*MENENANGKAN, MENENTRAMKAN*
*Mengherankan*. Menurut sebagian orang, dakwah dan ceramah yang menenangkan adalah yang ujung-ujungnya semua boleh, semua benar, semua punya dalil, semuanya ada alasan, semua tergantung sudut pandang, semuanya tergantung ijtihadnya, semua ada kitabnya, semua ada ulama'nya.
Apakah seperti ini midel beragama? *Apakah demikian cara beragama yang benar?*
Padahal ketenangan hati itu ketika mengetahui kebenaran, bukan ketika mengetahui semua benar, semua boleh atau yang penting ada pendapat ulama.
Syaikh Shalih Al Fauzan mengatakan:
ﻭﺇﻥ ﺍﻟﺮﺟﻮﻉ ﺇِﻟَﻰ ﻛﺘﺎﺏ ﺍﻟﻠﻪ ﻳُﺰﻳﻞ ﺍﻷﺣﻘﺎﺩ ﻭﻳُﺰﻳﻞ ﺍﻷﺿﻐﺎﻥ ، ﻓﻼ ﺃﺣﺪ ﻳﻌﺘﺮﺽ ﻋﻠﻰ ﻛﺘﺎﺏ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﺰ ﻭﺟﻞ ﻓﺈﻧﻚ ﻋﻨﺪﻣﺎ ﺗﻘﻮﻝ ﻹﻧﺴﺎﻥ : ﺗﻌﺎﻝَ ﺇِﻟَﻰ ﻗﻮﻝ ﺍﻹﻣﺎﻡ ﺍﻟﻔﻼﻧﻰ ﺃﻭ ﺍﻟﻌﺎﻟِﻢ ﺍﻟﻔﻼﻧﻲ ﻻ ﻳﻘﺘﻨﻊ . ﻟﻜﻦ ﻟﻮ ﻗﻠﺖ ﻟﻪ : ﺗﻌﺎﻝَ ﺇﻟﻰ ﻛﺘﺎﺏ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﺇِﻟَﻰ ﺳُﻨﺔ ﺭﺳﻮﻟﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ، ﻓﺈﻥ ﻛﺎﻥ ﻓﻴﻪ ﺇﻳْﻤَﺎﻥٌ ﻓﻬﻮ ﻳﻘﺘﻨﻊ ﻭﻳﺮﺟﻊ
"Kembali kepada Al Qur'an dan As Sunnah itu menghilangkan permusuhan dan perselisihan. Karena tidak ada orang (Muslim) yang menolak Al Qur'an. Maka jika anda katakan kepada seseorang: ambil saja pendapat imam Fulan atau ulama Fulan, ia tidak akan merasa tenang. Namun jika anda katakan kepadanya: kembalilah kepada Al Qur'an dan Sunnah Rasul, jika ia memiliki iman, maka pasti ia akan merasa tenang dan akan rujuk " (Syarah Ushul As Sittah, 21).
Maka dakwah yang benar dan menenangkan adalah yang mengajak untuk kembali kepada dalil ketika ada perselisihan. Bukan yang membiarkan umat "ngambang" dan membiarkan mereka pada pendapat masing-masing dan membenarkan mereka pada pendapat masing-masing atau taqlid kepada madzhab masing-masing.
Syaikh Shalih Al Fauzan mengatakan:
ﻓﺎﻟﻮﺍﺟﺐ ﺃﻥ ﻧَﺠﺘﻤﻊ ﻋﻠﻰ ﻛﺘﺎﺏ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﺳُﻨﺔ ﺭﺳﻮﻟﻪ ، ﻭ ﻣﺎ ﺍﺧﺘﻠﻔﻨﺎ ﻓﻴﻪ ﻧﺮﺩُّﻩ ﺇﻟﻰ ﻛﺘﺎﺏ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﺳُﻨﺔ ﺭﺳﻮﻟﻪ ، ﻻﻳﻌﺬﺭ ﺑﻌﻀﻨﺎ ﺑﻌﻀﺎً ﻭ ﻧﺒﻘﻰ ﻋﻠﻰ ﺍﻻﺧﺘﻼﻑ؛ ﺑﻞ ﻧﺮﺩُّﻩ ﺇﻟَﻰ ﻛﺘﺎﺏ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﺳُﻨﺔ ﺭﺳﻮﻟﻪ ، ﻭ ﻣﺎ ﻭﺍﻓﻖ ﺍﻟْﺤَﻖَّ ﺃﺧﺬﻧﺎ ﺑﻪ ، ﻭ ﻣﺎ ﻭﺍﻓﻖ ﺍﻟﺨﻄﺄ ﻧﺮﺟﻊ ﻋﻨﻪ . ﻫﺬﺍ ﻫﻮ ﺍﻟﻮﺍﺟﺐ ﻋﻠﻴﻨﺎ ، ﻓﻼ ﺗﺒﻘﻰ ﺍﻷﻣﺔ ﻣُﺨﺘﻠﻔﺔً
"Wajib bagi kita semua untuk bersatu di atas Al Qur'an dan As Sunnah. Perkara yang kita perselisihkan, kita kembalikan kepada Al Qur'an dan Sunnah Rasul, bukan malah kita saling bertoleransi dan membiarkan tetap pada perbedaan. Bahkan yang benar adalah kita kembalikan kepada Al Qur'an dan Sunnah Rasul. Pendapat yang bersesuaikan dengan kebenaran, kita ambil, pendapat yang salah maka kita tinggalkan. Itulah yang wajib bagi kita, bukan membiarkan umat tetap pada perselisihan" (Syarah Ushul As Sittah, 19).
Maka dakwah yang mengajak untuk membiarkan umat taqlid pada pendapat madzhab masing-masing, ormas masing-masing, partai masing-masing, kelompok masing², mempersilakan memilih pendapat mana saja, serba boleh pakai dalil apa saja, bebas ini adalah dakwah yang keliru.
Syaikh Shalih Al Fauzan mengatakan:
ﺃﻣﺎ ﻣﺎ ﻳﻘﺎﻝ : ﻛﻞٌّ ﻳﺒﻘﻰ ﻋﻠﻰ ﻣﺬﻫﺒﻪ ، ﻭ ﻛﻞٌّ ﻳﺒﻘﻰ ﻋﻠﻰ ﻋﻘﻴﺪﺗﻪ ، ﻭﺍﻟﻨﺎﺱ ﺃﺣﺮﺍﺭٌ ﻓِﻲ ﺁﺭﺍﺋﻬﻢ ، ﻭﻳﻄﺎﻟﺒﻮﻥ ﺑِﺤﺮﻳﺔ ﺍﻟﻌﻘﻴﺪﺓ ، ﻭ ﺣﺮﻳﺔ ﺍﻟﻜﻠﻤﺔ ، ﻫﺬﺍ ﻫﻮ ﺍﻟﺒﺎﻃﻞ ﺍﻟﺬﻱ ﻧﻬﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ ﻓﻘﺎﻝ : } ﻭَﺍﻋْﺘَﺼِﻤُﻮﺍْ ﺑَﺤَﺒْﻞِ ﺍﻟﻠﻪِ ﺟَﻤِﻴﻌًﺎ ﻭَﻻَ ﺗَﻔَﺮِّﻗُﻮﺍْ { [ ﺁﻝ ﻋﻤﺮﺍﻥ ١٠٣: ] . ﻓﻴﺠﺐ ﺃﻥ ﻧَﺠﺘﻤﻊ ﻓِﻲ ﻋﺮﺽ ﺍﺧﺘﻼﻓﻨﺎ ﻋﻠﻰ ﻛﺘﺎﺏ ﺍﻟﻠﻪ
"Adapun yang mengatakan: 'biarkan mereka mengikuti pendapat madzhab masing-masing, biarkan mereka mengikuti akidah mereka masing-masing, setiap orang bebas berpendapat dan menuntut kebebasan berkeyakinan dan berpendapat', ini adalah kekeliruan. Yang Allah larang dalam firman-Nya (yang artinya): 'berpegang-teguhlah pada tali Allah kalian semuanya, dan janganlah berpecah-belah' (QS. Al Imran: 103). Maka wajib bagi kita untuk bersatu di atas Kitabullah dalam menyelesaikan perselisihan di antara kita"
(Syarah Ushul As Sittah, 18).
Maka para ulama kita membahas masalah khilafiyah (perselisihan), lalu mentarjih salah satu pendapat mereka biasa mengatakan, "ini pendapat yang lebih menenangkan hati saya".
Sungguh berbeda orang berilmu dan orang awam. Para ulama hatinya tenang ketika mengetahui kebenaran atau yang mendekati kebenaran. Adapun orang awam, hatinya tenang ketika semua boleh, semua benar, dan dipersilahkan mengikuti pendapat masing-masing.
Hati tenang dengan kebenaran ketika ada ilmu. Namun hati tenang dengan kekeliruan karena tidak ada ilmu sebenarnya ketenangan yang tidak tenang. Maka ketika menjelaskan hadits "mintalah fatwa pada hatimu".
Abul Abbas Dhiyauddin Al Qurthubi mengatakan:
ﺍﺳﺘﻔﺖ ﻗﻠﺒﻚ ﻭﺇﻥ ﺃﻓﺘﻮﻙ . ﻟﻜﻦ ﻫﺬﺍ ﺇﻧﻤﺎ ﻳﺼﺞ ﻣﻤﻦ ﻧﻮَّﺭ ﺍﻟﻠﻪ ﻗﻠﺒﻪ ﺑﺎﻟﻌﻠﻢ ، ﻭﺯﻳﻦ ﺟﻮﺍﺭﺣﻪ ﺑﺎﻟﻮﺭﻉ ، ﺑﺤﻴﺚ ﻳﺠﺪ ﻟﻠﺸﺒﻬﺔ ﺃﺛﺮًﺍ ﻓﻲ ﻗﻠﺒﻪ . ﻛﻤﺎ ﻳﺤﻜﻰ ﻋﻦ ﻛﺜﻴﺮ ﻣﻦ ﺳﻠﻒ ﻫﺬﻩ ﺍﻷﻣَّﺔ
“‘mintalah fatwa pada hatimu, walaupun orang-orang memberimu fatwa‘. ini hanya berlaku bagi orang diberi cahaya oleh Allah berupa ilmu (agama). Dan menghiasi raganya dengan sifat wara’. Karena ketika ia menjumpai sebuah syubhat, itu akan mempengaruhi hatinya. Demikianlah yang terjadi pada kebanyakan para salaf umat ini” (Al Mufhim limaa Asykala min Talkhis Kitab Muslim, 14/114).
Wallahu a'lam.
*Let's back to Quran Sunnah*
Tidak ada komentar :
Posting Komentar