BERTANYA YANG ANEH-ANEH
Seperti pertanyaan:
Mengapa
sholat magrib 3, mengapa sholat subuh cuma dua roka'at, mengapa sebelum
sholat mesti wudhu, mengapa kok puasa di bulan romadhon, mengapa hajji
harus di Makkah, mengapa ini, mengapa itu, kenapa begini kenapa kok
begitu, semuanya ditanyakan dan menuntut jawaban yang rasional masuk di
akal....
Allah ta'la berfirman ;
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا لا تَسْأَلُوا عَنْ أَشْيَاءَ إِنْ تُبْدَ لَكُمْ تَسُؤْكُمْ
وَإِنْ تَسْأَلُوا عَنْهَا حِينَ يُنَزَّلُ الْقُرْآنُ تُبْدَ لَكُمْ عَفَا
اللَّهُ عَنْهَا وَاللَّهُ غَفُورٌ حَلِيمٌ
Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal yang jika
diterangkan kepadamu, niscaya menyusahkan kamu dan jika kamu menanyakan
di waktu Al Qur'an itu sedang diturunkan, niscaya akan diterangkan
kepadamu...).
(المئدة : ١١٠)
إِنَّ الصَّلاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا
“Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.” (QS. An-Nisaa`: 103)
JAWABANNYA adalah: tidak semua masalah hukum agama harus logis rasional alias masuk akal.
Sebab agama ini adalah wahyu dari Allah dan tidak perlu tunduk kepada akal manusia yang terbatas.
Justru akal manusia lah yang wajib tunduk kepada aturan Agama.
Akal manusia buta pada masalah ghoib, seperti masa depan, dunia jin, malaikat, ruh, akhirat.dll
Sehingga akal manusia sangat butuh kepada agama.
Kemudian, tidak semua hukum agama ini wajib dijelaskan hikmahnya secara
terperinci. ada yang dijelaskan dan ada yg tidak. Dan bukan merupakan
sebuah kewajiban untuk menjelaskan semua perintah agama ini dengan
'rasional'.
Jadi janganlah memaksa agama harus cocok dg akal. Justru akal kita yg sangat terbatas ini WAJIB mencocoki ajaran Islam.
Sebab asal semua yang diperintahkan dalam ajaran islam ini adalah mashlahat (kebaikan).
Maka, kita wajib taat dan tunduk kepada perintah Allah, baik perintah itu masuk akal ataupun tidak.
Bagaimana sikap seorang muslim terhadap : masalah masalah perintah
agama yang kadang tidak "rasional" ? Yaitu tetap SAMI'NA WA ATHO'NA.
Dari ‘Ali radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
لَوْ كَانَ الدِّينُ بِالرَّأْىِ لَكَانَ أَسْفَلُ الْخُفِّ أَوْلَى
بِالْمَسْحِ مِنْ أَعْلاَهُ وَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله
عليه وسلم- يَمْسَحُ عَلَى ظَاهِرِ خُفَّيْه
ِ
“Seandainya agama
dengan logika, maka tentu bagian bawah khuf (sepatu) lebih pantas untuk
diusap daripada atasnya. Sungguh aku pernah melihat Rasulullah
shallallahu ‘alaihi mengusap bagian atas khufnya (sepatunya).”
(HR. Abu Daud no. 162. Ibnu Hajar mengatakan dalam Bulughul Marom)
Syaikh Sholeh bin Fauzan bin ‘Abdillah Al Fauzan hafizhohullah berkata,
“Hadits ‘Ali dapat diambil kesimpulan bahwa agama bukanlah berdasarkan
logika. Namun agama itu berdasarkan dalil. Sungguh Allah sangat bijak
dalam menetapkan hukum dan tidaklah Dia mensyari’atkan kecuali ada
hikmah di dalamnya.”
(Tashilul Ilmam, 1: 170).
Imam asySyafi'i berkata:
يقول الإمام الشافعي: ((إن للعقل حداً ينتهي إليه، كما أن للبصر حداً ينتهي إليه)
"Sesungguhnya akal itu terbatas seperti pandangan mata yang terbatas berhenti pada keterbatasan itu"
Syaikh Sholeh bin ‘Abdul ‘Aziz bin Muhammad Alu Syaikh hafizhohullah
berkata, “Hendaklah setiap muslim tunduk pada hadits yang diucapkan oleh
Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Janganlah sampai seseorang
mempertentangkan dalil dengan logika. Jika logika saja yang dipakai,
maka tidak bisa jadi dalil. Ijtihad dengan logika adalah hasil
kesimpulan dari memahami dalil Al Qur’an dan hadits.”
(Syarh Kitab Ath Thoharoh min Bulughil Marom, hal. 249).
Beberapa pelajaran dari hadits di atas:
1- Manusia ini serba LEMAH, terbatas segalanya; umurnya, akalnya, kekuatannya, kemampuannya, hartanya, ilmunya.
2- Seandainya berseberangan antara akal dan dalil, maka wajib
mengedepankan dalil. Namun hakekatnya sama sekali tidak mungkin
bertentangan antara dalil shahih dan akal yang sehat. Hanya saja karena
kadar kemampuan akal yang terbatas.
3- Sumber pedoman hukum syar’i
adalah pada dalil Nash AlQuran dan AsSunnah. BUKAN: Akal logika,
perasaan, insting naluri, mimpi, wangsit, primbon dan sejenisnya.
4.
Yang jelas: manusia yang Alloh beri karunia akal ini wajib disyukuri
dan digunakan dengan sebaik-baiknya. Karena karunia akal ini tidak
diberikan pada makhluk selain jin dan manusia. Namun akal tidak ada
apa-apanya jika dibanding dengan wahyu Allah ta'ala.
﴿وَلَا يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِنْ عِلْمِهِ إِلَّا بِمَا شَاءَ﴾. (البقرة : 255)
"Dan mereka tidak bakal mampu meliputi segala sesuatu dari ilmuNya kecuali dengan apa-apa yang Dia kehendaki"
Semoga bermanfaat.
أ خوكم فى الدين : مرضياشة أ بو الحسن
Tidak ada komentar :
Posting Komentar