku, ia berkata : Telah menceritakan
kepadaku Tsumaamah : Bahwasannya Anas radliyallaahu ‘anhu telah
menceritakan kepadanya : Bahwa Abu Bakr ¢ pernah menulis surat kepadanya (tentang aturan zakat) sebagaimana apa
yang telah diperintahkan Allah dan Rasul-Nya [] , yaitu : "Barangsiapa yang memiliki onta dan terkena kewajiban
zakat jadza'ah sedangkan dia tidak memiliki jadza'ah dan yang dia
miliki hanya hiqqah ; maka *dibolehkan dia mengeluarkan hiqqah
sebagai zakat,* namun dia harus menyerahkan pula bersamanya dua
ekor kambing atau dua puluh dirham . Dan barangsiapa yang telah
sampai kepadanya kewajiban zakat hiqqah sedangkan dia tidak
memiliki hiqqah namun dia memiliki jadza'ah ; *maka diterima zakat
darinya berupa jadza'ah dan dia menerima (diberi) dua puluh dirham*
atau dua ekor kambing . Dan barangsiapa telah sampai kepadanya
kewajiban zakat hiqqah namun dia tidak memilikinya kecuali bintu labun ; *maka diterima zakat darinya berupa bintu labun* , namun dia wajib menyerahkan bersamanya dua ekor kambing atau dua puluh dirham . Dan barangsiapa telah sampai kepadanya kewajiban zakat bintu labun dan dia hanya memiliki hiqqah ; maka diterima zakat darinya berupa hiqqah dan dia menerima dua puluh dirham atau dua ekor kambing .
Dan barangsiapa yang telah sampai kepadanya kewajiban zakat bintu
labun sedangkan dia tidak memilikinya kecuali bintu makhadl ; maka
diterima zakat darinya berupa bintu makhadl , namun dia wajib
menyerahkan bersamanya dua puluh dirham atau dua ekor kambing " [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 1453].
🔹*Hadits di atas menunjukkan diperbolehkannya membayar zakat yang
diwajibkan dengan sesuatu yang senilai dengannya. Qiyasnya, hal itu
berlaku pula pada kewajiban zakat fithri.*
ﺣَﺪَّﺛَﻨَﺎ ﺃَﺑُﻮ ﺍﻟﻨُّﻌْﻤَﺎﻥِ ﺣَﺪَّﺛَﻨَﺎ ﺣَﻤَّﺎﺩُ ﺑْﻦُ ﺯَﻳْﺪٍ ﺣَﺪَّﺛَﻨَﺎ ﺃَﻳُّﻮﺏُ ﻋَﻦْ ﻧَﺎﻓِﻊٍ ﻋَﻦْ ﺍﺑْﻦِ ﻋُﻤَﺮَ ﺭَﺿِﻲَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻨْﻬُﻤَﺎ ﻗَﺎﻝَ ﻓَﺮَﺽَ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲُّ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﺻَﺪَﻗَﺔَ ﺍﻟْﻔِﻄْﺮِ ﺃَﻭْ ﻗَﺎﻝَ ﺭَﻣَﻀَﺎﻥَ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟﺬَّﻛَﺮِ ﻭَﺍﻟْﺄُﻧْﺜَﻰ ﻭَﺍﻟْﺤُﺮِّ ﻭَﺍﻟْﻤَﻤْﻠُﻮﻙِ ﺻَﺎﻋًﺎ ﻣِﻦْ ﺗَﻤْﺮٍ ﺃَﻭْ ﺻَﺎﻋًﺎ ﻣِﻦْ ﺷَﻌِﻴﺮٍ ﻓَﻌَﺪَﻝَ ﺍﻟﻨَّﺎﺱُ ﺑِﻪِ ﻧِﺼْﻒَ ﺻَﺎﻉٍ ﻣِﻦْ ﺑُﺮٍّ
Telah menceritakan kepada kami Abun-Nu’maan : Telah menceritakan
kepada kami Ayyuub, dari Naafi’, dari Ibnu ‘Umar ¢, ia berkata : “Nabi [] mewajibkan zakat fithri, atau zakat Ramadlaan bagi setiap laki-laki maupun wanita, orang merdeka maupun budak; berupa satu shaa' kurma atau satu
shaa' gandum". Kemudian orang-orang menyamakannya dengan setengah shaa' burr [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 1511].
ﺣَﺪَّﺛَﻨَﺎ ﻣُﺴَﺪَّﺩٌ ﻭَﺳُﻠَﻴْﻤَﺎﻥُ ﺑْﻦُ ﺩَﺍﻭُﺩَ ﺍﻟْﻌَﺘَﻜِﻲُّ ﻗَﺎﻟَﺎ ﺣَﺪَّﺛَﻨَﺎ ﺣَﻤَّﺎﺩٌ ﻋَﻦْ ﺃَﻳُّﻮﺏَ ﻋَﻦْ ﻧَﺎﻓِﻊٍ ﻗَﺎﻝَ ﻗَﺎﻝَ ﻋَﺒْﺪُ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻓَﻌَﺪَﻝَ ﺍﻟﻨَّﺎﺱُ ﺑَﻌْﺪُ ﻧِﺼْﻒَ ﺻَﺎﻉٍ ﻣِﻦْ ﺑُﺮٍّ ﻗَﺎﻝَ ﻭَﻛَﺎﻥَ ﻋَﺒْﺪُ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻳُﻌْﻄِﻲ ﺍﻟﺘَّﻤْﺮَ ﻓَﺄُﻋْﻮِﺯَ ﺃَﻫْﻞُ ﺍﻟْﻤَﺪِﻳﻨَﺔِ ﺍﻟﺘَّﻤْﺮَ ﻋَﺎﻣًﺎ ﻓَﺄَﻋْﻄَﻰ ﺍﻟﺸَّﻌِﻴﺮَ
Telah menceritakan kepada kami Musaddad [7] dan Sulaimaan bin
Daawud Al-‘Atakiy [8] , mereka berdua berkata : Telah menceritakan
kepada kami Hammaad [9] , dari Ayyuub [10] , dari Naafi’ [11] , ia berkata :
Telah berkata ‘Abdullah (bin ‘Umar) : “Orang-orang menyamakan
setelah itu dengan setengah shaa’ burr ”. Naafi’ berkata : “’Abdullah
memberikan kurma. Lalu penduduk Madinah pun kesulitan untuk
mendapatkan kurma, lalu ia (‘Abdullah) memberikan gandum” [Diriwayatkan oleh Abu Daawud no. 1615; shahih].
ﺣَﺪَّﺛَﻨَﺎ ﻗُﺘَﻴْﺒَﺔُ ﺑْﻦُ ﺳَﻌِﻴﺪٍ ﺣَﺪَّﺛَﻨَﺎ ﻟَﻴْﺚٌ ﺡ ﻭ ﺣَﺪَّﺛَﻨَﺎ ﻣُﺤَﻤَّﺪُ ﺑْﻦُ ﺭُﻣْﺢٍ ﺃَﺧْﺒَﺮَﻧَﺎ ﺍﻟﻠَّﻴْﺚُ ﻋَﻦْ ﻧَﺎﻓِﻊٍ ﺃَﻥَّ ﻋَﺒْﺪَ
ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺑْﻦَ ﻋُﻤَﺮَ ﻗَﺎﻝَ ﺇِﻥَّ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﺃَﻣَﺮَ ﺑِﺰَﻛَﺎﺓِ ﺍﻟْﻔِﻄْﺮِ ﺻَﺎﻉٍ ﻣِﻦْ ﺗَﻤْﺮٍ ﺃَﻭْ ﺻَﺎﻉٍ
ﻣِﻦْ ﺷَﻌِﻴﺮٍ ﻗَﺎﻝَ ﺍﺑْﻦُ ﻋُﻤَﺮَ ﻓَﺠَﻌَﻞَ ﺍﻟﻨَّﺎﺱُ ﻋَﺪْﻟَﻪُ ﻣُﺪَّﻳْﻦِ ﻣِﻦْ ﺣِﻨْﻄَﺔٍ
Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa’iid : Telah menceritakan kepada kami Laits. Dan telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Rumh : Telah mengkhabarkan kepada kami Al-Laits, dari Naafi’ : Bahwasannya ‘Abdullah bin ‘Umar berkata : “Rasulullah [] memerintahkan mengeluarkan zakat fithri satu shaa’ kurma atau satu shaa’ gandum”. Ibnu ‘Umar berkata : “Orang-orang menyamakannya dengan dua mudd hinthah (sejenis gandum)” [Diriwayatkan Muslim no. 984].
🔹Sisi pendalilannya adalah : *Para shahabat telah mengkonversikan satu
shaa’ kurma dan gandum dengan setengah shaa’ burr* (gandum
berkualitas bagus) atau dua mudd hinthah . Ini sebagai dalil bolehnya
membayarkan zakat fithri berdasarkan kesetaraan nilai.
[Jika ada yang mengatakan bahwa tidak ada pendalilan padanya, karena dua riwayat di atas tetap menyebutkan bahan makanan; maka ini tidak bisa diterima. Jika pembayaran zakat fithri memang tidak boleh dengan nilainya/harganya, niscaya burr atau hinthah yang dibayarkan harus dengan takaran yang sama. Pembedaan pengkonversian antara beberapa jenis gandum dalam zakat fithri itu mengandung penjelasan bahwa pengkonversian tersebut didasarkan atas nilainya. Adapun disebutkannya burr atau hinthah , maka itu bukan pembatas dalam standar pengkonversian ini].
ﺣﺪﺛﻨﺎ ﺃﺑﻮ ﺃﺳﺎﻣﺔ ﻋﻦ ﺯﻫﻴﺮ ﻗﺎﻝ ﺳﻤﻌﺖ ﺃﺑﺎ ﺇﺳﺤﺎﻕ ﻳﻘﻮﻝ ﺃﺩﺭﻛﺘﻬﻢ ﻭﻫﻢ ﻳﻌﻄﻮﻥ ﻓﻲ ﺻﺪﻗﺔ ﺭﻣﻀﺎﻥ ﺍﻟﺪﺭﺍﻫﻢ ﺑﻘﻴﻤﺔ ﺍﻟﻄﻌﺎﻡ .
Telah menceritakan kepada kami Abu Usaamah[12] , dari Zuhair [13] , ia
berkata : Aku mendengar Abu Ishaaq [14] berkata : *“Aku menjumpai
mereka menunaikan shadaqah Ramadhan (zakat fihtri ) beberapa
dirham senilai makanan”* [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah, 3/174].
🔹Maksud dari perkataan ‘ menjumpai mereka’ adalah menjumpai para
tabi’in dan sebagian shahabat, sebab Abu Ishaaq termasuk golongan
tabi’iy pertengahan yang menjumpai beberapa orang shahabat Nabi
[]. Sanad riwayat ini lemah karena faktor penyimakan Zuhair dari Abu
Ishaaq As-Sabii’iy adalah setelah ikhtilath -nya. [15] Akan tetapi ia
mempunyai syawaahid dari riwayat berikut yang menguatkannya :
ﺣﺪﺛﻨﺎ ﻭﻛﻴﻊ ﻋﻦ ﻗﺮﺓ ﻗﺎﻝ ﺟﺎﺀﻧﺎ ﻛﺘﺎﺏ ﻋﻤﺮ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻌﺰﻳﺰ ﻓﻲ ﺻﺪﻗﺔ ﺍﻟﻔﻄﺮ ﻧﺼﻒ ﺻﺎﻉ ﻋﻦ ﻛﻞ ﺇﻧﺴﺎﻥ ﺃﻭ ﻗﻴﻤﺘﻪ ﻧﺼﻒ ﺩﺭﻫﻢ
Telah menceritakan kepada kami Wakii’ [16] , dari Qurrah[17] , ia berkata: “Telah datang kepada kami kitab ‘Umar bin ‘Abdil-‘Aziiz [18] tentang zakat fithri sebanyak setengah shaa’ bagi setiap orang atau dengan nilainya/harganya seharga setengah dirham” [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah 3/174; shahih].
‘Umar bin ‘Abdil-‘Aziiz adalah amiirul-mukminiin yang termasuk generasi tabi’in pertengahan – semasa dengan Abu Ishaaq As-Sabii’iy.
🔹Sebagian shahabat pernah di bawah kepemimpinannya semasa ia menjadi gubernur Madinah. Ada kemungkinan bahwa perintahnya atas zakat fithri di sini ia berlakukan semenjak ia menjadi gubernur Madiinah hingga ia menjadi khalifah, wallaahu a’lam .
ﺣﺪﺛﻨﺎ ﻭﻛﻴﻊ ﻋﻦ ﺳﻔﻴﺎﻥ ﻋﻦ ﻫﺸﺎﻡ ﻋﻦ ﺍﻟﺤﺴﻦ ﻗﺎﻝ ﻻ ﺑﺄﺱ ﺃﻥ ﺗﻌﻄﻰ ﺍﻟﺪﺭﺍﻫﻢ ﻓﻲ ﺻﺪﻗﺔ ﺍﻟﻔﻄﺮ
Telah menceritakan kepada kami Wakii’, dari Sufyaan [19] , dari Hisyaam [20] , dari Al-Hasan [21] , ia berkata : *“Tidak mengapa diberikan berupa uang dirham dalam zakat fithri* ” [idem].
🔹Al-Hasan Al-Bashriy termasuk tabi’iy pertengahan yang semasa dengan Abu Ishaaq As-Sabii’iy dan ‘Umar bin ‘Abdil-‘Aziiz.
ﻭﻗﺎﻝ ﻃﺎﻭﺱ: ﻗﺎﻝ ﻣﻌﺎﺫ ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ ﻷﻫﻞ ﺍﻟﻴﻤﻦ: ﺍﺋﺘﻮﻧﻲ ﺑﻌﺮﺽ، ﺛﻴﺎﺏ ﺧﻤﻴﺺ ﺃﻭ ﻟﺒﻴﺲ،
ﻓﻲ ﺍﻟﺼﺪﻗﺔ، ﻣﻜﺎﻥ ﺍﻟﺸﻌﻴﺮ ﻭﺍﻟﺬﺭﺓ، ﺃﻫﻮﻥ ﻋﻠﻴﻜﻢ، ﻭﺧﻴﺮ ﻷﺻﺤﺎﺏ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺑﺎﻟﻤﺪﻳﻨﺔ.
Dan telah berkata Thaawuus : Mu’aadz radliyallaahu ‘anhu pernah berkata kepada penduduk Yaman : “Berikanlah kepadaku barang berupa pakaian khamiis atau pakaian lainnya sebagai ganti gandum dan jagung dalam zakat. Hal itu lebih mudah bagi kalian dan lebih baik/ bermanfaat bagi para shahabat Nabi [] di Madinah” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy secara ta’liq , dan disambungkan oleh Yahyaa bin Aadaam dalam Al-Kharaaj no. 525 dengan sanad shahih sampai Thaawus bin Kaisan].
*Tarjih*
🔹Pada asalnya, zakat fithri harus dibayarkan sesuai dengan jenis yang
disebutkan dalam nash. Namun jika terpaksa, atau karena adanya
kebutuhan dan maslahat yang kuat, maka diperbolehkan membayarkan
zakat fithri dengan nilainya (uang atau yang lainnya). Inilah pendapat
Ishaaq bin Rahawaih, Abu Tsaur, Ahmad dalam salah satu riwayatnya,
serta pendapat yang dipilih oleh Ibnu Taimiyyah rahimahumullah . Ibnu
Taimiyyah rahimahullah berkata :
ﻭﺍﻷﻇﻬﺮ ﻓﻲ ﻫﺬﺍ: ﺃﻥ ﺇﺧﺮﺍﺝ ﺍﻟﻘﻴﻤﺔ ﻟﻐﻴﺮ ﺣﺎﺟﺔ ﻭﻻ ﻣﺼﻠﺤﺔ ﺭﺍﺟﺤﺔ، ﻣﻤﻨﻮﻉ ﻣﻨﻪ؛ ﻭﻟﻬﺬﺍ ﻗَﺪَّﺭ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺍﻟﺠﺒﺮﺍﻥ ﺑﺸﺎﺗﻴﻦ، ﺃﻭ ﻋﺸﺮﻳﻦ ﺩﺭﻫﻤًﺎ، ﻭﻟﻢ ﻳﻌﺪﻝ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻘﻴﻤﺔ؛ ﻭﻷﻧﻪ ﻣﺘﻰ ﺟﻮﺯ ﺇﺧﺮﺍﺝ ﺍﻟﻘﻴﻤﺔ ﻣﻄﻠﻘًﺎ، ﻓﻘﺪ ﻳﻌﺪﻝ ﺍﻟﻤﺎﻟﻚ ﺇﻟﻰ ﺃﻧﻮﺍﻉ ﺭﺩﻳﺌﺔ، ﻭﻗﺪ ﻳﻘﻊ ﻓﻲ ﺍﻟﺘﻘﻮﻳﻢ ﺿﺮﺭ؛ ﻭﻷﻥ ﺍﻟﺰﻛﺎﺓ ﻣﺒﻨﺎﻫﺎ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻤﻮﺍﺳﺎﺓ، ﻭﻫﺬﺍ ﻣﻌﺘﺒﺮ ﻓﻲ ﻗﺪﺭ ﺍﻟﻤﺎﻝ ﻭﺟﻨﺴﻪ، ﻭﺃﻣﺎ ﺇﺧﺮﺍﺝ ﺍﻟﻘﻴﻤﺔ ﻟﻠﺤﺎﺟﺔ ﺃﻭ ﺍﻟﻤﺼﻠﺤﺔ ﺃﻭ ﺍﻟﻌﺪﻝ، ﻓﻼ ﺑﺄﺱ ﺑﻪ، ﻣﺜﻞ ﺃﻥ ﻳﺒﻴﻊ ﺛﻤﺮ ﺑﺴﺘﺎﻧﻪ، ﺃﻭ ﺯﺭﻋﻪ ﺑﺪﺭﺍﻫﻢ، ﻓﻬﻨﺎ ﺇﺧﺮﺍﺝ ﻋﺸﺮ ﺍﻟﺪﺭﺍﻫﻢ ﻳﺠﺰﻳﻪ، ﻭﻻ ﻳﻜﻠﻒ ﺃﻥ ﻳﺸﺘﺮﻱ ﺛﻤﺮًﺍ، ﺃﻭ ﺣﻨﻄﺔ، ﺇﺫ ﻛﺎﻥ ﻗﺪ ﺳﺎﻭﻱ ﺍﻟﻔﻘﺮﺍﺀ ﺑﻨﻔﺴﻪ، ﻭﻗﺪ ﻧﺺ ﺃﺣﻤﺪ ﻋﻠﻰ ﺟﻮﺍﺯ ﺫﻟﻚ. ﻭﻣﺜﻞ ﺃﻥ ﻳﺠﺐ ﻋﻠﻴﻪ ﺷﺎﺓ ﻓﻲ ﺧﻤﺲ ﻣﻦ ﺍﻹﺑﻞ، ﻭﻟﻴﺲ ﻋﻨﺪﻩ ﻣﻦ ﻳﺒﻴﻌﻪ ﺷﺎﺓ، ﻓﺈﺧﺮﺍﺝ ﺍﻟﻘﻴﻤﺔ ﻫﻨﺎ ﻛﺎﻑ، ﻭﻻ ﻳﻜﻠﻒ ﺍﻟﺴﻔﺮ ﺇﻟﻰ ﻣﺪﻳﻨﺔ ﺃﺧﺮﻱ ﻟﻴﺸﺘﺮﻱ ﺷﺎﺓ، ﻭﻣﺜﻞ ﺃﻥ ﻳﻜﻮﻥ ﺍﻟﻤﺴﺘﺤﻘﻮﻥ ﻟﻠﺰﻛﺎﺓ ﻃﻠﺒﻮﺍ ﻣﻨﻪ ﺇﻋﻄﺎﺀ ﺍﻟﻘﻴﻤﺔ؛ ﻟﻜﻮﻧﻬﺎ ﺃﻧﻔﻊ، ﻓﻴﻌﻄﻴﻬﻢ ﺇﻳﺎﻫﺎ، ﺃﻭ ﻳﺮﻯ ﺍﻟﺴﺎﻋﻲ ﺃﻥ ﺃﺧﺬﻫﺎ ﺃﻧﻔﻊ ﻟﻠﻔﻘﺮﺍﺀ، ﻛﻤﺎ ﻧﻘﻞ ﻋﻦ ﻣﻌﺎﺫ ﺑﻦ ﺟﺒﻞ ﺃﻧﻪ ﻛﺎﻥ ﻳﻘﻮﻝ ﻷﻫﻞ ﺍﻟﻴﻤﻦ : ﺍﺋﺘﻮﻧﻲ ﺑﺨﻤﻴﺺ، ﺃﻭ ﻟﺒﻴﺲ ﺃﺳﻬﻞ ﻋﻠﻴﻜﻢ،
ﻭﺧﻴﺮ ﻟﻤﻦ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﺪﻳﻨﺔ ﻣﻦ ﺍﻟﻤﻬﺎﺟﺮﻳﻦ ﻭﺍﻷﻧﺼﺎﺭ.
“Yang lebih nampak benar dalam permasalahan ini adalah : Bahwasannya mengeluarkan (zakat) dengan nilai/harga tanpa kebutuhan ataupun maslahat yang kuat adalah terlarang . Oleh karena
itu, Nabi [] telah menetapkan keputusan
untuk zakat berupa dua ekor kambing atau duapuluh dirham. Dan beliau tidak langsung menyetarakannya dengan nilainya/uang. Sebab, jika diperbolehkan mengeluarkan zakat dengan nilainya/harganya secara mutlak, maka itu akan dapat menyebabkan pemilik harta
menyamakannya dengan sesuatu yang jelek. Bahkan kadangkala hal ini
menimbulkan dampak yang buruk, karena zakat dibangun atas asas
memberikan sesuatu kepada orang lain. Hal ini hanya dianggap jika diberikan sesuai jumlah dan jenis harta itu sendiri. Adapun mengeluarkan zakat fithri dengan nilainya karena kebutuhan,
kemaslahatan, atau keadilan, maka tidak mengapa . Misalnya (ada seseorang yang) menjual buah-buahan di kebun atau lahan pertaniannya dengan dirham. Dalam hal ini, jika orang tersebut
mengeluarkan sepersepuluh (zakat pertanian) dari uang dirhamnya tersebut diperbolehkan. Ia tidak dibebani untuk membeli (dengan uang dirhamnya itu) buah-buahan atau gandum (dalam pembayaran zakatnya). Pada kondisi tersebut, orang-orang faqir telah mendapatkan kesamaan dalam zakat tersebut. Ahmad (bin Hanbal) telah
mengatakan kebolehannya tentang hal itu. Misalnya, seseorang yang diwajibkan padanya mengeluarkan zakat seekor kambing untuk (kepemilikan) lima ekor onta dimana *pada saat itu tidak ada orang yang menjual kambing; maka membayar zakat dengan nilainya pada waktu itu diperbolehkan/mencukupi.* Ia tidak dibebankan untuk bersafar ke kota lain hanya untuk membeli seekor kambing. Misal yang lain, ada beberapa orang mustahiq zakat yang meminta kepadanya agar diberikan uang. Karena dipandang lebih bermanfaat atau petugas zakat memandang memberikan uang lebih bermanfaat bagi orang-orang faqir; maka dalam hal ini diperbolehkan
memberikan (zakat) dalam bentuk uang kepada mereka. Hal itu sebagaimana dinukil dari Mu’aadz bin Jabal ketika ia berkata kepada penduduk Yaman : ‘Berikanlah kepadaku baju khamiish atau pakaian lainnya, karena itu lebih mudah bagimu dan lebih baik bagi para shahabat Muhaajiriin dan Anshaar yang tinggal di Madinah” [Majmuu’
Al-Fataawaa , 25/82-83].
🔹Inilah yang tampak dari pendapat Asy-Syaikh Al-Albaaniy rahimahullah
saat berkata :
ﺛﻢ ﻟﻮ ﺻﺢ ﻫﺬﺍ ﺍﻷﺛﺮ ﻟﻢ ﻳﺪﻝ ﻋﻠﻰ ﻗﻮﻝ ﺃﺑﻲ ﺣﻨﻴﻔﺔ ﺃﻧﻪ ﻻ ﻓﺮﻕ ﺑﻴﻦ ﺍﻟﻘﻴﻤﺔ ﻭﺍﻟﻌﻴﻦ ﺑﻞ ﻳﺪﻝ
ﻟﻘﻮﻝ ﻣﻦ ﻳﺠﻮﺯ ﺇﺧﺮﺍﺝ ﺍﻟﻘﻴﻤﺔ ﻣﺮﺍﻋﺎﺓ ﻟﻤﺼﻠﺤﺔ ﺍﻟﻔﻘﺮﺍﺀ ﻭﺍﻟﺘﻴﺴﻴﺮ ﻋﻠﻰ ﺍﻷﻏﻨﻴﺎﺀ ﻭﻫﻮ ﺍﺧﺘﻴﺎﺭ ﺍﺑﻦ ﺗﻴﻤﻴﺔ
“Kemudian sekiranya shahih atsar ini [22] , maka hal itu tidak menunjukkan (kebenaran) perkataan Abu Haniifah yang tidak membedakan antara nilai/harga dan wujud fisik barang zakat. Bahkan perkataan itu menunjukan (kebenaran) orang yang mengatakan
diperbolehkannya mengeluarkan harga/nilainya untuk menjaga kemaslahatan orang-orang faqir dan kemudahan bagi orang-orang kaya (dalam menunaikan zakat). Inilah pendapat yang dipilih oleh Ibnu Taimiyyah” [Tamaamul-Minnah , hal. 379].
🔹Asy-Syaikh Abu Malik dalam Shahih Fiqhis-Sunnah (2/84) dan Asy-
Syaikh Muhammad bin ‘Umar Bazmuul dalam At-Tarjiih fii Masaailish-
Shaum waz-Zakaah (hal. 145) juga merajihkan pendapat ini. Inilah pendapat pertengahan – wallaahu a’lam – dengan melihat nash- nash yang ada.
🔹Kembali pada pertanyaan di atas. Seandainya pun ada seseorang yang
memegang perajihan pendapat jumhur tentang terlarangnya/ tidak sahnya penunaian zakat fithri dengan uang, maka tidak boleh baginya menghukumi pendapat yang ia pandang marjuh (lemah) sebagai bid’ah. *Tidak setiap pendapat yang lemah berkonsekuensi bid’ah.* Apalagi dalam hal ini telah ternukil dari salaf yang membolehkannya.
Semoga bermanfaat. Kamis, 28 Ramadan1441,-2020.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar