Abu Hasan

مجموعة الاسلامية على نهج سلف الأمة

Kamis, 27 Juli 2017

Lihatlah ke bawah biar syukur

🌺 *Pandanglah Orang yang di Bawahmu dalam Masalah Dunia*

🔴 Rasūlullāh bersabda,

ﺍُﻧْﻈُﺮُﻭْﺍ ﺇِﻟَﻰ ﻣَﻦْ ﻫُﻮَ ﺃَﺳْﻔَﻞَ ﻣِﻨْﻜُﻢْ ﻭَﻟَﺎ ﺗَﻨْﻈُﺮُﺍ ﺇِﻟَﻰ ﻣَﻦْ ﻫُﻮَ ﻓَﻮْﻗَﻜُﻢْ ﻓَﻬُﻮَ ﺃَﺟْﺪَﺭُ ﺃَﻥْ ﻻَ ﺗَﺰْﺩَﺭُﻭْﺍ ﻧِﻌْﻤَﺔَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻋَﻠَﻴْﻜُﻢْ

“Lihatlah kepada yang di bawah kalian dan janganlah kalian melihat yang di atas kalian, sesungguhnya hal ini akan menjadikan kalian tidak merendahkan nikmat Allāh yang Allāh berikan kepada kalian.” (HR Muslim No. 2963)

🔴 Bagaimanapun kekurangan yang ada pada diri kita dalam masalah dunia, pasti masih ada orang lain yang lebih parah dari kita.

🔴 Lihatlah kita sekarang dalam keadaan sehat, alhamdulillāh. Kalau kita melihat ke bawah, betapa banyak orang yang sakit, banyak orang yang terkapar di tempat tidur tidak bisa bergerak karena sakit. Kemudian juga, betapa banyak orang yang cacat yang lebih parah dari kita. Bahkan jika kita sedang sakit pun, masih ada yang lebih parah sakitnya daripada kita. Senantiasa pasti ada yang lebih menderita daripada apa yang kita rasakan. Kalau kita selalu melihat ke bawah dalam masalah kesehatan saja, maka kita akan senantiasa bersyukur kepada Allāh Ta'āla atas nikmat sehat yang diberikan kepada kita.

🔴 Senantiasa bersyukur bukan perkara yang mudah, oleh karenanya Allāh Ta'āla berfirman,

ﻭَﻗَﻠِﻴﻞٌ ﻣِﻦْ ﻋِﺒَﺎﺩِﻱَ ﺍﻟﺸَّﻜُﻮﺭُ

“Hanya sedikit dari hamba-hambaKu yang bersyukur.” (QS. Saba': 13)

🔴 Cuma sedikit. Ternyata tidak banyak. Kita berdo'a semoga Allāh menjadikan kita termasuk dari hamba-hamba Allāh yang sedikit tersebut.

🔴 Ingatlah bahwa kekayaan harta bukanlah segalanya. Sungguh kesehatan adalah kekayaan yang sangat bernilai dan sangat mahal, yang banyak diimpikan oleh orang-orang kaya harta yang terkapar di rumah sakit. Namun kita sering lupa dengan nikmat kesehatan, sebagaimana sabda Nabi ,

ﻧِﻌْﻤَﺘَﺎﻥِ ﻣَﻐْﺒُﻮﻥٌ ﻓِﻴﻬِﻤَﺎ ﻛَﺜِﻴﺮٌ ﻣِﻦْ ﺍﻟﻨَّﺎﺱِ ﺍﻟﺼِّﺤَّﺔُ ﻭَﺍﻟْﻔَﺮَﺍﻍُ

“Ada dua kenikmatan yang banyak orang tertipu di dalamnya yaitu kesehatan dan waktu luang.” (HR. Al-Bukhari no. 6.412)

🔴 Jika nikmat kesehatan belum bisa kita syukuri dengan baik, sementara mata kita sudah melirik kepada kenikmatan-kenikmatan harta yang dimiliki tetangga atau teman-teman kita, maka kapankah kita bisa bersyukur kalau begitu caranya?

🔴 Maka, di antara hal yang membuat kita senantiasa bersyukur adalah melihat ke bawah dalam masalah dunia, termasuk masalah harta.

🔴 Misalnya kita merasa mempunyai kendaraan yang kurang bagus. Namun lihatlah, masih banyak orang di bawah kita yang kendaraannya lebih jeleeeek daripada kendaraan kita. Dan bisa jadi, masih banyak orang yang hanya memiliki motor tua yang sudah butut rapuh atau memiliki sepeda kayuh tua, atau bahkan masih banyak orang yang hanya bisa berjalan kaki ke mana-mana karena ia tidak memiliki kendaraan sama sekali.

🔴 Maka dalam hal dunia kita semestinya melihat ke bawah, *Look down !* jangan melihat ke atas! Karena kalau kita melihat ke atas, maka keinginan terhadap dunia tidak akan ada habisnya.

🔴 Rasūlullāh melarang untuk melihat ke atas dalam masalah dunia.
Keinginan terhadap dunia tidak akan pernah ada habisnya. Orang yang mencari dunia akan senantiasa haus akan dunia.

🔴 Terkadang kita heran ketika melihat ada seorang yang sudah tua, umurnya sudah 60 tahun, 70 tahun, atau bahkan 80 tahun, namun masih sibuk tenggelam dalam urusan dunia. Masih mati²an cari duwit buat tabungan hari tua katanya, sampai kehujanan di jalan, sampai waktu² sholat terlupakan. ibadah pun nihil. Di usia senjanya ia masih memikirkan ini dan itu, mentarget ini-itu. Lalu kapan dia akan beristirahat? Kapan dia kan menikmati dunianya? Sementara dia terus mencari dunia dan demikian terus kehidupannya?

🔴 Mungkin kita heran, tapi dia sendiri tidak heran. Kenapa? Karena memang tidak ada batas terakhir dalam masalah kepuasan dunia. Jika seseorang telah mendapatkan sesuatu dari dunia, dia masih akan mencari yang lain lagi. Demikian seterusnya. Karena dunia itu ibarat air laut yang asin. Semakin ditelan, maka akan semakin membuat haus seseorang.

الدنيا كالماء المالح، كلما ازداد صاحبه شربا ازداد عطشا. [سراج الملوك .25]

"Kehidupan dunia itu seperti air asin, setiapkali pemiliknya bertambah serakah meminumnya maka bertambah pula dahaga"

Keinginan terhadap dunia baru akan berhenti jika seseorang telah meninggal dunia.

🔴 Nabi bersabda,

ﻟَﻮْ ﻛَﺎﻥَ ﻻِﺑْﻦِ ﺁﺩَﻡَ ﻭَﺍﺩِﻳَﺎﻥِ ﻣِﻦْ ﻣَﺎﻝٍ ﻻَﺑْﺘَﻐَﻰ ﺛَﺎﻟِﺜًﺎ ، ﻭَﻻَ ﻳَﻤْﻸُ ﺟَﻮْﻑَ ﺍﺑْﻦِ ﺁﺩَﻡَ ﺇِﻻَّ ﺍﻟﺘُّﺮَﺍﺏُ

“Seandainya anak Adam memiliki dua lembah harta maka dia akan mencari lembah yang ke-3 dan dia tidak akan berhenti kecuali kalau pasir sudah dimasukkan dalam mulutnya.” (HR. Bukhari no. 6436)

🔴 Oleh karena itu, dalam masalah dunia, kita diperintahkan untuk melihat ke bawah agar kita senantiasa bersyukur kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

🔴 Berbeda halnya dengan masalah akhirat. Dalam masalah akhirat, kita diperintahkan untuk mendongak ke atas. Allāh mengajarkan kita untuk bersemangat dalam masalah akhirat. Hal ini ditunjukan oleh perintah Allāh kepada kita untuk senantiasa memohon di dalam shalat-shalat kita dengan mengatakan,

ﺍﻫْﺪِﻧَﺎ ﺍﻟﺼِّﺮَﺍﻁَ ﺍﻟْﻤُﺴْﺘَﻘِﻴﻢَ ، ﺻِﺮَﺍﻁَ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺃَﻧﻌَﻤﺖَ ﻋَﻠَﻴﻬِﻢْ

“Ya Allāh, tunjukkanlah kepada kami jalan yang lurus, yaitu jalan orang-orang yang Engkau beri nikmat kepada mereka.”

🔴 Siapakah orang-orang yang diberi nikmat itu? Mereka adalah *nabiyyīn wa shiddiqīn wasy syuhadā wash shālihīn*. Jadi jalan lurus yang kita minta dalam setiap shalat kita itu tidak lain adalah jalannya para Nabi, para orang shidiq, para syuhada, dan orang-orang shalih.

🔴 Kita disuruh untuk melihat ke atas dalam masalah akhirat, yaitu dengan senantiasa meminta petunjuk ke jalan yang pernah ditempuh oleh orang-orang yang hebat seperti para Nabi, para shiddiqīn, para syuhada, para shālihīn.

🔴 Ayat lain yang menunjukkan bahwa kita diperintahkan untuk melihat ke atas dalam masalah akhirat adalah firman Allāh,

ﻭَﻓِﻲ ﺫَﻟِﻚَ ﻓَﻠْﻴَﺘَﻨَﺎﻓَﺲِ ﺍﻟْﻤُﺘَﻨَﺎﻓِﺴُﻮﻥَ

“Dan untuk yang demikian (yaitu kenikmatan-kenikmatan surga), maka hendaknya orang-orang yang berlomba, berlomba-lombalah.” (QS. Al-Muthaffifīn: 26)

🔴 Dalam masalah surga dan berbuat kebajikan maka Allah menyuruh kita berlomba-lomba.

🔴 Sebagaimana firman Allāh,

ﻓَﺎﺳْﺘَﺒِﻘُﻮﺍ ﺍﻟْﺨَﻴْﺮَﺍﺕِ
“Berlomba-lombalah dalam kebaikan.” (QS. Al-Baqarah: 148)

🔴 Dalam ayat yang lain Allah menyuruh kita untuk cepat dan berpacu. Allah berfirman,

ﻭَﺳَﺎﺭِﻋُﻮﺍ ﺇِﻟَﻰ ﻣَﻐْﻔِﺮَﺓٍ ﻣِﻦْ ﺭَﺑِّﻜُﻢْ ﻭَﺟَﻨَّﺔٍ ﻋَﺮْﺿُﻬَﺎ ﺍﻟﺴَّﻤَﺎﻭَﺍﺕُ ﻭَﺍﻟْﺄَﺭْﺽُ

“Berlomba-lombalah untuk meraih ampunan Allāh. Dan berlomba-lombalah untuk segera meraih surga yang luasnya seluas langit dan bumi.” (QS. Āli 'Imrān: 133)

🔴 Dalam masalah kebaikan dan dalam masalah agama, seseorang hendaknya senantiasa melihat ke atas agar dia tidak cepat merasa puas dengan amal yang telah ia kerjakan dan agar dia tidak merasa ujub (merasa bangga).

🔴 Kesimpulannya, kita diperintahkan untuk qona'ah dalam masalah dunia dan dianjurkan untuk tidak cepat merasa puas dalam masalah akhirat. Bukan sebaliknya, dalam masalah dunia kita melihat ke atas sehingga tidak pernah qona'ah dan dalam masalah agama melihat ke bawah sehingga qona'ah dan merasa puas dengan kondisi agamanya meskipun berkualitas rendah.

🔴 Maka sangat tercela jika seseorang dalam masalah dunia tidak pernah puas, melihat ke ataaaaas terus, sudah punya mobil masih bernafsu kepada mobil yang mewah, iri dengan tetangganya, serakah, ambisius terus dengan harta dunia, dengan teman-temannya, dan seterusnya.

🔴 Sementara dalam masalah agama ia justru melihat ke bawah. Dia mengatakan, “Ah, alhamdulillāh saya sudah shalat, masih banyak orang yang tidak shalat.” Ya Benar, memang masih banyak orang yang tidak shalat, dan kita bersyukur kepada Allāh karena menjadi golongan orang yang mendirikan shalat, tetapi lihatlah ke atas, agar dirimu merasa penuh kekurangan, karena masih banyak orang-orang yang lebih hebat darimu sehingga engkau terpacu untuk mencari yang lebih dalam masalah agama.

🔴 Hendaknya kita berusaha mencapai kedudukan setinggi mungkin dalam masalah agama. Bahkan jika kita meminta surga, mintalah surga yang paling tinggi, sebagaimana Nabi bersabda,

ﻓﺈِﺫَﺍ ﺳَﺄَﻟْﺘُﻢُ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻓَﺎﺳْﺄَﻟُﻮﻩُ ﺍﻟْﻔِﺮْﺩَﻭْﺱَ ، ﻓَﺈِﻧَّﻪُ ﺃَﻭْﺳَﻂُ ﺍﻟْﺠَﻨَّﺔِ ، ﻭَﺃَﻋْﻠَﻰ ﺍﻟْﺠَﻨَّﺔِ

“Jika engkau minta surga maka mintalah surga Firdaus, surga yang paling tengah dan yang paling tinggi.” (HR. Al-Bukhari)

🔴 Hadis di atas menunjukkan bahwa Rasūlullāh mengajarkan kepada kita untuk memiliki *himmah 'āliyah* (semangat yang tinggi), spirit di dalam masalah agama dan agar kita tidak pernah merasa puas dengan apa yang telah kita kerjakan.

Semoga Allāh Ta'āla menjadikan kita orang-orang yang memandang ke bawah dalam masalah dunia dan menjadikan kita orang-orang yang memandang ke atas dalam masalah agama.


*Peringatan*
Sebagian ulama menyebutkan bahwa jika seseorang yang miskin memandang ke atas, yaitu kepada orang yang jauh lebih kaya darinya, dengan pandangan yang jernih, maka ia pasti akan mendapati bahwa dirinya ternyata memiliki nikmat yang tidak kalah besarnya dibandingkan dengan nikmat harta yang dimiliki oleh si kaya tersebut. Bisa jadi ia mendapati bahwa si kaya dengan hartanya yang melimpah harus merasakan berbagai penderitaan yang membuat hidupnya tidak tenang, seperti sakit yang datang silih berganti, tekanan hidup yang tinggi, kekhawatiran akan kehilangan hartanya, dan lain-lain.

🔴 Bisa jadi orang yang hartanya melimpah hidupnya tidak tenang karena senantiasa memikirkan pekerjaannya dalam rangka mencari dan mempertahankan kekayaan. Bisa jadi ia juga dipusingkan dengan bagaimana menyimpan dan membelanjakan hartanya, dan seabrek permasalahan lain yang tidak menimpa orang-orang yang miskin.

🔴 Bahkan bisa jadi si miskin dapat makan enak dengan sembarang makanan dan tidur pulas di sembarang tempat, sementara si kaya harus memilah-milah makanan dengan kadar tertentu demi menjaga kesehatannya dan sulit tidur karena permasalahan harta selalu memenuhi otak dan pikirannya. Maka, meskipun ia telah berbaring di ranjang yang empuk dan mahal, tetapi ia tidak kunjung bisa tidur nyenyak, sedangkan si miskin yang berbaring di tikar lusuh- atau tergeletak di bawah pohon sambil menunggui kambingnya langsung tertidur, dapat dengan nyaman tidur karena pikirannya terbebas dari beban-beban yang memenuhi kepalanya, jika si miskin adalah orang yang beriman dan berserah diri kepada Allah ta’ala.


Jakarta, 18-07-1438 H /15-04-2017

Tidak ada komentar :

Posting Komentar