Abu Hasan

مجموعة الاسلامية على نهج سلف الأمة

Selasa, 06 November 2018

PRINSIP PERTENGAHAN AHLUSSUNNAH

*PRINSIP PERTENGAHAN AHLUSSUNNAH*

🔴 - Salah satu karakteristik agama Islam adalah keadilan, bersikap pertengahan antara sikap melampaui batas (Ghuluw/ ekstrim) dan sikap terlalu meremehkan (tafrith). Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,

وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِّتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا… {143}

“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu….” (QS. Al Baqarah: 143)

🔴 - Demikian pula keadaan Ahlus sunnah wal jama’ah di tengah berbagai macam aneka ragam kelompok dan aliran yang ada, mereka bersikap adil. Berikut di antara sikap adil Ahlus sunnah dalam memahami agama ini.

1. *Dalam hal Nama dan Sifat Allah*

🔴 - Bersikap adil, berada pada sikap pertengahan antara Ahlu ta’thil dan Ahlu tamsil.

🔴 Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, 

“Termasuk iman kepada Allah adalah beriman terhadap seluruh sifat yang Allah sifatkan bagi diri-Nya yang telah ditetapkan dalam kitab-Nya dan juga yang disifatkan oleh Rasul-Nya tanpa melakukan tahrif dan ta’thil serta tanpa melakukan takyifdan tamsil.

*[KET].* *Tahrif* adalah menyelewengkan makna nama atau sifat Allah dari makna sebenarnya tanpa adanya dalil. Seperti mentahrif sifat mahabbah (cinta) bagi Allah menjadi irodatul khoir (menginginkan kebaikan).

*Ta’thil* yaitu menolak nama dan sifat Allah baik secara total maupun sebagiannya, baik dengan memalingkan maknanya atau mengingkarinya. Seperti menolak sifat tangan bagi Allah.

*Takyif* adalah menyebutkan hakekat sesuatu tanpa menyamakannya dengan yang lain. Seperti menyatakan panjang tangannya adalah 50 cm. Takyif tidak boleh dilakukan terhadap sifat Allah karena Allah tidak memberitahukan bagaimana hakekat sifat-Nya dengan sebenarnya.

*Tamtsil* adalah menyamakan sifat Allah dengan sifat makhluk. Seperti menyatakan Allah memiliki tangan dan sama dengan tanganku.. (Syarh al ‘Aqidah al Wasithiyah Syaikh ‘Utsaimin, dan Syaikh Shalih Fauzan)

🔴 - Bahkan wajib beriman bahwa Allah Ta’ala :

… لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَىْءُُ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
“…Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Allah, dan Dia-lah yang Maha Mendengar dan Melihat.” (QS. Asy Syuura: 11)

🔴 - Inilah keyakinan Ahlus sunnah wal jama’ah. Mereka bersikap adil, berada pada sikap pertengahan antara Ahlu ta’thil dan Ahlu tamsil. Ahlu ta’thil mengingkari seluruh nama dan sifat wajib bagi Allah. Mereka terbagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama menafikan semuanya, seperti keyakinan Jahmiyyah dan Mu’tazilah. Sedangkan kelompok yang kedua menafikan sebagiannya, seperti Asy’ariyyah dan Maturidiyyah.

🔴 Sedangkan Ahlu tamsil menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya. Mereka menyamakan sifat Allah dengan sifat makhluk-Nya, seperti yang diyakini oleh kelompok Karomiyyah dan Husyaamiyyah. [Al Mufiid fii Muhammaati at Tauhid hal 49. Dr. ‘Abdul Qodir as Shofi. Daar Adwaus Salaf]

🔴 - Jadi, Ahlus sunnah dalam keimananan terhadap nama dan sifat Allah berada di antara dua kelompok yang menyimpang, kelompok yang ghuluw (bersikap berlebih-lebihan) dalam menyucikan dan menafikan sifat Allah yaitu Ahlu ta’thil dan kelompok yang ghuluw dalam menetapkan sifat Allah yaitu Ahlu tamsil. Ahlus sunnah tidak ghuluw (berlebihan / ekstrim) dalam menetapkan dan menafikan, mereka menetapkan nama dan sifat Allah tanpa menyerupakannya dengan makhluk sebagaimana firman Allah dalam surat Asy Syuura’ di atas. [Syarh al ‘Aqidah al Washitiyah hal 442, Syaikh Muhammad bin Sholih al ‘Utsaimin, Daarul Ibnul Jauzi]
🔴 - Dalam firman Allah (yang artinya) “Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia’” merupakan penafian yang mengandung kesempurnaan. Ini merupakan bantahan terhadap Ahlu tamsil.
🔴 - Sedangkan dalam firman Allah “Dia-lah yang Maha Mendengar dan Melihat.” merupakan penetapan nama dan sifat-Nya. Ini merupakan bantahan terhadap Ahlu ta’thil.
2. *Dalam perkara Takdir*

🔴 - Ahlus sunnah beriman bahwa Allah telah menetapkan seluruh takdir sejak azali, dan Allah mengetahui takdir yang akan terjadi pada waktunya dan bagaimana bentuk takdir tersebut, semua yang terjadi sesuai dengan takdir yang telah Allah tetapkan.

🔴 - Adapun orang-orang yang menyelisihi al Quran dan sunnah mereka bersikap berlebih-lebihan dan menyimpang dalam memahami TAQDIR. Yang satu terlalu meremehkan dan yang lain melampaui batas (ghuluw).

🔴 - Kelompok Qodariyyah mengingkari adanya takdir. Mereka mengatakan bahwa: Allah tidak menakdirkan perbuatan hamba. Menurut mereka perbuatan hamba bukan makhluk Allah, namun hamba sendirilah yang menciptakan perbuatannya. Mereka mengingkari penciptaan Allah terhadap amal hamba.

🔴 - Kelompok yang lain adalah yang terlalu melampaui batas dalam menetapkan takdir. Mereka dikenal dengan kelompok Jabariyyah. Mereka berlebihan dalam menetapkan takdir dan menafikan adanya kehendak hamba dalam perbuatannya. Mereka mengingkari adanya perbuatan hamba dan menisbatkan semua perbuatan hamba kepada Allah. Jadi seolah-olah hamba dipaksa dalam perbuatannya. [Al Mufiid fii Muhammaati at Tauhid hal 49-51]

🔴 - Kedua kelompok di atas telah salah dalam memahami takdir sebagaimana ditunjukkan dalam dalil yang banyak. Di antaranya firman Allah ‘Azza wa Jalla,

لِمَن شَآءَ مِنكُمْ أَن يَسْتَقِيمَ {28} وَمَاتَشَآءُونَ إِلآَّ أَن يَشَآءَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ {29}
“(yaitu) bagi siapa di antara kamu yang mau menempuh jalan yang lurus. Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam.” (QS. At Takwiir:28-29)

🔴 - Pada ayat “ (yaitu) bagi siapa di antara kamu yang menempuh jalan yang lurus” merupakan bantahan untuk kelompok JABARIYAH (kaum Fatalis) karena pada ayat ini Allah menetapkan adanya kehendak bagi hamba. Hal ini bertentangan dengan keyakinan mereka yang mengatakan bahwa hamba itu dipaksa tanpa memiliki kehendak. Mereka (kelompok Jabariyah) mengatakan manusia itu tidak ada pilihan taqdir.

🔴 - Kemudian Allah berfirman “Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki oleh Allah, Tuhan semesta alam.” Dalam ayat ini terdapat bantahan untuk QODARIYAH yang mengatakan bahwa kehendak manusia itu berdiri sendiri dan diciptakan oleh hamba itu sendiri tanpa ada kaitannya dengan kehendak Allah, perbuatan hamba tidak ada sangkut pautnya dengan Irodah Allah, maka a pada ayat ini Allah mengaitkan kehendak hamba dengan kehendak-Nya. [Al Irsyaad ilaa Shahiihil I’tiqad hal 243-244. Syaikh Sholih Al Fauzan. Maktabah Salsabiil 2006].

3. *Dalam perkara Janji dan Ancaman*

🔴 - Banyak dalil baik dari alQuran dan sunnah tentang janji Allah bagi orang yang beriman, baik itu berupa kenikmatan surga, penghapusan dosa, pahala yang banyak, dan iming-iming lainnya. Di antaranya adalah firman Allah :

قل يَاعِبَادِي الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنفُسِهِمْ لاَتَقْنَطُوا مِن رَّحْمَةِ اللهِ إِنَّ اللهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ {53}

“Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Az Zumar: 53)

🔴 - Contoh dari sunnah misalnya sabda Nabi kepada sahabat Abu Dzar Al Ghifari radhiyallahu ‘anhu,
“Tidaklah seorang hamba mengatakan, ‘Tidak ada sesembahan (yang berhak disembah) selain Allah’, kemudian dia meninggal dengan berpegang teguh pada hal tersebut, melainkan dia pasti masuk surga.” [(H.R. Muslim 138)].

🔴 Dalil-dali di atas disebut nusuusul wa’di (dalil-dalil tentang janji kebaikan)

🔴 - Demikian juga banyak dalil-dalil tentang ancaman, baik itu berupa adzab yang pedih, kekal di neraka, disifati dengan kekafiran dan kefasikan, serta ancaman-ancaman lainnya. Semisal firman Allah Ta’ala,

وَمَن يَقْتُلْ مُؤْمِنًا مُّتَعَمِّدًا فَجَزَآؤُهُ جَهَنَّمُ خَالِدًا فِيهَا وَغَضِبَ اللهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُ وَأَعَدَّ لَهُ عَذَابًا عَظِيمًا {93}

“Dan barangsiapa yang membunuh seorang mu’min dengan sengaja maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya.” (An Nisaa’:93).

🔴 - Dan juga sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wa salaam,
“Mencerca orang muslim adalah fasiq dan memeranginya adalah kufur“ (H.R. Bukhari 46)

🔴 Dalil-dali di atas disebut nusuusul wa’iid (dalil-dalil ancaman).

🔴 - Manusia dalam memahami dalil-dalil di atas terbagi menjadi 2 kelompok yang menyimpang dan satu kelompok pertengahan;
🔴 - Kelompok pertama adalah MURJI’AH. Mereka lebih mengambil dalil-dalil tentang janji kebaikan, namun meninggalkan dalil-dalil ancaman. Mereka mengatakan bahwa setiap dosa selain syirik pasti diampuni. Mereka bilang: tenang bro.... yang penting kita tidak musyrik...ndak masalah kita maksiyat !!?? Keimanan menurut mereka tidak akan dipengaruhi oleh kemaksiatan sebagaimanana ketaatan tidak akan bermanfaat dalam kekafiran. Mereka menyimpang dalam masalah ini karena mereka beribadah kepada Allah hanya berlandaskan raja’ (rasa harap) melulu, dan mengesampingkan sisi khauf (rasa takut).

🔴 - Kelompok kedua disebut WA’IDIYAH, termasuk di dalamnya kelompok Khawarij dan Mu’tazilah. Mereka mengambil dalil-dalil tentang janji kebaikan dan juga ancaman, namun mereka berlebih-lebihan dalam dalil-dalil ancaman. Mereka berpendapat bahwa Allah Ta’ala pasti menunaikan janji dan ancaman-Nya. Yang menyebabkan mereka salah dalam masalah ini karena mereka beribadah kepada Allah dengan khauf semata, dan mengesampingkan sisi raja’ (harap). Prinsip mereka kaku, ekstrem, saklek, maniskriptualis, tasyaddud, keras. Mereka berprinsip berberat-berat dalam beragama: siapa yang berdosa masuk neraka kekal di dalamnya. Siapa yang keluar dari jama’ahnya dibunuh karena dianggap murtad. Ada anggota yang keliru sedikit dalam manhaj langsung dianggap murtad (mufaroqoh). Mereka adalah kelompok keras dan ekstrem dalam beragama. Prinsip mereka tanpa ada keluwesan, sikap pertengahan dan toleran. Seperti : bertanya tentang hukum darah nyamuk, najis atau tidak. Tapi tidak tahu diri; bagaimana hukum darah anggota mereka yang dia bunuh. Sok religius, berdalam-dalam bertanya tentang hukum membunuh semut, tapi tak tau diri: bagaimana hukum mengkafirkan kaum muslimin awam ahlul kiblat.

🔴 - Adapun Ahlus sunnah dalam masalah ini bersikap adil, bersikap pertengahan antara Murjiah dan Wa’idiyyah. Mereka mengambil dalil-dalil tentang janji sekaligus ancaman Allah. Mereka meng’KOMBINASI’ antara sikap khauf dan raja’. (Al Mufiid fii Muhammaati at Tauhid hal 52-54)
3. *Dalam Menggelari dan Menghukumi Seseorang*
🔴 - Yang dimaksud dengan pemberian gelar di sini adalah penamaan/ gelar di dalam agama, yakni istilah yang Allah tetapkan sesuai janji dan ancaman-Nya, seperti mukmin, muslim, kafir, musyrik, fasik, dll. Sedangkan yang dimaksud dengan hukum adalah hukum yang berkaitan dengan pemilik gelar tersebut baik hukum di dunia maupun di akherat.
🔴 - Dalam hal menggelari dan menghukumi seseorang, Ahlus sunnah bersikap adil, pertengahan antara sikap kelompok Wa’idiyyah dan Murjiah.
Pertama: Dalam menggelari seseorang di dunia.

🔴 - Kelompok Wa’idiyyah meniadakan gelar ‘iman’ bagi pelaku dosa besar di dunia. Mereka menyebutnya KAFIR secara mutlak sebagaimana yang dilakukan Khawarij, atau mendudukkannya dalam kedudukan antara keimanan dan kekufuran (manzilah baina manzilatain), dia tidak mukmin dan tidak pula kafir, sebagaimana perbuatan Mu’tazilah.

🔴 - Adapun kelompok Murjiah dan Jahmiyyah beranggapan bahwa pelaku dosa besar adalah tetap mukmin yang tetap sempurna keimanannya. Hal ini karena keimanan menurut mereka hanyalah yang terdapat di dalam hati (ma’rifah qolbiyyah). Mereka menganggap maksiat tidak mempengaruhi keimanan seseorang, sebagaimana ketaatan tidak bermanfaat dalam kekafiran. Bagi kelompok sesat ini keimanan seorang maling sama saja dengan keimanan Jibril. Iman di hati Pelacur sama dengan iman di hati ulama’. Gila benar.

🔴 - Sedangkan dalam keyakinan Ahlus sunnah wal jama’ah, tetap memutlakkan bagi pelaku dosa besar sebagai mukmin, namun bukan mukmin yang sempurna imannya, yakni mukmin yang bermaksiat, mukmin yang fasik, atau mukmin dengan keimanannya dan fasik dengan dosa besar yang dilakukannya. Dengan hilangnya sebagiannya saja tidaklah menghilangkan seluruh keimanannya, namun tidak pula disebut iman yang mutlak (sempurna). Allah ‘Azza wa Jalla telah menggelari kaum mukminin yang saling berperang dalam firman-Nya,

وَإِن طَآئِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا فَإِن بَغَتْ إِحْدَاهُمَا عَلَى اْلأُخْرَى فَقَاتِلُوا الَّتِي تَبْغِي حَتَّى تَفِىءَ إِلَى أَمْرِ اللهِ فَإن فَآءَتْ فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا بِالْعَدْلِ وَأَقْسِطُوا إِنَّ اللهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ {9} إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ {10}

“Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! Tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. Kalau dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil; sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil(9). Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.” (QS. Al Hujuraat:9-10)
🔴 - Kedua: Dalam masalah menghukumi pelaku dosa besar di akhirat. Kelompok Wa’idiyyah menghukumi pelaku dosa besar kekal di neraka abadi selamanya. Demikian pula yang diyakini Khawarij dan Mu’tazilah. Adapun keyakinan Ahlus sunnah, bahwasanya pelaku dosa besar, bisa mendapat adzab, bisa pula mendapat rahmat Allah berupa ampunan. Jika diampuni, maka Allah akan memasukkannya ke dalam surga tanpa mengadzabnya, ini merupakan keutamaan yang Allah berikan bagi hambanya. Jika tidak, maka Allah akan mengadzabnya dan memasukkannya ke dalam neraka, ini sesuai dengan keadilan-Nya. Namun, dia tidak kekal dalam neraka seperti orang kafir. (Al Mufiid fii Muhammaati at Tauhid hal 55-57)

4. *Dalam Menyikapi Para Sahabat*

🔴 - Para sahabat adalah orang yang bertemu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beriman padanya, dan meninggal dalam keadaan Islam.

🔴 - Dalam menyikapi para sahabat, Ahlus sunnah bersikap adil, pertengahan antara sikap Rafidhah danKhawarij.

🔴 - Kelompok Rafidhah (yang dikenal sebagai Syiah di zaman sekarang) ghuluw terhadap sahabat ‘Ali radhiyallahu ‘anhu dan kepada ahli bait. Mereka melebihkannya daripada para sahabat yang lainnya, memerangi sebagian sahabat yang lainnya, menghina, mencela, dan bahkan mengkafirkan sebagian di antara mereka, khususnya terhadap khalifah Abu Bakr, ‘Umar, dan ‘Ustman radhiyallahu ‘anhum.

🔴 - Sebaliknya adalah sikap Khawarij. Mereka mengkafirkan sahabat ‘Ali radhiyallahu ‘anhu dan banyak sahabat yang lainnya. Mereka memeranginya dan menghalalkan darah dan harta mereka. (Syarh al ‘Aqidah al Washitiyah hal 453-454, Syaikh Shalih Fauzan. Daarul Ibnul Jauzi)

🔴 - Adapun Ahlus sunnah menyikapi mereka secara adil, berada pertengahan antara dua kelompok sesat di atas. Mereka mencintai paras ahabat radhiyallahu ‘anhum , meridhai mereka, meyakini keadilan mereka dan bahwasannya mereka adalah umat yang paling utama. Allah telah menjadikan mereka penjaga agama-Nya, dan menegakkan dengan sebab mereka akidah keimanan yang lurus dan suci.

🔴 - Dalil dalil al Quran dan sunnah tentang keutamaan mereka sangat banyak. Di antaranya adalah firman Allah Ta’ala,

ُّحَمَّدُُ رَّسُولُ اللهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّآءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَآءُ بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلاً مِّنَ اللهِ وَرِضْوَانًا سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِم مِّنْ أَثَرِ السُّجُودِ ذَلِكَ مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَمَثَلُهُمْ فِي اْلإِنجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْئَهُ فَئَازَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فاَسْتَوَى عَلَى سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ وَعَدَ اللهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْهُم مَّغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمَا {29}

“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud . Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya. tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mu’min). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar.” (QS. Al Fath:29)

🔴 - Demikian pula sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
لَا نَصِيفَهُ وَلَا أَحَدِهِمْ مُدَّ بَلَغَ مَا ذَهَبًا أُحُدٍ مِثْلَ أَنْفَقَ أَحَدَكُمْ أَنَّ لَوْفَ أَصْحَابِي تَسُبُّوا
“Janganlah kalian mencela sahabat-sahabatku. Seandainya salah seorang dari kalian menginfaqkan emas sebanyak bukit uhud, tidak akan ada yang menyamai satu timbangan (pahala) seorangpun dari mereka, juga tidak akan sampai setengahnya” (H.R Bukhari 3397)
.[13]

🔴 - inilah di antara bentuk sikap adil Ahlus sunnah. Sikap beragama yang harus kita pegang teguh dalam melaksanakan agama ini. Semoga paparan ringkas ini dapat memperkokoh akidah dan keyakinan kita. Washalallahu ‘alaa Nabiyyina Muhammad.




Penulis: _Abi ‘Athifah Adika Mianoki_
Muroja’ah: M.A. Tuasikal
Semoga bermanfaat. Amiin
ابو حسن

Seni Bahagia Rumah Tangga

🔘 *TANDA KEBAHAGIAAN*

Berkata Imam Syatibi رحمه الله:

من علامات السعادة على العبد:
- تيسير الطاعة عليه
- وموافقة السنة في أفعاله
- وصحبته لأهل الصلاح
- وحسن أخلاقه مع الإخوان
- وبذل معروفه للخلق
- واهتمامه للمسلمين
- ومراعاته لأوقاته (الاعتصام ٢/ ١٥٢)

"Diantara tanda kebahagiaan seorang hamba adalah:
- dia dimudahkan taat kepada Allah
- perbuatannya mencocoki sunnah
- pergaulannya di sekitar orang² sholih
- akhlaknya bagus dengan kawan²nya
- mengerahkan segala kebaikan untuk hamba² Allah
- peduli dengan kaum muslimin
- sangat perhatian dalam menjaga waktunya" (al-i'tisham)

Berkata Ibnul Qoyim رحمه الله تعالى :

‏المؤمن المُخلص لله من أطيب الناس عيشاً ، وأنعمهم بالاً ، وأشرحهم صدراً ، وأسرهم قلباً ، وهذه جنة عاجلة قبل الجنة الآجلة .
[ الداء والدواء | ٤٥٩ ] .

"Seorang mukmin yang ikhlas kepada Allah adalah sebaik² orang yang bagus kehidupannya, paling nikmat permasalahannya, paling lapang dadanya, paling senang hatinya, dan demikian ini merupakan surga dunia sebelum surga (hakiki) kelak di akhirat"

🔘 *ALI BIN ABU TALIB*

*Sebagian kisah sahabat Ali bin Abi talib*

جَاءَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْتَ فَاطِمَةَ فَلَمْ يَجِدْ عَلِيًّا فِي البَيْتِ ، فَقَالَ : أَيْنَ ابْنُ عَمِّكِ ؟ قَالَتْ : كَانَ بَيْنِي وَبَيْنَهُ شَيْءٌ فَغَاضَبَنِي ، فَخَرَجَ ، فَلَمْ يَقِلْ عِنْدِي . فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِإِنْسَانٍ : انْظُرْ أَيْنَ هُوَ ؟ فَجَاءَ فَقَالَ : يَا رَسُولَ اللَّهِ ! هُوَ فِي المَسْجِدِ رَاقِدٌ ، فَجَاءَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ مُضْطَجِعٌ قَدْ سَقَطَ رِدَاؤُهُ عَنْ شِقِّهِ ، وَأَصَابَهُ تُرَابٌ ، فَجَعَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَمْسَحُهُ عَنْهُ ، وَيَقُولُ : قُمْ أَبَا تُرَابٍ ، قُمْ أَبَا تُرَابٍ )
رواه البخاري (441) ، ومسلم (2409)

Rasulullah _shallallahu ‘alaihi wasallam_ datang ke rumah Fatimah namun ‘Ali tidak ada di rumah. Beliau lalu bertanya: “Kemana putera pamanmu?” Fatimah menjawab, “Antara aku dan dia terjadi sesuatu hingga dia marah kepadaku, lalu dia pergi dan tidak tidur siang di rumah.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepada seseorang: “Carilah, dimana dia!” Kemudian orang itu kembali dan berkata, “Wahai Rasulullah, dia ada di masjid sedang tidur.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mendatanginya, ketika itu Ali sedang berbaring sementara kain selendangnya jatuh di sisinya hingga ia tertutupi debu. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membersihkannya seraya berkata: “Wahai Abu Thurab (thurob = debu), bangunlah. Wahai Abu Thurob, bangunlah” (HR Bukhari dan Muslim).

*Fawaid Hadits *
1. Seni muamalah dalam rumah tangga
2. Keutamaan shahabat ‘Ali ibn Abi Thalib _radhiyallahu ‘anhu._ Kedudukan yang tinggi imam Ali di sisi rosulullah. Beliu usapkan debu dan beliau dekap Ali.
3. Bolehnya mencandai seseorang yang sedang marah dengan sesuatu hal yang tidak membuatnya marah, bahkan lupa dengan marahnya
4. Bolehnya menamai seseorang bukan dengan nama kuniyah selain nama anaknya, bahkan boleh menamai seseorang yang sudah punya nama kuniyah.
5. Bolehnya menggelari seseorang dengan nama kuniyah selama tidak membuatnya merasa terganggu.
6. Contph teladan akhlak mulia Nabi [] sebagai seorang mertua beliau terhadap menantunya dengan menghiburnya di saat marah.
7. Apabila seorang suami tidak mampu berbincang dengan tenang dengan istrinya, hendaknya keluar rumah dan hendaknya masuk lagi jika suasana telah tenang
8. Mengubah posisi saat mengalami marah, mencari tempat agar memperoleh ketenangan dan nenghilangkan amarah
9. Adanya sunnah qoilullah, tidur siang sebentar
10. Bolehnya tidur dan berbaring di masjid
11. Bolehnya bercanda dengan lemah lembut
12. Kelemah lembutan dengan menyebut hubungan keluarga "dimana anak pamanmu itu?" Agar menjadi sebab perbaikan dan kasih sayang.
13. Bolehnya menikah dengan anak paman
14. bolehnya orangtua masuk rumah putrinya meskipun tanpa izin suaminya.
15. Anjuran mendamaikan pihak yang berseteru/ berselisih
16. Bolehnya menampakkan pundak laki2 di luar sholat
17. Anjuran kesabaran dalam urusan rumah tangga
18. Teladan contoh Akhlak yang baik seorang suami kepada istrinya.
19. Akhlak yang baik seorang mertua kepada menantunya
20. Zuhud dan tawadhu'nya imam Ali yang tidur tanpa alas di atas tanah
21. Marah adalah tabiat lumrah manusia, yang terbaik adalah mereka yang mampu mengendalikannya.
22. Kadang² ujian perselisihan itu tetap terjadi dalam bahtera rumah tangga, meskipun keluarga orang yang sangat sholih sekalipun.
23. Di antara keutamaan sahabat Ali bin abi Talib adalah sabar
24. Jika seseorang itu marah hendaklah segera diam, segera berbaring atau segera keluar dari rumah
25. Keutamaan menahan amarah dan bahaya melampiaskan amarah.
26. Sifat utama nabi yang bijaksana terhadap keduanya, tidak memihak, tidak berat sebelah dan justru mendoakan kepada keluarganya.
27. Batilnya aqidah Syi'ah dan sufi, yang terlalu berlebih²an (ghuluw) terhadap Ali bin Abi Talib



Semoga bermfaat. Amiin.
أبو حسن
17okt2018

Mengapa Petaka Tiada Sirna?

*KENAPA TERJADI BENCANA TERUS*

🔶 Wahai saudaraku seiman, sesungguhnya tidak mungkin ada asap tanpa api, tak mungkin ada buah tanpa pohon, dan tidak mungkin ada akibat tanpa sebab, begitu juga tidak mungkin terjadi bencana tanpa pelanggaran dan kemaksiatan yang diperbuat oleh manusia.

🔶 Dan suatu sikap wajar ketika ada seorang masuk ke halaman rumah orang lain, terus bertingkah dan tidak beradab maka sewajarnya sang pemilik rumah murka dan memberi sangsi sebagai teguran dan peringatan kepadanya.

🔶 Renungan;

مَعْشَرَ الْمُهَاجِرِينَ خَمْسٌ إِذَا ابْتُلِيتُمْ بِهِنَّ وَأَعُوذُ بِاللَّهِ أَنْ تُدْرِكُوهُنَّ لَمْ تَظْهَرْ الْفَاحِشَةُ فِي قَوْمٍ قَطُّ حَتَّى يُعْلِنُوا بِهَا إِلَّا فَشَا فِيهِمْ الطَّاعُونُ وَالْأَوْجَاعُ الَّتِي لَمْ تَكُنْ مَضَتْ فِي أَسْلَافِهِمْ الَّذِينَ مَضَوْا وَلَمْ يَنْقُصُوا الْمِكْيَالَ وَالْمِيزَانَ إِلَّا أُخِذُوا بِالسِّنِينَ وَشِدَّةِ الْمَئُونَةِ وَجَوْرِ السُّلْطَانِ عَلَيْهِمْ وَلَمْ يَمْنَعُوا زَكَاةَ أَمْوَالِهِمْ إِلَّا مُنِعُوا الْقَطْرَ مِنْ السَّمَاءِ وَلَوْلَا الْبَهَائِمُ لَمْ يُمْطَرُوا وَلَمْ يَنْقُضُوا عَهْدَ اللَّهِ وَعَهْدَ رَسُولِهِ إِلَّا سَلَّطَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ عَدُوًّا مِنْ غَيْرِهِمْ فَأَخَذُوا بَعْضَ مَا فِي أَيْدِيهِمْ وَمَا لَمْ تَحْكُمْ أَئِمَّتُهُمْ بِكِتَابِ اللَّهِ وَيَتَخَيَّرُوا مِمَّا أَنْزَلَ اللَّهُ إِلَّا جَعَلَ اللَّهُ بَأْسَهُمْ بَيْنَهُمْ) [رواه ابن ماجة والحاكم]

"Wahai kaum Muhajirin sesungguhnya ada lima bencana, kalian akan diuji dengan lima bencana tersebut, Aku berlindung kepada Allah agar tidak menimpa kalian; 

1. *tidaklah perbuatan keji (zina)* merajalela di suatu negeri melainkan *akan menyebar wabah dan penyakit* yang belum pernah menimpa pada umat sebelum kalian, 

2. *tidaklah mereka mengurangi takaran* dan timbangan melainkan Allah akan menimpakan *paceklik, krisis dan jahatnya penguasa atas mereka* ,

3. tidaklah mereka *menahan /tak bayar zakat mal* melainkan Allah akan *menahan hujan dari langit* kalau bukan karena kasihan kepada hewan ternak niscaya akan ditahan hujannya, 

4. tidaklah mereka *melanggar janji Allah dan janji Rasul* melainkan Allah akan menjadikan mereka *dikuasai musuh* dan mengambil sebagian dari kekayaan mereka dan 

5. tidaklah para *penguasa meninggalkan hukum Kitabullah dan tidak memilih hukum yang diturunkan Allah* melainkan *Allah akan menjadikan dirundung konflik antara mereka* sendiri." (H.R Ibnu Majah dan al-Hakim)

🔶 Dan kenyataan ini telah terjadi ; 

- berbagai nama dan istilah penyakit baru. Penyakit gaya baru. Tambah aneh² nama-nama baru penyakit.
- paceklik, krisis pangan, krisis ekonomi, nilai tukar mata uang anjlok, sulitnya lapangan pekerjaan,
- dikuasai musuh, dalam bentuk budaya, peradaban, pemikiran, bahkan perekonomian, terlilit hutang, keterlibatan pihak asing sudah menguasai berbagai bidang.
- dirundung konflik antara mereka sendiri. Karena rebutan kekuasaan. Yang sudah berkuasa ingin memperpanjang, yang belum berkuasa kebelet sudah ngantri lama. Karena Hukum Allah dan Sunnah nabi dicampakkan- akhirnya mereka ribut sendiri. Saling menyalahkan, rebutan massa/ umat, bikin fitnah, politikus menyerang politikus, tokoh agama serang tokoh agama. Ribut melulu, karena hukum Allah dan sunnah nabi dilempar ke belakang.

Semoga bermanfaat. Amiin.




Ketika Susah Nestapa Menyapa

*KETIKA GUNDAH MENERPA*

_Assalamualaikum watohmatullah wabarokatuh_ ,,ustad sy pernah dengar klo Rosulullah saw lagi gelisah,beliau solat 2 rakaat,trus sy mau tanya apabila kita ada mslh bolehkah kita melakukan solat sunah 2 rakaat trsbt, dan blhkah waktunya kpn saja dan niat solatnya solat apa ya ustadz?? Dan bagaimana kalu udah sholat tetep saja gundah dan susah gak ilang2. _jazakallahu khairan._

Wallahu Ta'âlâ a'lam, saya blm tahu riwayat tsb.

Tapi yang pasti, Allah merintahkan gagar kita selalu mohon pertolongan kepadaNya melalui sholat. Dia berfirman :

وَاسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ ۚ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى الْخَاشِعِينَ
"Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu'"
[Surat Al-Baqarah 45]

Jadi bermohonlah melalui sholat, agar dikeluarkan dari segala kesumpekan, segala kesulitan. Kalau belum semua masalah belum beres semua, ya sabar. Sholat dan sabar. Minimal sebagian keruwetan masalah tadi berkurang. Satu persatu udar, ketemu titik temunya. Ujungnya sudah di dapat, akar masalahnya sudah lumayan ditarik.

Benarlah ungkapan:
كل انسان مبتلى
"Setiap orang itu pasti diuji."

Ada orang kelihatannya hidup gak ada masalah. Selalu happy happy tampaknya. Tapi jika diteliti tetap saja dia menerima ujian. Pasti. Ini sudah janji alam. Rumus hidup. Bahwa ; tidak ada manusia tanpa ujian, tidak ada manusia tanpa masalah. Yang tampak gajinya gedé, pangkatnya terhormat, pekerjaannya okey... ternyata dia diuji langganan sakit gigi. Ada mbak-mbak kelihatan hidup enak, nyaman, tentram, nyetir mobil bagus, gak tampak ada kesusahan hidupnya. Eh... ternyata ada saja sakit dia punya... sering pusing, darah rendah, apendiksitis. Ada tuan² nampak enak hidupnya... kelihatan menjalani hari- hari begitu nyaman aman kecukupan, lancar, mantab jiwa... ternyata tetap saja ada ujiannya. Apakah terjangkit trigli, gula darah, asam urat, ostoporosis, brongkitis, dan banyak lagi. Ada lagi yang kelihatan nampang kerén, tampang bekén, cakep, gagah, bodi tinggi, besar berwibawa, sejahtera. Ternyata banyak sekali hutangnya. Melalui hari demi hari, pekan demi pekan tanpa uang sepeser di dompet. Dompet sekarat, ATM KO, pendapatan ngos-ngosan. Maka benarlah.... setiap orang itu pasti diuji dengan model ujian masing².

إِنَّ الْإِنْسَانَ خُلِقَ هَلُوعًا (19) إِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ جَزُوعًا (20) وَإِذَا مَسَّهُ الْخَيْرُ مَنُوعًا (21)

“Sesungguhnya manusia itu diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir (19) Apabila ia ditimpa musibah, ia berkeluh kesah (20) dan apabila ia mendapat kebaikan, ia amat kikir (21)” (Al-Ma’arij)

Ayat di atas telah memberikan peringatan kepada manusia akan sifat yang telah dibawa semenjak ia diciptakan. Manusia kebanyakan gundah susah, redah gelisah, penuh keluh dan kesah. Ketika mendapat musibah dia bersusah, namun kikir ketika mendapatkan nikmat melimpah.

Oleh karenanya, di sinilah pentingnya bermohon kepada Allah. Minta saja apa maumu. Adukan saja apa pintamu. Kau merengek-rengek kepada manusia tentang kesusahanmu hanyalah ditertawakan dan dipermalukan. Malu-malu dan ragu² kau mengadu. Yang kau dapat hanyalah ejekan. Namun, Allah tak kan pernah mengecewakan hambaNya. Terus terang saja apa yang kamu minta. Sampaikan. Uangmu habis? Minta Dia !!. Dia memiliki segalanya. Anda gak dapat² jodoh? Minta kepadaNya. Jangankan jodoh... segala makhluk yang ada ini milik Dia. Minta apa lagi. Minta anak keturunan, minta kesehatan, minta tambahan harta... minta saja. Kalau engkau tak minta kepadaNya, Allah justru murka kepada anda !!

الله يغضب إن تركت سؤاله وبني آدم حين يسأل يغضب

“Allah murka pada orang yang enggan meminta kepada-Nya, sedangkan manusia ketika diminta ia marah”

Yang penting tau diri saja. Jangan juga minta helikopter ya. Soalnya anda tak punya garasinya. Yang jelas jangan malu² minta kepadaNya. Bahkan tentang permintaan yang lebih remeh dari itu semua...

" لِيَسْأَلْ أَحَدُكُمْ رَبَّهُ حَاجَتَهُ كُلَّهَا ، حَتَّى يَسْأَلَهُ شِسْعَ نَعْلِهِ إِذَا انْقَطَعَ "

"Hendaklah salah seorang diantara kalian akan benar-benar memohon kebutuhan kepada Rabnya dalam segala hal, hingga tali sandal yang putus pun ia akan memohon kepada-Nya." (Musnad Abu Ya’la, no. 3403; Ibnu Hibban no. 866)

Adapun sunnah Nabi yang valid tatkala dirundung keresahan dan gundah gulana adalah beliau mengajarkan utk banyak berdoa, dan lafal doa tsb cukup banyak, diantaranya :

 “Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata: “Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam berdoa ketika kesusahan, beliau mengucapkan:

"لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ الْعَظِيمُ الْحَلِيمُ، لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ، لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ رَبُّ السَّمَوَاتِ، وَرَبُّ الْأَرْضِ، وَرَبُّ الْعَرْشِ الْكَرِيمِ"

Artinya: “Tiada sembahan yang berhak diibadahi kecuali Allah Yang Maha Agung, Maha Bijaksana, Tiada sembahan yang berhak diibadahi kecuali Allah Rabb Al ‘Arsy Yang Agung, Tiada sembahan yang berhak diibadahi kecuali Allah Rabbnya langit dan Rabbnya bumi, Rabbnya “Arsy Yang Mulia.” (HR. Bukhari dan Muslim)

 “Dari Abu Bakrah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Doa saat resah:

اللَّهُمَّ رَحْمَتَكَ أَرْجُو فَلَا تَكِلْنِي إِلَى نَفْسِي طَرْفَةَ عَيْنٍ أَصْلِحْ لِي شَأْنِي كُلَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ

Artinya: “Wahai Allah, Rahmat-Mu yang aku harapkan, maka janganlah kau biarkan aku bersandarkan kepada diriku walau sekejap mata, perbaikilah keadaanku seluruhnya, tiada sembahan yang berhak disembah kecuali Engkau.” (HR. Abu Daud)

 “dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata: “Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam jika disusahkan sebuah perkara, beliau berkata:

" يَا حَيُّ يَا قَيُّومُ بِرَحْمَتِكَ أَسْتَغِيثُ

“Wahai yang Maha hidup, Maha berdiri sendiri, dengan rahmat-Mu aku meminta pertolongan.” HR. Tirmidzi dan dihasankan oleh Al Albani.

Dan masih banyak doa² lainnya.
Bolehkah sholat saat resah dan gundah gulana? Jawabnya boleh, berdasarkan keumuman surat Al-Baqarah : 45 di atas. 

Caranya :
 bisa dg sholat rawatib dan sholat sunnah rawatib (seperti ba'diyah dan qobliyah), karena shalat khusyu' itu menenangkan jiwa.

 Bisa dg sholat sunnah lainnya spt sholat dhuha, tahajud, dll.

 Bisa juga dg sholat sunnah muthlaq, kapanpun dan dimanapun ingin sholat, maka ia sholat (kecuali di waktu² yg memang terlarang).


Semoga bermanfaat. Amiin.
Semoga Allah mengabulkan doa- doa kita. Amiin.
Wallahu a'lam.