Abu Hasan

مجموعة الاسلامية على نهج سلف الأمة

Selasa, 05 Februari 2019

Anak Akherat

 *ANAK AKHERAT*

🔸Berkata Imam Ibnul Qayyim _rahimahullah_ :

️" ﻛﻦ ﻣﻦ ﺃﺑﻨﺎﺀ ﺍﻵﺧﺮﺓ ،
ﻭﻻ ﺗﻜﻦ ﻣﻦ ﺃﺑﻨﺎﺀ ﺍﻟﺪﻧﻴﺎ ،
فإن ﺍﻟﻮﻟﺪ ﻳﺘﺒﻊ ﺍﻷﻡ " .
📚 ‏[ ﺍﻟﻔﻮﺍﺋﺪ : 446 ‏]

"Jadilah kalian anak-anak akhirat, Dan jangan menjadi anak-anak (budak) dunia. Karena seorang anak akan mengikuti ibunya." (al Fawaid hal. 446).

🔸Anak² pasti rindu kepada kampung halamannya. Rindu pada ibunda yang melahirkannya. Negeri surga tempat kakeknya yang dahulu Adam diciptakan. Demikianlah jika hati seseorang itu suci sudah barang tentu rindu kepada kampung akhiratnya. Kangen berat ingin melihat buah amalnya, rindu ingin memetik tanaman pahala sedekahnya, ingin sekali berjumpa dan berkumpul dengan teman² sepermainannya, seaqidah dan para pengikut nabinya. Anak² akhirat tentu sangat rindu ingin melihat istana² megah yang telah lama dibangunnya lewat sholat dan ibadah. Ingin menengok istri- istri bidadari cantik yang sekian lama telah menunggunya.

🔸Perjalanan alias traveling pasti membutuhkan perbekalan yang cukup. Berupa kendaraan, informasi tempat tujuan, antisipasi perencanaan, kode booking, akomodasi, ATM, dan lainnya. Demikian pula perjalanan akhirat yang bermula setelah kematian membutuhkan persiapan. Tanpa bekal perjalanan pasti tersiksa. Tidak ada uang nekat pergi perjalanan jauh, pasti jadi terlantar ataupun ketidaknyamanan di tengah perjalanan.

🔸Rasulullah _shallallahu ‘alaihi wasallam_ pernah memegang pundaknya Abdullah putra Umar, lalu berkata,

ﻛُﻦْ ﻓِﻰ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ ﻛَﺄَﻧَّﻚَ ﻏَﺮِﻳﺐٌ ، ﺃَﻭْ ﻋَﺎﺑِﺮُ ﺳَﺒِﻴﻞٍ

“Hiduplah kalian di dunia seperti orang asing, atau seperti seorang pengembara”

🔸Hadits di atas mengajarkan bahwa: dunia ini bukanlah tempat menetap selamanya. Entah nanti sore, entah besuk, entah tahun depan pasti kita tinggalkan. Dunia ini bukanlah negeri kita yang sesungguhnya. Apa yang kita telah lalui dari kisah²nya hanyalah kenangan mimpi. Dan apa yang belum kita alami, apa yang masih kita rencanakan hanyalah angan² imaginasi. Dan semua berakhir. Nisbi. Pergi. Fana. Sirna.

🔸Dari sini seharusnya setiap mukmin berada pada salah satu dari dua keadaan :
*Pertama:* Hidup seperti orang asing yang tinggal di negeri asing. Tentu saja yang ia harus lakukan adalah hatinya tidak bergantung pada dunia. Hatinya hanya bergantung pada kampung sesungguhnya yang nanti ia akan kembali, yaitu negeri akhirat.

*Kedua*. Saat di negeri asing, seorang pengembara pasti sungguh² menggunakan setiap detik masanya. Tidak ada yang dia lalaikan dari tujuannya melakukan perjalanan. Sungguh² memanfaatkan potensinya untuk kelancaran travelnya. Memperbaiki kendaraannya, mengisi bahan bakar, memeriksa apa² yang kurang. Sungguh² beramal, sungguh² beribadah, sungguh² bekerja. Tidak ada yang dilalaikan. Mukim seorang yang asing di dunia hanya untuk menyiapkan bekal menuju ke kampung akhirat.

*Ketiga* . Tidak pernah bersaing yaitu antara orang asing tadi dan penduduk asli (penggila dunia).
*Keempat* . Tidak pernah gelisah ketika ada yang terluput dari mendapat dunia. Itulah sifat orang asing.

🔸Al-Hasan Al-Bashri berkata,

ﺍﻟﻤﺆْﻣِﻦُ ﻓِﻲ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ ﻛَﺎﻟﻐَﺮِﻳْﺐِ ﻻَ ﻳَﺠْﺰَﻉ ﻣِﻦْ ﺫُﻟِّﻬَﺎ ، ﻭَﻻَ ﻳُﻨَﺎﻓِﺲُ ﻓِﻲ ﻋِﺰِّﻫَﺎ ، ﻟَﻪُ ﺷَﺄْﻥٌ ، ﻭَﻟِﻠﻨَّﺎﺱِ ﺷَﺄْﻥٌ

“Seorang mukmin di dunia seperti orang asing. Tidak pernah gelisah terhadap orang yang mendapatkan dunia, tidak pernah saling berlomba dengan penggila dunia. Penggila dunia memiliki urusan sendiri, orang asing yang ingin kembali ke kampung akhirat punya urusan sendiri.” (Jami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 2: 379)

🔸‘Atho’ As-Salimi berkata dalam doanya,

ﺍﻟﻠﻬﻢَّ ﺍﺭْﺣَﻢْ ﻓِﻲ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ ﻏُﺮْﺑَﺘِﻲ ، ﻭَﺍﺭْﺣَﻢْ ﻓِﻲ ﺍﻟﻘَﺒْﺮِ ﻭَﺣْﺸَﺘِﻲ ، ﻭَﺍﺭْﺣَﻢْ ﻣَﻮْﻗِﻔِﻲ ﻏَﺪﺍً ﺑَﻴْﻦَ ﻳَﺪَﻳْﻚَ

“Ya Allah, rahmatilah keasinganku di dunia, selamatkanlah dari kesedihan di kuburku, rahmatilah aku ketika aku berdiri di hadapanMu kelak.” (Jami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 2: 379)

🔸Orang yang tergila² dengan dunia, lupa akan akhirat, gambarannya seperti yang disampaikan oleh Yahya bin Mu’adz Ar-Razi,

ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ ﺧَﻤْﺮُ ﺍﻟﺸَّﻴْﻄَﺎﻥ ، ﻣَﻦْ ﺳَﻜِﺮَ ﻣِﻨْﻬَﺎ ﻟَﻢْ ﻳُﻔِﻖْ ﺇِﻻَّ ﻓِﻲ ﻋَﺴْﻜَﺮِ ﺍﻟﻤﻮْﺗَﻰ ﻧَﺎﺩِﻣﺎً ﻣَﻊَ ﺍﻟﺨَﺎﺳِﺮِﻳْﻦَ

“Dunia adalah arak nya setan. Siapa yang mabuk, barulah tersadarkan diri ketika kematian (yang gelap) itu datang. Nantinya ia akan menyesal bersama dengan orang-orang yang merugi.” (Jami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 2: 381)

*Kelima* : Hidup seperti seorang musafir atau pengembara, petualang yang tidak punya niatan untuk menetap sama sekali. Orang seperti hanya ingin terus menelusuri jalan hingga sampai pada ujung akhirnya, yaitu kematian. Yang ia lakukan:

1. Terus mencari bekal untuk safarnya supaya bisa sampai pada tujuan perjalanan.
2. Tidak punya keinginan untuk memperbanyak kesenangan dunia karena ingin sibuk terus menambah bekal.

🔸Fudhail bin ‘Iyadh. Beliau pernah mengatakan pada seseorang,
ﻛَﻢْ ﺃَﺗَﺖْ ﻋَﻠَﻴْﻚَ ؟

“Berapa umur yang telah kau lewati?”

Ia menjawab,
ﺳِﺘُّﻮْﻥَ ﺳَﻨَﺔ
ً
“Enam puluh tahun.”
Fudhail menyatakan,

ﻓَﺄَﻧْﺖَ ﻣُﻨْﺬُ ﺳِﺘِّﻴْﻦَ ﺳَﻨَﺔً ﺗَﺴِﻴْﺮُ ﺇِﻟَﻰ ﺭَﺑِّﻚَ ﻳُﻮﺷِﻚُ ﺃَﻥْ ﺗَﺒﻠُﻎَ

“Selama 60 tahun ini engkau sedang berjalan menuju Rabbmu dan sebentar lagi engkau akan sampai.”
Orang itu menjawab,

ﺇِﻧّﺎ ﻟﻠﻪِ ﻭَﺇﻧَّﺎ ﺇِﻟَﻴْﻪِ ﺭَﺍﺟِﻌُﻮْﻥَ

“Segala sesuatu milik Allah dan akan kembali pada Allah.”
Fudhail balik bertanya,

ﺃَﺗَﻌْﺮِﻑُ ﺗَﻔْﺴِﻴْﺮَﻩ
ُ
“Apa engkau tahu arti kalimat yang engkau ucapkan tersebut?”

Fudhail lantas melanjutkan, harusnya engkau katakan pula,

ﺃَﻧَﺎ ﻟﻠﻪِ ﻋَﺒْﺪٌ ﻭَﺇِﻟَﻴْﻪِ ﺭَﺍﺟِﻊٌ ، ﻓَﻤَﻦْ ﻋَﻠِﻢَ ﺃَﻧَّﻪُ ﻟﻠﻪِ ﻋَﺒْﺪٌ ، ﻭَﺃَﻧَّﻪُ ﺇِﻟَﻴْﻪِ ﺭَﺍﺟِﻊٌ ، ﻓَﻠْﻴَﻌْﻠَﻢْ ﺃَﻧَّﻪُ ﻣَﻮْﻗُﻮْﻑٌ ، ﻭَﻣَﻦْ ﻋَﻠِﻢَ ﺃَﻧَّﻪُ ﻣَﻮْﻗُﻮْﻑٌ ، ﻓَﻠْﻴَﻌْﻠَﻢْ ﺃَﻧَّﻪُ ﻣَﺴْﺆُﻭْﻝٌ ، ﻭَﻣَﻦْ ﻋَﻠِﻢَ ﺃَﻧَّﻪُ ﻣَﺴْﺆُﻭْﻝٌ ، ﻓَﻠْﻴُﻌِﺪَّ ﻟِﻠﺴُّﺆَﺍﻝِ ﺟَﻮَﺍﺑﺎ
ً
“Sesungguhnya aku adalah hamba di sisi Allah dan akan kembali pada-Nya. Siapa saja yang mengetahui Allah itu memiliki hamba dan akan kembali pada-Nya, maka tentu ia tahu bahwa hidupnya akan berakhir. Kalau tahu hidupnya akan berakhir, tentu ia tahu bahwa ia akan ditanya. Kalau ia tahu akan ditanya, maka ia tentu akan mempersiapkan jawaban dari pertanyaan yang ada. ”

Orang itu bertanya pada Fudhail,

ﻓَﻤَﺎ ﺍﻟﺤِﻴْﻠَﺔُ ؟
“Adakah alasan yang bisa dibuat-buat untuk melepaskan diri?”

Fudhail menjawab,
ﻳَﺴِﻴْﺮَﺓ
ٌ
“Itu mudah.”

Ia balik bertanya,
ﻣَﺎ ﻫِﻲَ ؟
“Apa itu?”
Fudhail menjawab,

ﺗُﺤْﺴِﻦُ ﻓِﻴْﻤَﺎ ﺑَﻘِﻲَ ﻳُﻐْﻔَﺮُ ﻟَﻚَ ﻣَﺎ ﻣَﻀَﻰ ﻓَﺈِﻧّﻚَ ﺇِﻥْ ﺃَﺳَﺄْﺕَ ﻓِﻴْﻤَﺎ ﺑَﻘِﻲَ ، ﺃُﺧِﺬْﺕَ ﺑِﻤَﺎ ﻣَﻀَﻰ ﻭَﺑِﻤَﺎ ﺑَﻘِﻲ
َ
“Hendaklah beramal baik di sisa umur yang ada, maka akan diampuni kesalah-kesalahanmu yang terdahulu. Karena jika engkau masih berbuat jelek di sisa umurmu, engkau akan disiksa karena kesalahanmu yang dulu dan sisa umurmu yang ada.” (Jami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 2: 383)

🔸Kita dapat ambil pelajaran dari apa yang dikatakan oleh Imam Ahmad tentang maksud zuhud,

ﺃﻱُّ ﺷﻲﺀٍ ﺍﻟﺰُّﻫﺪ ﻓﻲ ﺍﻟﺪﻧﻴﺎ ؟ ﻗﺎﻝ : ﻗِﺼَﺮُ ﺍﻷﻣﻞ ، ﻣﻦ ﺇﺫﺍ ﺃﺻﺒﺢَ ، ﻗﺎﻝ : ﻻ ﺃُﻣﺴﻲ ، ﻗﺎﻝ : ﻭﻫﻜﺬﺍ ﻗﺎﻝ ﺳﻔﻴﺎﻥ . ﻗﻴﻞ ﻷﺑﻲ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻠﻪ : ﺑﺄﻱِّ ﺷﻲﺀ ﻧﺴﺘﻌﻴﻦ ﻋﻠﻰ ﻗِﺼَﺮِ ﺍﻷﻣﻞ ؟ ﻗﺎﻝ : ﻣﺎ ﻧﺪﺭﻱ ﺇﻧَّﻤﺎ ﻫﻮ ﺗﻮﻓﻴﻖ

“Bagaimana cara zuhud terhadap dunia?” Jawab Imam Ahmad, “Tidak berpanjang angan-angan. Ketika berada di pagi hari, maka ia tidak berkata, “Ahh … Tunggu sore saja.”

Sufyan juga pernah bertanya pada Imam Ahmad, “Bagaimana agar kita tidak panjang angan-angan?” Jawab beliau, “Bisa seperti hanya taufik dari Allah.” (Jami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 2: 384)

🔸Semoga kita tidak jadi seperti orang yang menyesal …

ﺭَﺏِّ ﺍﺭْﺟِﻌُﻮﻥِ ﻟَﻌَﻠِّﻲ ﺃَﻋْﻤَﻞُ ﺻَﺎﻟِﺤًﺎ ﻓِﻴﻤَﺎ ﺗَﺮَﻛْﺖ
ُ
“(Ketika datang kematian pada seseorang, lalu ia berkata): Ya Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia) agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan.” (QS. Al Mu’minuun: 99-100).


Semoga bermanfaat. Amiin.
أبو حسن

Tidak ada komentar :

Posting Komentar