Abu Hasan

مجموعة الاسلامية على نهج سلف الأمة

Minggu, 17 Maret 2019

Tidak Terkenal



*TIDAK TERKENAL*

كم من مشهورٍ في الأرض مجهول في السماء - وكم من مجهولٍ في الأرض معروف في السماء

❝ Betapa banyak orang yang terkenal di muka bumi, tapi dia tidak dikenal di atas langit•••
Dan betapa banyak orang yang tidak dikenal di bumi namun dikenal di langit•••

Sesungguhnya yang jadi patokan adalah ketakwaan, bukanlah kekuatan```•••❞

-Terdapat penelitian, kadang² popularitas justru menyebabkan seseorang tersiksa.

- مَنْ لَبِسَ ثَوْب شُهْرَة أَلْبَسَهُ اللَّه يَوْم الْقِيَامَة ثَوْب مَذَلَّة) رواه أحمد وأبو داود

"Barangsiapa yang memakai pakaian "popularitas" maka Allah pakaikan kepadanya busana kehinaan di hari kiyamat"

- bahkan sebagian ulama berlari dari popularitas sebagaimana dia lari menjauh dari singa.

Rosulullah bersabda :

- إن الله يحب العبد التقي النقي الخفي) رواه مسلم

🔥 Mencari ketenaran adalah tercela dalam kondisi apapun, seorang mukmin itu sebagai orang tunduk patuh dan tawadhu’ tidak menyukai ditunjuk dengan jemari, dalam ramai. Di antara sarana terbesar yang akan merusak seseorang untuk sampai kepada Rabbnya adalah: menyukai ketenaran, suka terkenal, merasa mulia di hadapan manusia dan kekuasaan. Meng-expose dirinya bahwa dirinya hebat dan canggih.

🔥 Imam Tirmidzi (2.376) telah meriwayatkan dan telah menshahihkannya dari Ka’ab bin Malik berkata: “Rasulullah () bersabda:

( مَا ذِئْبَانِ جَائِعَانِ أُرْسِلَا فِي غَنَمٍ بِأَفْسَدَ لَهَا مِنْ حِرْصِ الْمَرْءِ عَلَى الْمَالِ وَالشَّرَفِ لِدِينِهِ ) وصححه الألباني في " صحيح الجامع " (5.r620) .

“Tidaklah ada dua srigala kelaparan yang dilepaskan ke kawanan domba lebih rusak dari pada kegigihan seseorang dalam mengejar harta dan kemuliaan untuk agamanya”. (Shahih Al Jami’: 5620)

🔥 Syeikh Islam _rahimahullah_ berkata:

فَبَيَّنَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ الْحِرْصَ عَلَى الْمَالِ وَالشَّرَفِ فِي فَسَادِ الدِّينِ لَا يَنْقُصُ عَنْ فَسَادِ الذِّئْبَيْنِ الْجَائِعَيْنِ لِزَرِيبَةِ الْغَنَمِ وَذَلِكَ بَيِّنٌ ؛ فَإِنَّ الدِّينَ السَّلِيمَ لَا يَكُونُ فِيهِ هَذَا الْحِرْصُ وَذَلِكَ أَنَّ الْقَلْبَ إذَا ذَاقَ حَلَاوَةَ عُبُودِيَّتِهِ لِلَّهِ وَمَحَبَّتِهِ لَهُ لَمْ يَكُنْ شَيْءٌ أَحَبَّ إلَيْهِ مِنْ ذَلِكَ حَتَّى يُقَدِّمَهُ عَلَيْهِ وَبِذَلِكَ يُصْرَفُ عَنْ أَهْلِ الْإِخْلَاصِ لِلَّهِ السُّوءُ وَالْفَحْشَاءُ " انتهى من "مجموع الفتاوى" (10 /215)

“Maka Rasulullah –[] telah menjelaskan bahwa kegigihan mengejar harta dan kemuliaan namun disertai dengan rusaknya agama, tidak lebih kurang dengan rusaknya dua srigala yang sedang lapar masuk ke kandang kambing, hal itu begitu nyata; sungguh selamatnya agama tidak memerlukan kegigihan duniawi tersebut; karena jika hati sudah merasakan manisnya beribadah dan cinta kepada Alloh tidak ada lagi sesuatu yang lebih ia cintai hingga mengalahkan ibadahnya, oleh karena itu bagi mereka yang ikhlas akan dipalingkan dari keburukan dan kekejian”. (Majmu’ Fatawa: 10/215)

🔥 Mencintai ketenaran dan kemuliaan merupakan penyakit yang tersembunyi di dalam jiwa, menghancurkan hati yang hampir saja tidak menyadarinya kecuali setelah masuk begitu mendalam, sulit dideteksi dan kerusakannya pun sulit diperbaiki.

🔥 Syeikh Islam Ibnu Taimiyah –rahimahullah- berkata:

كَثِيرًا مَا يُخَالِطُ النُّفُوسَ مِنْ الشَّهَوَاتِ الْخَفِيَّةِ مَا يُفْسِدُ عَلَيْهَا تَحْقِيقَ مَحَبَّتِهَا لِلَّهِ وَعُبُودِيَّتِهَا لَهُ وَإِخْلَاصِ دِينِهَا لَهُ كَمَا قَالَ شَدَّادُ بْنُ أَوْسٍ : يَا بَقَايَا الْعَرَبِ إنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمْ الرِّيَاءُ وَالشَّهْوَةُ الْخَفِيَّةُ ، قِيلَ لِأَبِي دَاوُد السجستاني : وَمَا الشَّهْوَةُ الْخَفِيَّةُ ؟ قَالَ : حُبُّ الرِّئَاسَةِ "

“Banyak syahwat tersembunyi yang bercampur dengan jiwa, akan tetapi dengan merealisasikan cinta kepada Alloh, beribadah kepada-Nya, ikhlas dalam beragama tidak akan mampu merusaknya, seperti halnya perkataan Syaddad bin Aus: “Wahai sisa-sisa orang Arab, sesungguhnya yang paling aku takutkan kepada kalian adalah riya’ dan syahwat yang tersembunyi”. Dikatakan kepada Abu Daud As Sajastani: “Apa yang dimaksud dengan syahwat yang tersembunyi ?”, dia berkata: “Mencintai kekuasaan”. (Majmu’ Fatawa: 10/214-215)

🔥 Di antara bencana terbesar adalah mencintai ketenaran dan kemuliaan dan berusaha mengejarnya, jiwanya ingin agar semua orang memujinya baik dalam kebenaran maupun kebatilan.

🔥 Imam Ahmad (16460) telah meriwayatkan dari Mu’awiyah _radhiyallahu ‘anhu_ bahwa dia berkata: “Saya telah mendengar Rasulullah [] bersabda:

( إِيَّاكُمْ وَالتَّمَادُحَ فَإِنَّهُ الذَّبْحُ ) صححه الألباني في "صحيح الجامع" (2674) .

“Jauhilah oleh kalian saling memuji karena hal itu akan menyembelihmu”. (Shahih Al Jami’: 2674)

🔥 Al Manawi –rahimahullah- berkata:

" المدح يورث العجب والكبر وهو مهلك كالذبح فلذلك شبه به ، قال الغزالي رحمه الله : فمن صنع بك معروفا فإن كان ممن يحب الشكر والثناء فلا تمدحه ؛ لأن قضاء حقه أن لا تقره على الظلم وطلبه للشكر ظلم ، وإلا فأظهر شكره ليزداد رغبة في الخير "

“Pujian itu mewarisi takjub dan sombong dan akan membinasakan seperti sembelihan, oleh karenanya diserupakan dengannya. Al Ghozali –rahimahullah- berkata: “Barang siapa yang telah berbuat baik kepadamu, jika dia termasuk yang menyukai ucapan terima kasih dan pujian maka janganlah kamu memujinya; karena yang menjadi haknya janganlah menyetujui kedzaliman, dia meminta ucapan terima kasih dan pujian adalah kedzaliman, atau kalau tidak maka berilah ucapan terima kasih untuk menambahnya mencintai kebaikan”. (Faidhul Qadir: 3/167)

🔥 Oleh karenanya Ibrohim bin Adham berkata:

ما صدق الله عبد أحب الشهرة "

“Alloh tidak mempercayai seorang hamba yang mencintai ketenaran”. (Al ‘Uzlah wal Infiraad: 126)

🔥 Ibrohim An Nakho’i dan Hasan Al Bashri berkata:

كفى فتنة للمرء أن يشار إليه بالأصابع في دين أو دنيا إلا من عصمه الله "

“Cukuplah fitnah bagi seseorang dengan ditunjuk kepadanya dengan jemari dalam masalah agama dan dunia, kecuali seseorang yang dijaga oleh Alloh”. (Az Zuhd / Ibnu Sariy: 2/442)

🔥 Demikian juga perkataan Mahiriz dalam Tarikh Damaskus (33/18).

Kedua:

🔥 Jika kita sudah mengetahui hal itu, maka tidak diragukan lagi bahwa keselamatan seseorang adalah dengan memilih merendah dan tawadhu’ kepada Rabbnya dan meninggalkan upaya mencari ketenaran dan kemuliaan, meskipun hal itu berkaitan dengan perkara mubah dari urusan dunia.

🔥 Imam Muslim (2965) telah meriwayatkan dari Amir bin Sa’d berkata:
“Bahwa Sa’d bin Abi Waqqash berada di atas untanya, maka Umar anaknya mengahampirinya, ketika dilihat oleh Sa’d dia berkata: “Saya berlindung kepada Alloh dari keburukan orang yang berkendara itu”. Dia pun turun dan berkata: “Apakah engkau turun dari untamu dan dombamu dan meinggalkan banyak orang saling berebut kekuasaan di antara mereka ?, maka Sa’d memukul dadanya dan berkata: “Diam kamu, karena saya pernah mendengar Rasulullah [] bersabda:

( إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْعَبْدَ التَّقِيَّ الْغَنِيَّ الْخَفِيَّ ) .

“Sesungguhnya Alloh menyukai hamba yang bertaqwa, kaya dan tersembunyi”.

🔥 Imam Nawawi –rahimahullah- berkata:

( الْخَفِيّ ) : الْخَامِل الْمُنْقَطِع إِلَى الْعِبَادَة وَالِاشْتِغَال بِأُمُورِ نَفْسه "

“Al Khofiy (الخفي ) adalah orang yang merendah dan ibadah terus menerus dan sibuk dengan urusannya sendiri”.

🔥 Ibnu Al Jauzi –rahimahullah- berkata:

الإشارة بالخفي إلى خمول الذكر ، والغالب على الخامل السلامة " .

“Kata Al khofiy tersebut mengisyaratkan pada kerendahan dalam berdzikir, kebanyakan orang yang merendah itu akan selamat”. (Kasyful Musykil: 167)

🔥 Syeikh Ibnu Utsaimin –rahimahullah- berkata:

الخفي : هو الذي لا يظهر نفسه ، ولا يهتم أن يظهر عند الناس أو يشار إليه بالبنان أو يتحدث الناس عنه ، تجده من بيته إلى المسجد ، ومن مسجده إلى بيته ، ومن بيته إلى أقاربه وإخوانه ، يخفي نفسه " انتهى من "شرح رياض الصالحين" (ص 629) .

“Al Khofiy adalah orang yang tidak mengExpose dirinya sendiri, dia juga tidak begitu memperhatikan apakah akan dikenal di masyarakat atau ditunjuk dengan jemari (ditokohkan) atau diperbincangkan banyak orang, dia berjalan dari rumahnya ke masjid, dari masjid ke rumah, dari rumahnya menuju kerabatnya dan saudara-saudaranya, dia menyembunyikan dirinya”. (Syarh Riyadhus Shalihin: 629)

🔥 Al Fudhail bin ‘Iyadh _rahimahullah_ berkata:

إن قدرت أن لا تُعرف فافعل ، وما عليك ألا تعرف ؟ وما عليك ألا يثنى عليك ؟ وما عليك أن تكون مذموما عند الناس إذا كنت محمودا عند الله عز وجل

“Jika anda mampu untuk tidak dikenal maka lakukanlah, kenapa kamu tidak harus dikenal ?, kenapa kamu harus tidak dipuji orang ?, (karena) kamu tidak bakal tercela di hadapan manusia jika kamu (sudah) terpuji di sisi Alloh _Azza wa Jalla_ “. (At Tawadhu’ wa Al Khumul / Abu Bakr Al Qurasyi: 43)

Ketiga:
🔥 Jika telah ditakdirkan bahwa seorang hamba telah mencari kebaikan dalam masalah agama atau dunia kemudian menjadi terkenal tanpa dia minta dan tanpa dia usahakan untuk mendapatkannya; maka hal itu tidak masalah, akan tetapi dia harus selalu memperbaiki niatnya dalam mencari kebaikan dan tidak perduli baik akan menjadi terkenal setelah itu atau tidak. Dikenal orang tidak, populer atau tidak, bukanlah tujuannya. Jika ada keinginan kuat untuk meraihnya, hatinya pun tidak terkait dengannya, maka tidak diragukan lagi bahwa para tokoh masyarakat dalam masalah agama dan dunia akan menjadi terkenal sesuai dengan keadaan, kedudukan dan tingkat kebutuhan masyarakat kepadanya; maka bukan termasuk hal yang bijak, juga bukan termasuk bagian dari syari’at jika meninggalkan penyebaran kebaikan yang diminta untuk disebarkan, bisa jadi sebuah kewajiban maupun sunnah; karena khawatir akan terkenal atau karena seseorang yang melakukan amalan tersebut akan menjadi terkenal karenanya.

🔥 Syeikh Ibnu Utsaimin _rahimahullah_ berkata:

إذا دار الأمر بين أن يلمع نفسه ويظهر نفسه ويبين نفسه ، وبين أن يخفيها ، فحينئذ يختار الخفاء ، أما إذا كان لابد من إظهار نفسه فلابد أن يظهرها وذلك عن طريق نشر علمه في الناس وإقامة دروس العلم وحلقاته في كل مكان ، وكذلك عن طريق الخطابة في يوم الجمعة والعيد وغير ذلك ، فهذا مما يحبه الله عز وجل "

“Jika perkara itu berputar antara akan menyilaukan dirinya, memunculkan dirinya dan menjadi tersohor dengan yang akan menjadikan dirinya tersembunyi, maka pada saat itu hendaknya memilih yang menjadikan dirinya tersembunyi. Sedangkan jika harus menampakkan dirinya maka harus menampakkannya, hal itu dengan cara menyebarkan ilmunya di masyarakat dan mengadakan pengajian dan halaqah ilmu di setiap tempat. Demikian juga dengan cara khutbah melalui mimbar jum’at dan hari raya dan lain sebagainya, maka hal ini termasuk yang dicintai oleh Alloh -‘Azza wa Jalla-“. (Syarh Riyadhus Shalihin: 629)

Keempat:
🔥 Jika telah ditakdirkan bahwa seorang hamba telah mendapatkan ketenaran, baik dalam perbuatan yang tidak syar’i, seperti menyanyi dan bermain peran (artis), atau pada perbuatan yang hukum asalnya adalah masyru’ (disyari’atkan) akan tetapi ada sedikit kerusakan pada niatnya, ingin terkenal, merasa mulia dan ingin kekuasaan; maka menjadi kewajibannya untuk meninggalkan perbuatan yang diharamkan tersebut, seperti: menyanyi, musik, bermain peran atau yang lainnya yang termasuk diharamkan.

🔥 Kemudian ternyata sudah terkenal karenanya, maka berusaha mengubahnya untuk kebaikan, jika menurutnya bahwa banyak orang yang memperhatikannya atau menirunya maka hendaknya menjadi qudwah yang dalam kebaikan dan menyebarkan kebenaran dan sunnah, ilmu yang bermanfaat dan amal yang sholeh.

🔥 Akan tetapi dia hendaknya berusaha mengontrol hatinya dan selalu berusaha meluruskan dan membenarkan niatnya, dan *hendaknya menjadikan amalnya hanya untuk Alloh semata* , perhatian orang kepadanya merupakan perkara yang telah ditakdirkan, tanpa dia minta dan berusaha meraihnya, tidak ada perhatian hatinya kepadanya, juga merasa biasa-biasa saja biarpun banyak orang yang melihat dan membicarakannya. Akan tetapi hendaknya menjadikan semua itu karena Alloh, memperbaiki niatnya, dan tidak lalai karenanya.

🔥 Sufyan Ats Tsauri _rahimahullah_ berkata:

ما عالجت شيئاً عليّ أشد من نيّتي، إنها تتقلب عليّ". راجع جواب السؤال رقم : (145767)

“Saya tidak mengobati sesuatu dengan sangat (sulit) kecuali mengobati niatku, karena niat itu berubah-rubah di dalam diri saya”.

🔥*NB:* Sungguh, banyak hamba- hamba di bumi ini yang lebih sholih dari tokoh- tokoh yang tersohor. Sejak kecil kami telah mengenal orang² yang ahli ibadah. Kuat dalam berdzikir. Tidak pernah terekspos media. Mbah Itun. Di hari -hari tuanya hanya menghabiskan waktunya dalam ibadah.

Baca juga jawaban soal nomor: 145767. DARI FATWA.WEB ULAMA.

Wallahu Ta’ala A’lam.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar