Abu Hasan

مجموعة الاسلامية على نهج سلف الأمة

Minggu, 11 Maret 2018

Tidak Semua pelaku Bid'ah itu ahli Bid'ah (syaikh Albani)

Tidak Semua pelaku Bid'ah itu ahli Bid'ah

# Penjelasan Asy Syaikh Al Albany tentang apakah setiap pelaku bid'ah pasti dia dihukumi sbg ahlul bid'ah atau ahlul ahwa'?
---•••---
Sebenarnya permasalahan seperti ini sudah pernah kami tanyakan kepada syaikh kami Abul Hasan As Sulaymani hafidzahulloh sekitar lebih dari 10 tahun yg lalu di Markiz Darul Hadits Ma'rib, Yaman. Kemudian, ketika kami membaca penjelasan syaikh Al Albany rahimahulloh, ternyata pernyataan syaikh Al Albany kurang lbh sama dg jawaban yg dipaparkan oleh syaikh kami. Maklum beliau kan masih muridnya syaikh Al Albany rahimahulloh.


Sering sekali kami mendengar syaikh Al Albany mengulang-ulang sebuah kaedah penting dalam ceramah/fatwanya:


ليس كل من وقع في البدعة وقعت عليه البدعة


(Tidak setiap orang yg terjatuh dalam bid'ah disematkan padanya (julukan) ahli bid'ah).

Beliau rahimahulloh berkata:


« أنت تعلم أن هناك في بعض الأئمة المتبعين اليوم والذين لا يشك عالم مسلم -عالم حقا –بأنه مسلم وليس هذا فقط بل وعالم فاضل، ومع ذلك فقد خالف الكتاب والسنة وخالف السلف الصالح في غير ما مسألة أعني بذلك مثلا النعمان بن ثابت أبا حنيفة رحمه الله الذي يقول بأن الإيمان لا يزيد ولا ينقص، ويقول لا يجوز للمسلم أن يقول أنا مؤمن إن شاء الله، وأنه إذا قال إن شاء الله فليس مسلما، لا شك أن هذا القول بدعة في الدين لأنه مخالف للكتاب والسنة، لكن هو ما أراد البدعة، هو أراد الحق فأخطأه، لذلك ففتح هذا الباب من التشكيك في علماء المسلمين سواء كانوا من السلف أو من الخلف، ففي ذلك مخالفة لما عليه المسلمون وربنا عز وجل يقول في القرآن الكريم : وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيراً. (النساء:115)»


"Sebagaimana telah engkau ketahui ada diantara para imam yg dewasa ini dijadikan sebagai panutan. Bahkan dia adalah orang alim muslim -yang haq- lagi sang 'alim yg punya keutamaan, meskipun demikian dia (terkadang) menyelisihi Al Qur'an dan As Sunnah dan menyelisihi para salafus shalih tidak hanya dalam satu persoalan saja. Ambil contoh misalnya An Nu'man bin Tsabit/imam Abu Hanifah rahimahulloh, dia berkeyakinan bahwa iman tidak bertambah dan berkurang, dia juga berpendapat tidak bolehnya seorang mengucapkan 'aku adalah seorang mukmin insya Allah', kalau sampai seorang mengucapkan demikian maka dia bukan muslim. Tidak diragukan lagi bahwa ucapan di atas adalah bid'ah yg diada-adakan dalam agama ini, karena menyelisihi Al Kitab dan As Sunnah. Akan tetapi (Abu Hanifah) tidaklah menyengaja untuk melakukan bid'ah tersebut, sebenarnya dia ingin mencari kebenaran namun keliru. Sehingga berefek membuat keragu-raguan dari para ulama baik salaf maupun khalaf. Apa yg beliau lakukan jelaslah menyelisihi jalan kaum muslimin (ijma'). Sebagaimana firman Allah Ta'ala (artinya):
“Dan barang siapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasinya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahanam, dan Jahanam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. An Nisa’: 115)
[Silsilah Al Huda wa An Nur: no, 666]
-----×××-----

÷ Note: Meskipun dalam beberapa hal imam Abu Hanifah rahimahulloh melakukan kebid'ahan, tetap saja para ulama tidak ada yg mempermasalahkan tentang keimaman dan keutamaan beliau. Sebagaimana kita tahu bersama bahwa madzhab beliau menjadi salah satu dari 4 madzhab besar dalam permasalahan fiqih. sampai sampai imam Asy Syafi'i rohimahulloh memberikan sanjungan terhadap imam Abu Hanifah:


كل الناس عالة في الفقه على أبي حنيفة


"Setiap manusia berhutang budi kepada Abu Hanifah dalam hal Fiqih." (As Siyar: 6/403)



Berkata imam Ibnul Mubarok rohimahulloh:


أفقه الناس أبو حنيفة، ما رأيت في الفقه مثله


"Orang paling faqih adalah Abu Hanifah, aku belum pernah melihat orang yg selevel dia dalam hal Fiqih." (As Siyar: 6/403)

Berkata sejarawan Islam imam Adz Dzahaby rahimahulloh:


وأما الفقه والتدقيق في الرأي وغوامضه فإليه المنتهى، والناس عليه عيال في ذلك


"Adapun permasalahan Fiqih dan detail lika-likunya dalam sebuah Permasalahan yg amat sangat rumit, maka dialah referensi utamanya, manusia berhutang budi terhadap (Kepandaian Abu Hanifah) dalam bidang tersebut."
----×××----

Syaikh Al Albany juga menjelasakan perihal perbedaan antara ucapan bid'ah dari seseorang dengan orang yg mengucapkannya:


«إذا كان هذا المخالف يخالف نصا أولا: لا يجوز اتباعه، وثانيا لا نبدع القائل بخلاف النص وإن كنا نقول إن قوله بدعة، وأنا أفرق بين أن تقول فلان وقع في الكفر وفلان كفر، وكذلك فلان وقع في البدعة وفلان مبتدع، فأقول فلان مبتدع مش معناه وقع في بدعة، وهو مَن شأنه أنه يبتدع، لأن مبتدع اسم فاعل، هذا كما إذا قلنا فلان عادل ليس لأنه عدل مرة في حياته، فأخذ هذا اسم الفاعل، القصد أن المجتهد قد يقع في البدعة–ولا شك-لكن لا ألومه بها ولا أطلق عليه اسم مبتدع، هذا فيما إذا خالف نصا»


"Apabila seorang menyelisihi nash, maka sikap pertama kita tidak boleh mengikuti (pendapat) nya. Kedua kita tidak menyematkan (julukan) ahli bid'ah kepada orang yg pernyataannya tersebut menyelisihi nash, walaupun kita katakan bahwa ucapannya adalah bid'ah. Oleh karena itu saya membedakan antara ucapan seseorang 'Fulan terjatuh ke dalam kekafiran' dengan pernyataan 'Fulan kafir', demikian juga pernyataan 'Fulan terjatuh ke dalam bid'ah' dengan 'Fulan adalah ahli bid'ah'. Maka ketika saya katakan Fulan adalah ahlu bid'ah maknanya adalah Fulan bukan semeta-mata melakukan suatu bid'ah tertentu saja. Akan tetapi kondisinya adalah dominan dg kebid'ahan. Karena kata mubtadi' (ahli bid'ah) adalah isim Fa'il (pelaku). Hal ini mirip dengan pernyataan seseorang 'Fulan itu adil', maka maknanya bukanlah dia hanya berbuat adil hanya sekali dalam hidupnya. Inilah permisalan yg kita ambil dari isim fa'il. Intinya adalah terkadang seorang mujtahid pun bisa jatuh ke dalam bid'ah -ini tidak diragukan- hanya saja aku tidak mencacinya dan tidak menuduhnya dengan julukan mubtadi' (ahli bid'ah). Ini terjadi tatkala (mujtahid) tersebut menyelisihi sebuah nash." (Silsilah Al Huda Wan Nur: no, 850).

Berkata Syaikh Al Albany tatkala mengomentari Ibnu Hazm, yg dia berpemahaman jahmiyyah dalam permasalahan asma' dan shifat:


« فلا نستطيع أن نقول في ابن حزم ولا في غيره بأنه كافر ، بل و لا أستطيع أنا شخصيا أن أقول إنه ضال ، وإن كان وقع في الضلال، لأنني أشعر من مطالعتي لكتبه ولطريقة احتجاجه واستدلالاته على أصوله أنه يبتغي الحق، فحسبنا أن نقول فيه وفي أمثاله أنه مأجور أجرا واحدا ، لكن هذا لا يمنعنا من الصدع والتصريح بتخطئته سواء كان خطؤه في العقيدة أو في الفقه »


"Tentang Ibnu Hazm dan yg semisalnya, maka tidak mungkin untuk kita katakan bahwa dia dan yg semisalnya adalah orang kafir, bahkan gak mungkin juga bagi saya untuk mengatakan dia adalah Dhaal (sesat), walaupun dia melakukan sebuah kekeliruan. Karena yg aku rasakan ketika aku membaca kitab-kitabnya dan metodologinya dalam berhujjah dan berdalil, maka semuanya dibangun di atas prinsip mencari kebenaran. Oleh karena itu saya katakan bahwa orang yg seperti dia atau yg semisal mendapatkan satu pahala. Hanya saja, meskipun demikian tidak mengapa bagi kita untuk menyanggah dan membantah pendapatnya yg salah, baik kesalahannya dalam permasalahan Aqidah maupun Fiqih." (Fatawaa Juddah: no, 6).


semoga bermanfaat

Tidak ada komentar :

Posting Komentar