Abu Hasan

مجموعة الاسلامية على نهج سلف الأمة

Minggu, 05 Februari 2017

TIDAK BOLEH MENIMBULKAN BAHAYA

*TIDAK BOLEH MENIMBULKAN BAHAYA*

Dari Abû Sa’îd Sa’d bin Mâlik bin Sinân al-Khudri ﺭَﺿِﻲَ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻨْﻪ, Rasûlullâh ﺻَﻠَّـﻰ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢ bersabda,
 *ﻟَﺎ ﺿَﺮَﺭَ ﻭَﻟَﺎ ﺿِﺮَﺍﺭ*
َ
*“Tidak boleh ada bahaya dan tidak boleh membahayakan orang lain.”*
(Riwayat Al-Baihaqi : VI/69)

Dalam riwayat al-Hâkim ada tambahan,

َﻣَﻦْ ﺿَﺎﺭَّ ﺿَﺮَّﻩُ ﺍﻟﻠﻪُ ﻭَﻣَﻦْ ﺷَﺎﻕَّ ﺷَﻖَّ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪ

Barangsiapa membahayakan orang lain, maka Allâh akan membalas bahaya kepadanya dan barangsiapa menyusahkan atau menyulitkan orang lain, maka Allâh akan menyulitkannya.”

Para ahli fiqih meng-qiyas-kan semua perkara-perkara yang berbahaya dengan kaidah ini, terutama masalah-masalah kontemporer yang tidak ada pada zaman Nabi misalnya, narkoba, riba' dan segala jenisnya.

Contoh lain yang dapat diambil dari kaidah ini ;

1. *Menceraikan istri*, lalu ketika waktu iddah'ya hampir habis dia rujuk lagi, lalu menceraikannya lagi, demikian seterusnya tanpa batas akhir sebagaimana di zaman jahiliyah. Sehingga istri yang tidak digauli merasa merana dan terlunta², merasa bukan seperti istri. Maka hal ini termasuk membahayakan dan tidak boleh dilakukan. Karena dengan perceraian juga membahayakan anak² baik secara moril dan psikis.

2. *Suami melarang istrinya menyusui bayinya*. Seorang ayah tidak boleh melarang wanita yang telah melahirkan bayinya menyusui dengan tujuan membuat si wanita itu bersedih hati. Hal ini juga membahayakan phisik anak.

ﻟَﺎ ﺗُﻀَﺎﺭَّ ﻭَﺍﻟِﺪَﺓٌ ﺑِﻮَﻟَﺪِﻫَﺎ ﻭَﻟَﺎ ﻣَﻮْﻟُﻮﺩٌ ﻟَﻪُ ﺑِﻮَﻟَﺪِﻩِ

"Janganlah seorang ibu menderita karena anaknya dan jangan pula seorang ayah (menderita) karena anaknya" [al-Baqarah :233]

3. *Bentuk jual-beli yang mengandung dhoror (bahaya)* Membahayakan kaum Muslimin. Islam melarang jual-beli inah (sejenis riba'), jual beli dengan lempar batu, sistem ijon, jual beli ghoror (yang tidak jelas), jual beli dengan barang² terlarang dan berbahaya dan lainnya.

4. Seseorang menggunakan barang miliknya untuk kebaikan dirinya, namun tindakannya menimbulkan madharat maka juga dilarang. Misalnya seseorang menyalakan api di lahannya di hari yang panas kemudian api membakar apa saja yang ada di lahan itu dan di lahan sekitarnya. Asapnya mengganggu pernafasan penduduk.

5. *Menggali sumur di dekat sumur tetangga* hingga menghabiskan air sumur tetangga. Atau menyebabkan runtuh dinding tetangga. Menurut pendapat Imam Mâlik dan Ahmad, sumur tetangganya harus diisi.

6. Misalnya juga, *seseorang yang mempunyai bau badan yang tidak enak* dan lain sebagainya. Orang ini harus menghilangkan bau badannya. Apalagi membahayakan membuat orang pingsan misalnya.

7. Dan masih banyak contoh yang lain yang menimbulkan bahaya ; penebangan hutan sembarangan, membuang sampah sembarangan, kebut²an dan ugal²an di jalan, melanggar tata tertib lalu lintas, aksi kejahatan dan lainnya. Wajib dilarang.

‘Umar bin Khaththab Radhiyallahu anhu menjatuhkan vonis kepada Muhammad bin Maslamah Radhiyallahu anhu agar ia membiarkan air dari tetangganya mengalir ke lahannya. Beliau berkata, “Engkau harus mengalirkan airnya meskipun melewati perutmu.”

Apa saja yang Allah larang pasti megandung kerusakan agama dan dunia mereka.
Oleh karena itu, Allâh Azza wa Jalla menggugurkan kewajiban bersuci dengan air bagi orang sakit.
8. Jika ada orang bernazar untuk tida makan dan bicara, berjemur tidak berteduh atau berdiri tidak dudk mak wajib membatalkan nadzar tersebut. Dahulu pernah ada orang berangkat haji dengan berjalan kaki maka dilarang oleh nabi, beliau bersabda :

ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠﻪَ ﻟَﻐَﻨِﻲٌّ ﻋَﻦْ ﻣَﺸْﻴِﻪِ ، ﻓَﻠْﻴَﺮْﻛَﺐْ . ‏(ﻭَﻓِـﻲْ ﺭِﻭَﺍﻳَﺔٍ ‏) ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠﻪَ ﻟَﻐَﻨِﻲٌّ ﻋَﻦْ ﺗَﻌْﺬِﻳْﺐِ ﻫَﺬَﺍ ﻧَﻔْﺴَﻪ
ُ

Sesungguhnya Allâh tidak membutuhkan jalan orang itu, karenanya hendaklah ia naik kendaraan. (Dalam riwayat lain), “Sesungguhnya Allâh tidak butuh kepada penyiksaan diri yang dilakukan orang ini.”[20]
8. Juga, tentang meng- îlâ’ (bersumpah tidak menyetubuhi) istrinya.

Orang-orang jahiliyah jaman dahulu ada yang melakukan tindakan îlâ’ (bersumpah untuk tidak menggauli istrinya) selama setahun atau dua tahun. Tujuannya ialah menyengsarakan istrinya. Akibatnya, sang istri menjadi wanita yang terkatung-katung dan merana, gersang dan tidak merasa dihargai sebagai istri.
9. Seseorang yang melanggar hukum syai'at lalu dihukum sesuai dengan kejahatannya; atau seseorang menzhalimi orang lain, lalu orang yang dizhalimi menuntut balas dengan adil. Karena yang dimaksud dalam hadits di atas ialah menimbulkan madharat dengan cara yang tidak benar.[1]

Karena menimpakan madharat kepada seseorang dengan cara yang benar, maka itu tidak termasuk yang dilarang dalam hadits di atas.

10. Haram, Menimbulkan madharat kepada seorang muslim.

Tidak boleh memudharatkan (membahayakan) orang lain tanpa alasan yang benar. Seorang Muslim tidak boleh memudharatkan orang yang memudharatkannya, tidak boleh mencaci orang yang mencacinya dan tidak boleh memukul orang yang memukulnya. Untuk meminta haknya, ia bisa memintanya melalui hakim tanpa harus mencaci-maki. Dalam banyak hadits, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang segala yang mendatangkan bahaya atas kaum Muslimin. Diantaranya, sabda Rasûlullâh

ﺇِﻥَّ ﺩِﻣَﺎﺀَﻛُﻢْ ﻭَﺃَﻣْﻮَﺍﻟَﻜُﻢْ ﺣَﺮَﺍﻡٌ ﻋَﻠَﻴْﻜُﻢْ …

Sesungguhnya darah kalian dan harta kalian haram atas kalian…[2]

11. Melakukan sesuatu yang membahayakan atau merusak kehormatan, harta atau jiwa kaum Muslimin adalah tindakan kezhaliman yang diharamkan oleh Allâh Azza wa Jalla ;

12. Menimbulkan bahaya masalah warisan,

ﻣِﻦْ ﺑَﻌْﺪِ ﻭَﺻِﻴَّﺔٍ ﻳُﻮﺻَﻰٰ ﺑِﻬَﺎ ﺃَﻭْ ﺩَﻳْﻦٍ ﻏَﻴْﺮَ ﻣُﻀَﺎﺭّ
ٍ
“…Setelah (dipenuhi wasiat) yang dibuatnya atau (setelah dibayarkan) utangnya dengan tidak menyusahkan (ahli waris)…” [an-Nisâ’: 12]

Menimbulkan madharat dalam wasiat itu terkadang dalam bentuk :

– Melebihkan bagian ahli waris tertentu dari bagian yang telah ditentukan oleh Allâh Azza wa Jalla, atau hibah berwasiyat memberikan wakaf melebihi separo hartanya yang akibatnya, pasti akan merugikan ahli waris lainnya. Terlunta-lunta tanpa jelas nasibnya. Apalagi anak-anak dan istri ditinggal mati justru ditinggali beban hutang menumpuk.

13. Hadits ini ﻻَ ﺿَﺮَﺭَ ﻭَﻻَﺿِﺮَﺍﺭ (tidak boleh membuat kemudharatan dan tidak boleh membalas kemudharatan) adalah kaidah ushûl. Contohnya: seseorang yang hartanya dirusak orang lain, maka ia tidak boleh membalas dengan merusak harta orang tersebut. Karena, tindakan ini tidak mendatangkan manfaat, justru memperluas kemudharatan.

Kaidah-kaidah cabang yang muncul dari kaidah inti di atas ialah :

1. ﺍﻟﻀَّﺮَﺭُ ﻳُﺪْﻓَﻊُ ﺑِﻘَﺪْﺭِ ﺍﻟْﺈِﻣْﻜَﺎﻥ
ِ
Kemadharatan itu harus dicegah semampunya.

Maksudnya, menghilangkan kemadharatan yang telah terjadi adalah suatu kewajiban, juga diwajibkan untuk memperbaiki kerusakan yang telah ditimbulkan.
Contoh, jika ada seseorang yang membuat saluran air di jalan kemudian saluran air tersebut mengganggu orang yang lewat, maka ia wajib membuang saluran air itu dan juga mengganti atau memperbaiki kerusakan akibat saluran airnya.

2. ﺍﻟﻀَّﺮَﺭُ ﻳُﺰَﺍﻝ
ُ
Kemadharatan harus dihilangkan.

Artinya, kemadharatan harus dicegah sebelum terjadi. Karena, mencegah sesuatu lebih ringan dan lebih mudah daripada menghilangkan kemudharatan yang sudah terjadi. Misalnya, permainan anak-anak yang membahayakan. Ketepil, panah-panahan runcing, smakdown dan sejenisnya yang berbahaya wajib dilarang.

Kaedah ushulnya,

دفع المفاسد مقدم على جلب المصالح

"Mencegak kerusakan itu leih didahulukan daripada memperoleh manfaat"
Bagaimananapun pencegahan lebih baik daripada pengobatan. Namun demikian, usaha untuk mencegah madharat ini tentu dilakukan semampunya.

Contoh, khamr, narkoba, merokok mengganggu dan membahayakan diri dan orang lain, maka wajib dihilangkan.

Oleh Karena itu, Pemerintah dan Majelis Ulama wajib melarang mengkonsumsi barang-barang yang haram dan membahayakan.

3. ﺍﻟﻀَّﺮَﺭُ ﻟَﺎ ﻳُﺰَﺍﻝُ ﺑِﻤِﺜْﻠِﻪِ

Kemadharatan tidak dihilangkan dengan kemudharatan yang sebanding.

Contohnya, seorang anggota serikat tidak boleh memaksa anggota yang lain untuk membagi harta yang tidak bisa dibagi karena akan merugikan serikat.

4. ﺍﻟﻀَّﺮَﺭُ ﺍﻟْﺄَﺷَﺪُّ ﻳُﺰَﺍﻝُ ﺑِﺎﻟﻀَّﺮَﺭِ ﺍﻟْﺄَﺧَﻒِّ

Kemadharatan yang lebih berat dihilangkan dengan kemadharatan yang lebih ringan.
Contohnya, seorang hakim boleh mengambil bagian harta lebih banyak dari zakat yang seharusnya dikeluarkan oleh orang kaya, jika zakat yang telah dikumpulkan belum bisa memenuhi keperluan orang-orang fakir. Karena kemudharatan akibat pengambilan harta dari si kaya lebih ringan dibandingkan kemudharatan yang ditimbulkan apabila kebutuhan orang-orang fakir tidak terpenuhi.

5. ﻭَﻳَﺘَﺤَﻤَّﻞُ ﺍﻟﻀَّﺮَﺭُ ﺍﻟْﺨَﺎﺹُ ﻟِﺪَﻓْﻊِ ﺿَﺮَﺭٍ ﻋَﺎﻡٍ

Membiarkan kemadharatan yang sifatnya khusus untuk menghilangkan kemudharatan yang sifatnya umum.
Artinya, jika ada dua kemadharatan, maka kemadharatan yang sifatnya umum harus lebih diutamakan untuk dihindari atau dihilangkan, meski akan menimbulkan kemadharatan bagi sekelompok kecil.

Contoh: seorang hakim/ pemerintah boleh memaksa seseorang yang menimbun barang agar menjual sesuai dengan harga pasar. Keputusan hakim tersebut pada dasarnya memang merugikan orang yang menimbun barang, namun jika hakim membiarkannya justru akan terjadi kemadharatan yang lebih besar terhadap masyarakat luas.

6. ﺩَﺭْﺀُ ﺍﻟْـﻤَﻔَﺎﺳِﺪِ ﻣُﻘَﺪَّﻡٌ ﻋَﻠَﻰ ﺟَﻠْﺐِ ﺍﻟْـﻤَﺼَﺎﻟِﺢِ

Menghindarkan kerusakan lebih diutamakan daripada mendatangkan kemashlahatan.
Maksudnya, jika dalam satu perkara terdapat sisi kerusakan dan sisi kemaslahatan, maka yang lebih diutamakan adalah menghindarkan kerusakan.

Meskipun dengan begitu, mengabaikan sisi kemaslahatan.
Contoh, larangan menjual narkoba. Meskipun dengan menjualnya akan mendapatkan keuntungan materi. Karena, narkoba akan merusak akal, hati, fisik dan moral masyarakat secara luas.

Larangan menjual khamr (minuman keras), narkoba, dan menjual rokok karena akan menimbulkan kerusakan terhadap diri, keluarga dan masyarakat. Maka wajib dicegah meskipun ada keuntungan materi, pajak, dan lainnya.

7. ﺇِﺫَﺍ ﺗَﻌَﺎﺭَﺽَ ﺍﻟْـﻤَﺎﻧِﻊُ ﻭَﺍﻟْـﻤُﻘْﺘَﻀِﻲ ﻳُﻘَﺪَّﻡُ ﺍﻟْـﻤَـﺎﻧِﻊُ

Apabila penghalang dan pendukung bertentangan, maka penghalang didahulukan.
Contohnya, larangan untuk membelanjakan harta milik bersama. Meskipun ia memiliki hak untuk membelanjakannya, namun jika ia membelanjakan dapat memadharatkan anggota lainnya yang juga memilikinya.

Kepemilikannya merupakan pendukung, sedangkan kepemilikan orang lain adalah penghalang.

8. ﺍﻟﻀَّﺮَﺭُ ﻟَﺎ ﻳَﻜُﻮْﻥُ ﻗَﺪِﻳْﻤًـﺎ

Kemadharatan yang ada tidak dapat dibiarkan karena lebih dulu ada
Hal ini dikarenakan semua jenis madharat harus dihilangkan, tidak peduli apakah kemudharatan tersebut lebih dulu ada atau tidak.

Contoh, seseorang yang memiliki jendela berhadapan dengan tanah kosong milik orang lain. Kemudian di atas tanah kosong itu didirikan bangunan sehingga jendela yang lebih dulu dibangun tepat menghadap rumah yang baru dibangun, sehingga mengganggu wanita yang menghuni rumah baru. Maka jendela tersebut harus dipindah, meskipun keberadaannya lebih dulu.

Kaidah ini merupakan kaidah yang membatasi kaidah lain, yaitu, “yang telah lama dibiarkan sebagaimana adanya.” Kaidah ini sifatnya umum, mencakup segala sesuatu yang sifatnya telah ada terlebih dahulu.
Contoh, seseorang yang mendapati kayu berada di atas dinding tetangganya, maka ia tidak boleh memindahkan kayu tersebut, karena kayu itu sudah di dinding itu sebelumnya dan diletakkan dengan benar.[21]

FAWAA-ID HADITS ;

1. Hadits ini merupakan kaidah ushûl yang besar. Hadits ini dapat dijadikan landasaran untuk menghukumi perkara-perkara baru yang tidak ada nash (dalil) yang tegas melarangnya.
2. Nabi diberikan oleh Allâh jawâmi’ul kalim (perkataan yang ringkas namun maknanya padat). Hadits ini termasuk jawâmi’ul kalim.
3. Menimbulkan bahaya/kerugian itu haram, baik dengan perkataan, perbuatan atau yang lainnya atau aPa saja.
4. Menghilangkan madharat (bahaya/kerugian) itu hukumnya wajib.
5. Haram bagi seseorang untuk membahayakan dirinya, hartanya atau kehormatannya. Misalnya, dengan melakukan perbuatan yang membahayakan atau mengkonsumsi makanan dan minuman yang membahayakan.
6. Agama Islam adalah agama yang selamat yang menuntun manusia kepada kebaikan dunia dan akhirat, dan memerintahkan untuk meninggalkan perbuatan yang berbahaya dan tidak bermanfaat.
7. Semua perintah dalam Islam akan mendatangkan maslahat dan semua larangan dalam Islam wajib dijauhkan karena mengandung madharat (bahaya). PASTI.
8. Madharat (bahaya) tidak boleh dihilangkan dengan kemadharatan (bahaya) semisalnya apalagi kemadharatan yang lebih besar. Misalnya membunuh nyamuk aides di hidung teman memakai palu.
9. Apabila mafsadah (kerusakan) dan maslahat (kebaikan) berbenturan maka menolak kerusakan harus didahulukan daripada maslahat.
Maroji'
7. Jâmi’ul ‘Ulûm wal Hikam, karya Ibnu Rajab al-Hanbali.
10. Syarhul Arba’în an-Nawawiyyah
11. Al-Fawâid al-Mustanbathah minal Arba’în an-Nawawiyyah.

Tulisan : Ustadz Yazid bin Abdul Qodir rahimahullah.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar