Abu Hasan

مجموعة الاسلامية على نهج سلف الأمة

Minggu, 24 September 2017

Risalah tentang Tabdi' dan Takfir

*Risalah tentang membid'ahkan atau mengkafirkan*

# Penjelasan Asy Syaikh Al Albany tentang apakah setiap pelaku bid'ah pasti dia dihukumi sbg ahlul bid'ah atau ahlul ahwa'?

---•••---
🔴 Sebenarnya permasalahan seperti ini sudah pernah kami tanyakan kepada syaikh kami Abul Hasan As Sulaymani hafidzahulloh sekitar lebih dari 10 tahun yg lalu di Markiz Darul Hadits Ma'rib, Yaman. Kemudian, ketika kami membaca penjelasan syaikh Al Albany rahimahulloh, ternyata pernyataan syaikh Al Albany kurang lbh sama dg jawaban yg dipaparkan oleh syaikh kami. Maklum beliau kan masih muridnya syaikh Al Albany rahimahulloh.

🔴 Sering sekali kami mendengar syaikh Al Albany mengulang-ulang sebuah kaedah penting dalam ceramah/fatwanya:

ﻟﻴﺲ ﻛﻞ ﻣﻦ ﻭﻗﻊ ﻓﻲ ﺍﻟﺒﺪﻋﺔ ﻭﻗﻌﺖ ﻋﻠﻴﻪ ﺍﻟﺒﺪﻋﺔ

(Tidak setiap orang yg terjatuh dalam bid'ah disematkan padanya (julukan) ahli bid'ah).

Beliau rahimahulloh berkata:

« ﺃﻧﺖ ﺗﻌﻠﻢ ﺃﻥ ﻫﻨﺎﻙ ﻓﻲ ﺑﻌﺾ ﺍﻷﺋﻤﺔ ﺍﻟﻤﺘﺒﻌﻴﻦ ﺍﻟﻴﻮﻡ ﻭﺍﻟﺬﻳﻦ ﻻ ﻳﺸﻚ ﻋﺎﻟﻢ ﻣﺴﻠﻢ - ﻋﺎﻟﻢ ﺣﻘﺎ –ﺑﺄﻧﻪ ﻣﺴﻠﻢ ﻭﻟﻴﺲ ﻫﺬﺍ ﻓﻘﻂ ﺑﻞ ﻭﻋﺎﻟﻢ ﻓﺎﺿﻞ ، ﻭﻣﻊ ﺫﻟﻚ ﻓﻘﺪ ﺧﺎﻟﻒ ﺍﻟﻜﺘﺎﺏ ﻭﺍﻟﺴﻨﺔ ﻭﺧﺎﻟﻒ ﺍﻟﺴﻠﻒ ﺍﻟﺼﺎﻟﺢ ﻓﻲ ﻏﻴﺮ ﻣﺎ ﻣﺴﺄﻟﺔ ﺃﻋﻨﻲ ﺑﺬﻟﻚ ﻣﺜﻼ ﺍﻟﻨﻌﻤﺎﻥ ﺑﻦ ﺛﺎﺑﺖ ﺃﺑﺎ ﺣﻨﻴﻔﺔ ﺭﺣﻤﻪ ﺍﻟﻠﻪ ﺍﻟﺬﻱ ﻳﻘﻮﻝ ﺑﺄﻥ ﺍﻹﻳﻤﺎﻥ ﻻ ﻳﺰﻳﺪ ﻭﻻ ﻳﻨﻘﺺ ، ﻭﻳﻘﻮﻝ ﻻ ﻳﺠﻮﺯ ﻟﻠﻤﺴﻠﻢ ﺃﻥ ﻳﻘﻮﻝ ﺃﻧﺎ ﻣﺆﻣﻦ ﺇﻥ ﺷﺎﺀ ﺍﻟﻠﻪ ، ﻭﺃﻧﻪ ﺇﺫﺍ ﻗﺎﻝ ﺇﻥ ﺷﺎﺀ ﺍﻟﻠﻪ ﻓﻠﻴﺲ ﻣﺴﻠﻤﺎ ، ﻻ ﺷﻚ ﺃﻥ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﻘﻮﻝ ﺑﺪﻋﺔ ﻓﻲ ﺍﻟﺪﻳﻦ ﻷﻧﻪ ﻣﺨﺎﻟﻒ ﻟﻠﻜﺘﺎﺏ ﻭﺍﻟﺴﻨﺔ ، ﻟﻜﻦ ﻫﻮ ﻣﺎ ﺃﺭﺍﺩ ﺍﻟﺒﺪﻋﺔ ، ﻫﻮ ﺃﺭﺍﺩ ﺍﻟﺤﻖ ﻓﺄﺧﻄﺄﻩ ، ﻟﺬﻟﻚ ﻓﻔﺘﺢ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﺒﺎﺏ ﻣﻦ ﺍﻟﺘﺸﻜﻴﻚ ﻓﻲ ﻋﻠﻤﺎﺀ ﺍﻟﻤﺴﻠﻤﻴﻦ ﺳﻮﺍﺀ ﻛﺎﻧﻮﺍ ﻣﻦ ﺍﻟﺴﻠﻒ ﺃﻭ ﻣﻦ ﺍﻟﺨﻠﻒ ، ﻓﻔﻲ ﺫﻟﻚ ﻣﺨﺎﻟﻔﺔ ﻟﻤﺎ ﻋﻠﻴﻪ ﺍﻟﻤﺴﻠﻤﻮﻥ ﻭﺭﺑﻨﺎ ﻋﺰ ﻭﺟﻞ ﻳﻘﻮﻝ ﻓﻲ ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﺍﻟﻜﺮﻳﻢ : ﻭَﻣَﻦْ ﻳُﺸَﺎﻗِﻖِ ﺍﻟﺮَّﺳُﻮﻝَ ﻣِﻦْ ﺑَﻌْﺪِ ﻣَﺎ ﺗَﺒَﻴَّﻦَ ﻟَﻪُ ﺍﻟْﻬُﺪَﻯ ﻭَﻳَﺘَّﺒِﻊْ ﻏَﻴْﺮَ ﺳَﺒِﻴﻞِ ﺍﻟْﻤُﺆْﻣِﻨِﻴﻦَ ﻧُﻮَﻟِّﻪِ ﻣَﺎ ﺗَﻮَﻟَّﻰ ﻭَﻧُﺼْﻠِﻪِ ﺟَﻬَﻨَّﻢَ ﻭَﺳَﺎﺀَﺕْ ﻣَﺼِﻴﺮﺍً . ‏(ﺍﻟﻨﺴﺎﺀ 115 )»

"Sebagaimana telah engkau ketahui ada diantara para imam yg dewasa ini dijadikan sebagai panutan. Bahkan dia adalah orang alim muslim -yang haq- lagi sang 'alim yg punya keutamaan, meskipun demikian dia (terkadang) menyelisihi Al Qur'an dan As Sunnah dan menyelisihi para salafus shalih tidak hanya dalam satu persoalan saja. Ambil contoh misalnya An Nu'man bin Tsabit/imam Abu Hanifah rahimahulloh, dia berkeyakinan bahwa iman tidak bertambah dan berkurang, dia juga berpendapat tidak bolehnya seorang mengucapkan 'aku adalah seorang mukmin insya Allah', kalau sampai seorang mengucapkan demikian maka dia bukan muslim. Tidak diragukan lagi bahwa ucapan di atas adalah bid'ah yg diada-adakan dalam agama ini, karena menyelisihi Al Kitab dan As Sunnah. Akan tetapi (Abu Hanifah) tidaklah menyengaja untuk melakukan bid'ah tersebut, sebenarnya dia ingin mencari kebenaran namun keliru. Sehingga berefek membuat keragu-raguan dari para ulama baik salaf maupun khalaf. Apa yg beliau lakukan jelaslah menyelisihi jalan kaum muslimin (ijma'). Sebagaimana firman Allah Ta'ala (artinya):

“Dan barang siapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasinya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahanam, dan Jahanam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. An Nisa’: 115)
[Silsilah Al Huda wa An Nur: no, 666]

🔴 *Note:* Meskipun dalam beberapa hal imam Abu Hanifah rahimahulloh melakukan kebid'ahan, tetap saja para ulama tidak ada yg mempermasalahkan tentang keimaman dan keutamaan beliau. Sebagaimana kita tahu bersama bahwa madzhab beliau menjadi salah satu dari 4 madzhab besar dalam permasalahan fiqih. sampai sampai imam Asy Syafi'i rohimahulloh memberikan sanjungan terhadap imam Abu Hanifah:

ﻛﻞ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻋﺎﻟﺔ ﻓﻲ ﺍﻟﻔﻘﻪ ﻋﻠﻰ ﺃﺑﻲ ﺣﻨﻴﻔﺔ

"Setiap manusia berhutang budi kepada Abu Hanifah dalam hal Fiqih." (As Siyar: 6/403)

🔴 Berkata imam Ibnul Mubarok rohimahulloh:

ﺃﻓﻘﻪ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺃﺑﻮ ﺣﻨﻴﻔﺔ ، ﻣﺎ ﺭﺃﻳﺖ ﻓﻲ ﺍﻟﻔﻘﻪ ﻣﺜﻠﻪ

"Orang paling faqih adalah Abu Hanifah, aku belum pernah melihat orang yg selevel dia dalam hal Fiqih." (As Siyar: 6/403)

🔴 Berkata sejarawan Islam imam Adz Dzahaby rahimahulloh:

ﻭﺃﻣﺎ ﺍﻟﻔﻘﻪ ﻭﺍﻟﺘﺪﻗﻴﻖ ﻓﻲ ﺍﻟﺮﺃﻱ ﻭﻏﻮﺍﻣﻀﻪ ﻓﺈﻟﻴﻪ ﺍﻟﻤﻨﺘﻬﻰ ، ﻭﺍﻟﻨﺎﺱ ﻋﻠﻴﻪ ﻋﻴﺎﻝ ﻓﻲ ﺫﻟﻚ

"Adapun permasalahan Fiqih dan detail lika-likunya dalam sebuah Permasalahan yg amat sangat rumit, maka dialah referensi utamanya, manusia berhutang budi terhadap (Kepandaian Abu Hanifah) dalam bidang tersebut."

🔴 Syaikh Al Albany juga menjelasakan perihal perbedaan antara ucapan bid'ah dari seseorang dengan orang yg mengucapkannya:

« ﺇﺫﺍ ﻛﺎﻥ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﻤﺨﺎﻟﻒ ﻳﺨﺎﻟﻒ ﻧﺼﺎ ﺃﻭﻻ : ﻻ ﻳﺠﻮﺯ ﺍﺗﺒﺎﻋﻪ ، ﻭﺛﺎﻧﻴﺎ ﻻ ﻧﺒﺪﻉ ﺍﻟﻘﺎﺋﻞ ﺑﺨﻼﻑ ﺍﻟﻨﺺ ﻭﺇﻥ ﻛﻨﺎ ﻧﻘﻮﻝ ﺇﻥ ﻗﻮﻟﻪ ﺑﺪﻋﺔ ، ﻭﺃﻧﺎ ﺃﻓﺮﻕ ﺑﻴﻦ ﺃﻥ ﺗﻘﻮﻝ ﻓﻼﻥ ﻭﻗﻊ ﻓﻲ ﺍﻟﻜﻔﺮ ﻭﻓﻼﻥ ﻛﻔﺮ ، ﻭﻛﺬﻟﻚ ﻓﻼﻥ ﻭﻗﻊ ﻓﻲ ﺍﻟﺒﺪﻋﺔ ﻭﻓﻼﻥ ﻣﺒﺘﺪﻉ ، ﻓﺄﻗﻮﻝ ﻓﻼﻥ ﻣﺒﺘﺪﻉ ﻣﺶ ﻣﻌﻨﺎﻩ ﻭﻗﻊ ﻓﻲ ﺑﺪﻋﺔ ، ﻭﻫﻮ ﻣَﻦ ﺷﺄﻧﻪ ﺃﻧﻪ ﻳﺒﺘﺪﻉ ، ﻷﻥ ﻣﺒﺘﺪﻉ ﺍﺳﻢ ﻓﺎﻋﻞ ، ﻫﺬﺍ ﻛﻤﺎ ﺇﺫﺍ ﻗﻠﻨﺎ ﻓﻼﻥ ﻋﺎﺩﻝ ﻟﻴﺲ ﻷﻧﻪ ﻋﺪﻝ ﻣﺮﺓ ﻓﻲ ﺣﻴﺎﺗﻪ ، ﻓﺄﺧﺬ ﻫﺬﺍ ﺍﺳﻢ ﺍﻟﻔﺎﻋﻞ ، ﺍﻟﻘﺼﺪ ﺃﻥ ﺍﻟﻤﺠﺘﻬﺪ ﻗﺪ ﻳﻘﻊ ﻓﻲ ﺍﻟﺒﺪﻋﺔ – ﻭﻻ ﺷﻚ -ﻟﻜﻦ ﻻ ﺃﻟﻮﻣﻪ ﺑﻬﺎ ﻭﻻ ﺃﻃﻠﻖ ﻋﻠﻴﻪ ﺍﺳﻢ ﻣﺒﺘﺪﻉ ، ﻫﺬﺍ ﻓﻴﻤﺎ ﺇﺫﺍ ﺧﺎﻟﻒ ﻧﺼﺎ »

"Apabila seorang menyelisihi nash, maka sikap pertama kita tidak boleh mengikuti (pendapat) nya. Kedua kita tidak menyematkan (julukan) ahli bid'ah kepada orang yg pernyataannya tersebut menyelisihi nash, walaupun kita katakan bahwa ucapannya adalah bid'ah. Oleh karena itu saya membedakan antara ucapan seseorang 'Fulan terjatuh ke dalam kekafiran' dengan pernyataan 'Fulan kafir', demikian juga pernyataan 'Fulan terjatuh ke dalam bid'ah' dengan 'Fulan adalah ahli bid'ah'. Maka ketika saya katakan Fulan adalah ahlu bid'ah maknanya adalah Fulan bukan semeta-mata melakukan suatu bid'ah tertentu saja. Akan tetapi kondisinya adalah dominan dg kebid'ahan. Karena kata mubtadi' (ahli bid'ah) adalah isim Fa'il (pelaku). Hal ini mirip dengan pernyataan seseorang 'Fulan itu adil', maka maknanya bukanlah dia hanya berbuat adil hanya sekali dalam hidupnya. Inilah permisalan yg kita ambil dari isim fa'il. Intinya adalah terkadang seorang mujtahid pun bisa jatuh ke dalam bid'ah -ini tidak diragukan- hanya saja aku tidak mencacinya dan tidak menuduhnya dengan julukan mubtadi' (ahli bid'ah). Ini terjadi tatkala (mujtahid) tersebut menyelisihi sebuah nash." (Silsilah Al Huda Wan Nur: no, 850).

🔴 Berkata Syaikh Al Albany tatkala mengomentari Ibnu Hazm, yg dia berpemahaman jahmiyyah dalam permasalahan asma' dan shifat:

« ﻓﻼ ﻧﺴﺘﻄﻴﻊ ﺃﻥ ﻧﻘﻮﻝ ﻓﻲ ﺍﺑﻦ ﺣﺰﻡ ﻭﻻ ﻓﻲ ﻏﻴﺮﻩ ﺑﺄﻧﻪ ﻛﺎﻓﺮ ، ﺑﻞ ﻭ ﻻ ﺃﺳﺘﻄﻴﻊ ﺃﻧﺎ ﺷﺨﺼﻴﺎ ﺃﻥ ﺃﻗﻮﻝ ﺇﻧﻪ ﺿﺎﻝ ، ﻭﺇﻥ ﻛﺎﻥ ﻭﻗﻊ ﻓﻲ ﺍﻟﻀﻼﻝ ، ﻷﻧﻨﻲ ﺃﺷﻌﺮ ﻣﻦ ﻣﻄﺎﻟﻌﺘﻲ ﻟﻜﺘﺒﻪ ﻭﻟﻄﺮﻳﻘﺔ ﺍﺣﺘﺠﺎﺟﻪ ﻭﺍﺳﺘﺪﻻﻻﺗﻪ ﻋﻠﻰ ﺃﺻﻮﻟﻪ ﺃﻧﻪ ﻳﺒﺘﻐﻲ ﺍﻟﺤﻖ ، ﻓﺤﺴﺒﻨﺎ ﺃﻥ ﻧﻘﻮﻝ ﻓﻴﻪ ﻭﻓﻲ ﺃﻣﺜﺎﻟﻪ ﺃﻧﻪ ﻣﺄﺟﻮﺭ ﺃﺟﺮﺍ ﻭﺍﺣﺪﺍ ، ﻟﻜﻦ ﻫﺬﺍ ﻻ ﻳﻤﻨﻌﻨﺎ ﻣﻦ ﺍﻟﺼﺪﻉ ﻭﺍﻟﺘﺼﺮﻳﺢ ﺑﺘﺨﻄﺌﺘﻪ ﺳﻮﺍﺀ ﻛﺎﻥ ﺧﻄﺆﻩ ﻓﻲ ﺍﻟﻌﻘﻴﺪﺓ ﺃﻭ ﻓﻲ ﺍﻟﻔﻘﻪ »

"Tentang Ibnu Hazm dan yg semisalnya, maka tidak mungkin untuk kita katakan bahwa dia dan yg semisalnya adalah orang kafir, bahkan gak mungkin juga bagi saya untuk mengatakan dia adalah Dhaal (sesat), walaupun dia melakukan sebuah kekeliruan. Karena yg aku rasakan ketika aku membaca kitab-kitabnya dan metodologinya dalam berhujjah dan berdalil, maka semuanya dibangun di atas prinsip mencari kebenaran. Oleh karena itu saya katakan bahwa orang yg seperti dia atau yg semisal mendapatkan satu pahala. Hanya saja, meskipun demikian tidak mengapa bagi kita untuk menyanggah dan membantah pendapatnya yg salah, baik kesalahannya dalam permasalahan Aqidah maupun Fiqih." (Fatawaa Juddah: no, 6).
[Silsilah Manhajiyah Asy Syaikh Al Albany. Bag, 2]

🔴 Sikap Asy Syaikh Al Albany Kepada kelompok Yg Ghuluw Dalam vonis Tabdi' ( Ahlul Bid'ah)
---•••---

🔴 Dewasa ini muncullah beberapa kelompok yg ekstrim dalam memvonis sesama saudaranya ahlus sunnah dg julukan ahlul bid'ah hanya karena tidak sepakat dalam membid'ahkan sebagian perkara yg menurut dia bid'ah atau tidak sepakat dengan pendapat dia dalam vonis ahli bid'ah pd person/tokoh tertentu.

🔴 Ambil contoh misalnya pernyataan sebagian mereka kepada saudaranya dalam masalah ijtihadiyah/khilafiyah, 'Kalau kau berpendapat bahwa amalan ini bukan bid'ah berarti kau ahlul bid'ah' atau ucapan, 'Kalau kau tidak sepakat dengan kami untuk menyatakan bahwa si Fulan adalah ahli bid'ah maka kau adalah ahli bid'ah juga', dan yg semisal dari contoh-contoh di atas yg menunjukan akan terburu-burunya seseorang dalam menyematkan vonis ahli bid'ah kepada sesama ahlus sunnah, serta sikap meng-kick dari komunitasnya klo tidak seragam dg mereka 100%.

🔴 Maka fenomena di atas sebenarnya telah mendapat perhatian mendalam oleh Asy Syaikh Al Albany rahimahulloh semenjak beliau masih hidup.

Suatu ketika Asy Syaikh Al Albany pernah ditanya tentang ungkapan:

ﻣﻦ ﻟﻢ ﻳﻜﻔﺮ ﺍﻟﻜﺎﻓﺮ ﻓﻬﻮ ﻛﺎﻓﺮ ، ﻭﻣﻦ ﻟﻢ ﻳﺒﺪﻉ ﺍﻟﻤﺒﺘﺪﻉ ﻓﻬﻮ ﻣﺒﺘﺪﻉ ، ﻭﻣﻦ ﻟﻴﺲ ﻣﻌﻨﺎ ﻓﻬﻮ ﺿﺪﻧﺎ

[Siapa yg tdk mengkafirkan org kafir maka dia telah kafir, siapa yg tidak membid'ahkan pelaku bid'ah maka dia adalah mubtadi', dan siapa yg tidak bersama kami berarti dia adalah lawan kami]

🔴 Mendengar ungkapan tersebut dengan nada heran Syaikh Al Albany pun berucap:

ﻣﻦ ﻫﻮ ﺻﺎﺣﺐ ﻫﺬﻩ ﺍﻟﻘﻮﺍﻋﺪ ﻭﻣﻦ ﻗﻌﺪﻫﺎ

"Siapakah yg mengucapkan kedah tersebut dan siapa penggagasnya?"!!!

🔴 Kemudian syaikh bercerita tentang kisah seorang yg sok mengaku ulama di Albania, yg mana ia mengkafirkan muridnya gara-gara tidak mau menyiapkan sandalnya ketika dia keluar dari rumah. Maka kata Syaikh Al Albany, orang yg sok mengaku ulama ini pun dg nada marah mengucapkan sebuah kalimat yg amat ghuluw/ekstrem hanya karena muridnya tidak mau mengambilkan sandal miliknya:

ﻫﺬﺍ ﻛﻔﺮ ﻷﻧﻪ ﻟﻢ ﻳﺤﺘﺮﻡ ﺍﻟﻌﺎﻟﻢ ، ﻭﻣﻦ ﻟﻢ ﻳﺤﺘﺮﻡ ﺍﻟﻌﺎﻟﻢ ﻻ ﻳﺤﺘﺮﻡ ﺍﻟﻌﻠﻢ ، ﻭﺍﻟﺬﻱ ﻻ ﻳﺤﺘﺮﻡ ﺍﻟﻌﻠﻢ ﻻ ﻳﺤﺘﺮﻡ ﻣﻦ ﺟﺎﺀ ﺑﺎﻟﻌﻠﻢ ، ﻭﺍﻟﺬﻱ ﺟﺎﺀ ﺑﺎﻟﻌﻠﻢ ﻫﻮ ﻣﺤﻤﺪ . ﻭﻫﻜﺬﺍ ﺳﻠﺴﻠﻬﺎ ﺇﻟﻰ ﺟﺒﺮﻳﻞ ﺇﻟﻰ ﺭﺏ ﺍﻟﻌﺎﻟﻤﻴﻦ ﻓﺈﺫﺍ ﻫﻮ ﻛﺎﻓﺮ

"Sungguh ini bentuk kekafiran karena tidak menghormati ulama, maka siapa yg tidak menghormati ulama berarti dia tidak menghormati ilmu. Siapa yg tidak menghormati ilmu berarti dia tidak menghormati sosok yg membawa ilmu, yaitu Nabi Muhammad shallallahu'alaihi wasallam. Kemudian bersambung kepada Jibril dan kepada Allah Ta'ala. oleh karena itu dia telah "kafir".

🔴 Kemudian Syaikh Al Albany menjelaskan tentang batilnya kaedah di atas,

« ﻟﻴﺲ ﺷﺮﻃﺎ ﺃﺑﺪﺍ ﺃﻥ ﻣﻦ ﻛﻔَّﺮ ﺷﺨﺼﺎ ﻭﺃﻗﺎﻡ ﻋﻠﻴﻪ ﺍﻟﺤﺠﺔ ﺃﻥ ﻳﻜﻮﻥ ﻛﻞ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻣﻌﻪ ﻓﻲ ﺍﻟﺘﻜﻔﻴﺮ ، ﻷﻧﻪ ﻗﺪ ﻳﻜﻮﻥ ﻫﻮ ﻣﺘﺄﻭﻻ ، ﻭﻳﺮﻯ ﺍﻟﻌﺎﻟﻢ ﺍﻵﺧﺮ ﺃﻧﻪ ﻻ ﻳﺠﻮﺯ ﺗﻜﻔﻴﺮﻩ ، ﻭﻛﺬﻟﻚ ﺍﻟﺘﻔﺴﻴﻖ ﻭﺍﻟﺘﺒﺪﻳﻊ ، ﻓﻬﺬﻩ ﺍﻟﺤﻘﻴﻘﺔ ﻣﻦ ﻓﺘﻦ ﺍﻟﻌﺼﺮ ﺍﻟﺤﺎﺿﺮ ﻭﻣِﻦ ﺗَﺴَﺮُّﻉ ﺑﻌﺾ ﺍﻟﺸﺒﺎﺏ ﻓﻲ ﺍﺩﻋﺎﺀ ﺍﻟﻌﻠﻢ ، ﺍﻟﻤﻘﺼﻮﺩ ﺃﻥ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﺘﺴﻠﺴﻞ ﻭﻫﺬﺍ ﺍﻹﻟﺰﺍﻡ ﻏﻴﺮ ﻻﺯﻡ ﺃﺑﺪﺍ ، ﻫﺬﺍ ﺑﺎﺏ ﻭﺍﺳﻊ ﻗﺪ ﻳﺮﻯ ﻋﺎﻟﻢ ﺍﻷﻣﺮ ﻭﺍﺟﺒﺎ ﻭﻳﺮﺍﻩ ﺍﻵﺧﺮ ﻟﻴﺲ ﻛﺬﻟﻚ ، ﻭﻣﺎ ﺍﺧﺘﻠﻒ ﺍﻟﻌﻠﻤﺎﺀ ﻣﻦ ﻗﺒﻞ ﻭﻣﻦ ﺑﻌﺪ ﺇﻻ ﻷﻧﻪ ﻣﻦ ﺑﺎﺏ ﺍﻻﺟﺘﻬﺎﺩ ، ﻻ ﻳﻠﺰﻡ ﺍﻵﺧﺮﻳﻦ ﺃﻥ ﻳﺄﺧﺬﻭﺍ ﺑﺮﺃﻳﻪ ، ﺍﻟﺬﻱ ﻳﻠﺰﻡ ﺑﺄﺧﺬ ﺑﺮﺃﻱ ﺍﻵﺧﺮ ﺇﻧﻤﺎ ﻫﻮ ﺍﻟﻤﻘﻠﺪ ﺍﻟﺬﻱ ﻻ ﻋﻠﻢ ﻋﻨﺪﻩ ﻭﻫﻮ ﺍﻟﺬﻱ ﻳﺠﺐ ﻋﻠﻴﻪ ﺃﻥ ﻳﻘﻠﺪ ، ﺃﻣﺎ ﻣﻦ ﻛﺎﻥ ﻋﺎﻟﻤﺎ ﻓﺎﻟﺬﻱ ﻛﻔّﺮ ﺃﻭ ﻓﺴّﻖ ﺃﻭ ﺑﺪّﻉ ﻭﻻ ﻳﺮﻯ ﻣﺜﻞ ﺭﺃﻳﻪ ﻓﻼ ﻳﻠﺰﻣﻪ ﺃﺑﺪﺍ ﺃﻥ ﻳﺘﺎﺑﻊ ﺫﻟﻚ ﺍﻟﻌﺎﻟﻢ »

"Apabila seseorang telah mengkafirkan orang "muslim" yg lain dan telah menegakkan hujjah atasnya, bukanlah sebuah keharusan bagi seluruh umat untuk mengikuti vonis takfirnya. Karena bisa jadi dia melakukan kesalahan takwil (penempatan dalil) tatkala mengkafirkan. Sementara di sana ada ulama lain yg tidak mengkafirkannya.

🔴 Demikian juga (tidak harus diikuti) vonisnya dalam urusan tafsiq (memfasiqkan) dan tabdi' (meng-ahli bid'ahkan). Sungguh dewasa ini muncul fitnah yaitu keberadaan kaula muda yg sok berlagak ulama. Padahal keharusan untuk berseragam dan sepakat dalam hal di atas bukanlah sebuah kelaziman sama sekali.

🔴 Permasalahan seperti ini sifatnya luas, bisa jadi seorang ulama memandang wajib sebuah (hukum) permasalahan, namun ulama yg lain memandangnya tidak wajib. Perbedaan diantara para ulama dari semenjak dahulu tidak lain dalam sebuah permasalahan yg memang masih dalam ranah ijtihadiyah. Tidak ada paksaan bagi pihak lain untuk mengambil pendapatnya. Yg diharuskan mengambil pendapat seorang ulama adalah muqallid (orang awam) yg tidak ada ilmu baginya, maka ketika itu merupakan keharusan baginya untuk taqlid (kepada ulamanya). Adapun bagi seorang yg levelnya 'alim (berilmu), maka tatkala ia (mengetahui) 'alim lain yg mengkafirkan, memfasiqkan atau membid'ahkan sedangkan dia tidak sependapat, maka tidak ada keharusan baginya untuk mengikuti pendapat 'alim yg lain." (Silsilah Al Huda wa An Nur: no, 778)

■■■¤¤■■■

*Note:* Kaedah ketidak harusan kita untuk mengikuti tabdi' ulama lain hanyalah berlaku dalam permasalahan yg bersifat ijtihadiyah. Adapun membid'ahkan kelompok yg telah disepakati oleh ulama dan umat ttg kebid'ahanhya, maka ini adalah sebuah keharusan. Sebagaimana sebuah keharusan bagi kita untuk mengkafirkan sekte yg telah disepakati kekafirannya seperti Yahudi dan Nashrani.

🔴 Maka diantara kelompok ahlul bid'ah yg harus bagi kita untuk membid'ahkannya tanpa basa-basi antara lain: Khawarij, Rafidhoh, Mu'tazilah, Qadariyah, Jabriyyah, Murji'ah, Ghulat Shufiyyah dan yg semisal dg mereka. Walaupun terkait dg personnya yg awam kita tidak lantas terburu2 dalam memvonis hingga tegaknya hujjah dan hilang syubhat. sebagaimana insya Allah akan kami paparkan penjelasan Asy Syaikh Al Albany ttg hal ini.

••Wallaahu a'lam••


Penulis : Abu Ya'la Hizbul Majid, Lc

Tidak ada komentar :

Posting Komentar