Abu Hasan

مجموعة الاسلامية على نهج سلف الأمة

Minggu, 17 Maret 2019

cerMIN mukMIN

*CERMIN MUKMIN*

🔎 Rasulullah _shallallahu alaihi wasallam_ bersabda: 

الْمُؤْمِنُ مَرْآةُ أَخِيهِ ، وَالْمُؤْمِنُ أَخُو الْمُؤْمِنِ ، يَكُفُّ عَلَيْهِ ضَيْعَتَهُ ، وَيَحُوطُهُ مِنْ وَرَائِهِ" .

"Seorang mu’min adalah cermin bagi saudaranya. Dan seorang mukmin adalah saudara bagi mukmin yang lainnya, dia menahan dirinya dari mengambil harta saudaranya dan menjaga kehormatan dibelakangnya”. (HR. Abu Daud dari Abu Hurairah -radhiallahu anhu)

*FAWAID HADITS 

1⃣. Seorang mukmin ketika melihat kaca cermin *ingin berdandan memperbaiki dirinya.* Demikian pula dia menginginkan perbaikan jika melihat kejelekan yang menimpa saudaranya. Dia tidak suka keburukan menimpa saudaranya sebagaimana dia tidak suka jika keburukan itu menimpa dirinya.

لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ

“Tidak beriman kalian, hingga ia mencintai untuk saudaranya apa yang ia sukai untuk dirinya sendiri” (Muttafaqun alaih).

2⃣. Saat bercermin seorang mukmin yang melihat aib keburukannya dia segera tutupi atau hilangkan, kalau bisa hendaknya dia saja yang tau keburukannya. Demikian pula hendaknya dia menutupi aib saudaranya. Tidak ingin jika aib tersebut tersebar, terbongkar, terexpose di tengah masyarakat.

وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَة

ِ
“Barangsiapa yang menutupi (aib) seorang Muslim, Allah akan menutupi (aibnya) pada hari kiamat”. (Muttafaqun alaih)

3⃣. Seorang Mukmin tatkala melihat cermin untuk mawas diri. Apa yang belum rapi, apakah rambut, apakah ingus, apakah kotoran maka dia segera bereskan dan berusaha agar orang lain tidak perlu tahu. Maka demikianlah seorang mukmin tidak layak melaporkan segala kejelekan yang di miliki saudaranya. Tidak layak dia melakukan ghibah dibelakang saudaranya, karena hal itu berarti seperti memakan bangkai saudaranya. Allah Azza wa Jalla berfirman :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ

“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang” (QS. Al Hujuraat : 12).

4⃣. Refleksi Cermin itu asli. Tak mungkin dibuat². Kalau aslinya wajah pas-pasan tidak mungkin terpantul pol-polan. Wajah jelek minta ke cermin ganteng. Muka ancur cermin dipecah. Tidaklah...
Rosulullah mengqiaskan/ mengumpamakan seorang mu’min dengan cermin itu karena tak ada yang lebih tulus dari cermin. Cermin tak pernah dusta dan selalu berbicara di atas puncak kejujurannya.

Dalam diamnya, ia memberitahu apa adanya tentang kita. Ketulusan cermin adalah ketulusan yang paripurna. Dia tak pernah menyimpan dendam. Demikianlah seorang muslim tidak menyimpan perasaan yang aneh² kepada muslim lainnya. Jangan seperti zaman now. Di muka A, di belakang B. Di depan kita yang diucapkan C di depan orang lain, lain juga statemennya. Alias bermuka dua, bermuka tiga hingga ber'dasa muka'.

Barangkali kita di depan cermin bisa merasa apa saja di depannya, menyimpan berjuta sikap di hati, bahkan kita bisa memanipulasi jiwa dan hati kita. Namun apa yang dilihatnya dari kita, akan ditampakkan apa adanya. Dan bila kita pergi, dia tidak akan menyimpan bayangan apapun tentang kita di dalamnya. Begitu juga seorang mukmin, dia tidak akan membeberkan kekurangan saudaranya pada orang lain. Tidak bakal ngeSAVE berbagai sikap jeleknya sama sekali. Cermin tetaplah bening dan memantulkan cahaya keaslian. Dia akan menutupi kekurangan itu, seperti cermin yang tak membiarkan bayangan orang lain tinggal di dalamnya. Selama²nya....

Ketulusan cermin sejatinya adalah pekerjaan hati. Memerlukan iman yang jujur dalam menatanya.
Seperti cermin yang tak boleh buram serta kotor, maka ketulusan seorang mukmin kepada saudaranya juga tak boleh ternodai oleh kepentingan-kepentingan apapun, termasuk dalam hal memaknainya atau mencari manfaat dari ketulusan itu sendiri.

Ketulusan yang paripurna. 'The Original reflection' haruslah terwujud pada pribadi mu’min yang shaleh, agar dia menjadi cermin hidup bagi saudaranya dan bagi orang yang menaruh harapan pada jati diri kemuslimannya. Bukan cermin cekung dan vermin cembung. Tapi cermin asli, murni, bersih, bening. Yaitu: besarnya sudut datang sama dengan sudut patul. Jika ada cahaya datang sejajar dengan sumbu utama maka akan dipantulkan pada arah itu juga. Namun jika sinar datang melalui titik api akan dipantulkan kembali sejajar pada sumbu utama.

5⃣. Seorang Mukmin tidak boleh mengambil harta saudaranya secara dholim,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ ۚ

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu” (QS. An Nisaa’ : 29)
___________

Semoga bermanfaat
_Baarakallahu fiikum..._
Ref : (Subulus Salam”, imam asshon' ani)

Abu Hasan 13 Syawal 1439 H

Tidak ada komentar :

Posting Komentar