







ﺧﻄﺮ ﺍﻟﻌﺠﺐ ﻭﻃﺮﻳﻖ ﺍﻟﺘﺨﻠﺺ ﻣﻨﻪ
*BAHAYA UJUB*




ﺛَﻼَﺙُ ﻣُﻬْﻠِﻜَﺎﺕٍ : ﺷُﺢٌّ ﻣُﻄَﺎﻉٌ ﻭَﻫَﻮًﻯ ﻣُﺘَّﺒَﻊٌ ﻭَﺇﻋْﺠَﺎﺏُ ﺍﻟْﻤَﺮْﺀِ ﺑِﻨَﻔْﺴِﻪ
ِ
"Tiga perkara yang membinasakan; rasa pelit yang ditaati, hawa nafsu yang diikui dan ujubnya seseorang terhadap diri sendiri" (HR at-Thobroni, Al-Awshoth no 5.452)
"Tiga perkara yang membinasakan; rasa pelit yang ditaati, hawa nafsu yang diikui dan ujubnya seseorang terhadap diri sendiri" (HR at-Thobroni, Al-Awshoth no 5.452)

ﻭَﻛَﺜِﻴﺮًﺍ ﻣَﺎ ﻳَﻘْﺮِﻥُ ﺍﻟﻨَّﺎﺱُ ﺑَﻴْﻦَ ﺍﻟﺮِّﻳَﺎﺀِ ﻭَﺍﻟْﻌُﺠْﺐِ ﻓَﺎﻟﺮِّﻳَﺎﺀُ ﻣِﻦْ ﺑَﺎﺏِ ﺍﻟْﺈِﺷْﺮَﺍﻙِ ﺑِﺎﻟْﺨَﻠْﻖِ ﻭَﺍﻟْﻌُﺠْﺐُ ﻣِﻦْ ﺑَﺎﺏِ ﺍﻟْﺈِﺷْﺮَﺍﻙِ ﺑِﺎﻟﻨَّﻔْﺲِ ﻭَﻫَﺬَﺍ ﺣَﺎﻝُ ﺍﻟْﻤُﺴْﺘَﻜْﺒِﺮِ، ﻓﺎﻟﻤﺮﺍﺋﻲ ﻻ ﻳﺤﻘﻖ ﻗﻮﻟﻪ } ﺇِﻳَّﺎﻙَ ﻧَﻌْﺒُﺪُ { ﻭﺍﻟﻤﻌﺠﺐ ﻻ ﻳﺤﻘﻖ ﻗﻮﻟﻪ }: ﻭﺇِﻳَّﺎﻙَ ﻧَﺴْﺘَﻌِﻴﻦُ { ﻓﻤﻦ ﺣﻘﻖ ﻗﻮﻟﻪ } ﺇِﻳَّﺎﻙَ ﻧَﻌْﺒُﺪُ { ﺧﺮﺝ ﻋﻦ ﺍﻟﺮﻳﺎﺀ ﻭﻣﻦ ﺣﻘﻖ ﻗﻮﻟﻪ : } ﻭﺇِﻳَّﺎﻙَ ﻧَﺴْﺘَﻌِﻴﻦُ { ﺧﺮﺝ ﻋﻦ ﺍﻹﻋﺠﺎﺏ .
"Yang sering menghinggapi manusia adalah riya dan ujub.
Riya merupakan bentuk mempersekutukan Allah dengan makhluk. Adapun ujub (bangga diri) menjadikan diri sebagai tandingan/sekutu bagi Allah. Seorang yang riya tidaklah merealisasikan : “ ﺇِﻳَّﺎﻙَ ﻧَﻌْﺒُﺪ ” (hanya kepada-Mu kami menyembah). Dan seorang yang ujub tidak merealisasikan ﻭﺇِﻳَّﺎﻙَ ﻧَﺴْﺘَﻌِﻴﻦُ (hanya kepada-Mu kami meminta pertolongan). Maka Setiap orang yang mampu mengamalkan firman ﺇﻳﺎﻙ ﻧﻌﺒﺪ akan terselamatkan dari penyakit riya. Dan setiap orang yang mampu mengamalkan firman Allah ﻭﺇﻳﺎﻙ ﻧﺴﺘﻌﻴﻦ akan terbebas dari penyakit ujub.
[Majmu’ al-Fatawa, Liyaddabbaruu Aayatihi, Vol. 7].
[Majmu’ al-Fatawa, Liyaddabbaruu Aayatihi, Vol. 7].

1. Abdullah bin Mas'ud ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ berkata:
ﺍﻟﻬﻼﻙ ﻓﻲ ﺷﻴﺌﻴﻦ : ﺍﻟﻌﺠﺐﻭﺍﻟﻘﻨﻮﻁ
“Kebinasaan itu ada pada dua perkara, yaitu: merasa putus asa dari rahmat Allah, dan merasa bangga terhadap diri sendiri.” (Siyaru A’laami An-Nubala’, Adz-Dzahabi III/236).
2. Al-Mutharrif bin Abdulllah ﺭﺣﻤﻪ berkata:
ﻷﻥ ﺃﺑﻴﺖ ﻧﺎﺋﻤﺎ ﻭﺃﺻﺒﺢ ﻧﺎﺩﻣﺎ ، ﺃﺣﺐ ﺇﻟﻲ ﻣﻦ ﺃﻥ ﺃﺑﻴﺖ ﻗﺎﺋﻤﺎ ﻭﺃﺻﺒﺢﻣﻌﺠﺒﺎ
“Tidur terlelap (semalam suntuk) kemudian bangun dengan rasa penuh penyesalan lebih aku sukai daripada melakukan sholat tahajjud (qiyamul lail) semalam penuh tapi bangun pagi dengan perasaan ‘ujub (bangga diri).” (Hilyatul Auliya’: II/200).
3. Abu Wahb bin Al-Marwazi rahimahullah berkata:
(ﺳﺄﻟﺖ ﺍﺑﻦ ﺍﻟﻤﺒﺎﺭﻙ : ﻣﺎ ﺍﻟﻜﺒﺮ؟ ﻗﺎﻝ : ﺃﻥ ﺗﺰﺩﺭﻱ ﺍﻟﻨﺎﺱ . ﻓﺴﺄﻟﺘﻪ ﻋﻦﺍﻟﻌُﺠْﺐ؟ ﻗﺎﻝ : ﺃﻥ ﺗﺮﻯ ﺃﻥ ﻋﻨﺪﻙ ﺷﻴﺌًﺎ ﻟﻴﺲ ﻋﻨﺪ ﻏﻴﺮﻙ ، ﻻ ﺃﻋﻠﻢ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﺼﻠﻴﻦ ﺷﻴﺌًﺎ ﺷﺮًّﺍ ﻣﻦ ﺍﻟﻌُﺠْﺐ )
“Aku pernah bertanya kepada Abdullah bin Mubarok; “Apa yg dimaksud dengan Al-Kibr (kesombongan)?” Beliau menjawab: “Melecehkan orang lain.” Lalu aku bertanya lagi apa itu ‘Ujub?. Beliau menjawab: “‘Ujub ialah perasaan bahwa kamu memiliki sesuatu yang tidak dimiliki orang lain. Aku tidak mengetahui sesuatu yg lebih berbahaya daripada sikap ‘ujub bagi orang-orang yg sholat.” (Siyaru A’lami Nubala’, AdDzahabi: IV/407).

"Sesungguhnya seorang hamba benar-benar melakukan sebuah dosa, dan dengan dosa tersebut menyebabkan ia masuk surga. Dan seorang hamba benar-benar melakukan sebuah kebaikan yang menyebabkannya masuk neraka. Ia melakukan dosa dan dia senantiasa meletakkan dosa yang ia lakukan tersebut di hadapan kedua matanya, senantiasa merasa takut, khawatir, senantiasa menangis dan menyesal, senantiasa malu kepada Robb-Nya, menunudukan kepalanya dihadapan Robbnya dengan hati yang luluh. Maka jadilah dosa tersebut sebab yang mendatangkan kebahagiaan dan keberuntungannya. Hingga dosa tersebut lebih bermanfaat baginya daripada banyak ketaatan…
Dan seorang hamba benar-benar melakukan kebaikan yang menjadikannya senantiasa merasa telah berbuat baik kepada Robbnya dan menjadi takabbur dengan kebaikan tersebut, memandang tinggi dirinya dan ujub terhadap dirinya serta membanggakannya dan berkata : Aku telah beramal ini, aku telah berbuat itu. Maka hal itu mewariskan sifat ujub dan kibr (takabur) pada dirinya serta sifat bangga dan sombong yang merupakan sebab kebinasaannya…"
(Al-Wabilu sShoyyib : 9-10)
Dan seorang hamba benar-benar melakukan kebaikan yang menjadikannya senantiasa merasa telah berbuat baik kepada Robbnya dan menjadi takabbur dengan kebaikan tersebut, memandang tinggi dirinya dan ujub terhadap dirinya serta membanggakannya dan berkata : Aku telah beramal ini, aku telah berbuat itu. Maka hal itu mewariskan sifat ujub dan kibr (takabur) pada dirinya serta sifat bangga dan sombong yang merupakan sebab kebinasaannya…"
(Al-Wabilu sShoyyib : 9-10)

ﻭﺍﻟﻌُﺠْﺐَ ﻓَﺎﺣْﺬَﺭْﻩُ ﺇِﻥَّ ﺍﻟْﻌُﺠْﺐَ ﻣُﺠْﺘَﺮِﻑٌ ﺃَﻋْﻤَﺎﻝَ ﺻَﺎﺣﺒِﻪِ ﻓِﻲ ﺳَﻴْﻠِﻪِ ﺍﻟْﻌَﺮِﻡِ
"Jauhilah penyakit ujub, sesungguhnya penyakit ujub akan menggeret amalan pelakunya ke dalam aliran deras arusnya-
Lantas kenapa kita begitu waspada terhadap riyaa namun melalaikan penyakit ujub…?"
Lantas kenapa kita begitu waspada terhadap riyaa namun melalaikan penyakit ujub…?"

- Lupa untuk bersyukur kepada Allah, bahkan malah mensyukuri diri sendiri, seakan-akan amalan yang telah dia lakukan adalah karena kehebatan kemampuannya, dan kecanggihan usahanya.
- Lenyap darinya sifat tunduk dan merendah dihadapan Allah yang telah menganugrahkan segala kelebihan dan kenikmatan kepadanya
- Terlebih jelas lagi lenyap sikap tawadhu' dihadapan manusia
- Bersikap sombong (merasa tinggi) dan merendahkan orang lain, tidak mau mengakui kelebihan yang dimiliki oleh orang lain. Jiwanya senantiasa mengajaknya untuk menyatakan bahwasanya dialah yang terbaik, dan apa yang telah diamalkan oleh orang lain merupakan perkara yang biasa -biasa saja yang tidak patut untuk dipuji.


"Orang yang ujub merasa bahwa dirinya paling tinggi dihadapan manusia yang lain… bahkan merasa dirinya lebih tinggi di sisi Allah.., namun pada hakikatnya dialah orang yang paling rendah dan hina di sisi Allah".
*Kenapa Mesti Ujub?*

*Pertama
Sudah yakinkah amalan-amalan kita tersebut dibangun di atas keikhlasan kepada Allah??

Ikhlas merupakan perkara yang sangat mulia, yang menjadikan pelakunya menjadi sangat tinggi dan mulia di sisi Allah. Orang yang ikhlas hatinya hanya sibuk mengaharapkan keridhoan Allah dan tidak peduli dengan komentar dan penilaian manusia yang tidak memberi kemanfaatan dan tidak memudhorotkan. Yang paling penting baginya adalah penilaian Allah terhadap amalannya.

*Kedua* : Bukankah banyak hal yang bisa menggugurkan amalan-amalan kita tersebut??

"Penggugur dan perusak amalan sangatlah banyak.
ﻭَﻟَﻴْﺲَ ﺍﻟﺸَّﺄْﻥُ ﻓِﻲ ﺍﻟْﻌَﻤَﻞِ ﺇِﻧَّﻤَﺎ ﺍﻟﺸَّﺄْﻥُ ﻓِﻲ ﺣِﻔْﻆِ ﺍﻟْﻌَﻤَﻞِ ﻣِﻤَّﺎ ﻳُﻔْﺴﺪُﻩُ ﻭَﻳُﺤْﺒِﻄُﻪُ
"Dan yang penting adalah bagaimana menjaga amal agar tidak rusak dan gugur bukan yang penting adalah beramalnya."




ﻳَﺎ ﺃَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺁﻣَﻨُﻮﺍ ﻻ ﺗُﺒْﻄِﻠُﻮﺍ ﺻَﺪَﻗَﺎﺗِﻜُﻢْ ﺑِﺎﻟْﻤَﻦِّ ﻭَﺍﻷﺫَﻯ
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima)" (QS Al-Baqoroh : 264)


*Ketiga* : Bukankah penilaian Allah yang paling utama adalah tentang hati dan keimanan seseorang?, bukan hanya sekedar amalan yang dzohir??
Betapa banyak orang yang dzohirnya kurang amalannya dan seakan-akan mata kita merendahkannya, namun ternyata ia sangat tinggi di sisi Allah.

*Keempat* : Betapa banyak dosa yang kita lakukan tanpa kita sadari, dan betapa banyak dosa yang kita lakukan dan kita sadari namun kita melupakannya??



Bukankah takabbur, hasad, berburuk sangka juga merupakan dosa…??
Jika perkaranya demikian…bahwasanya tidak satu amalanpun yang kita yakini kita lakukan ikhlas karena Allah…dan tidak satu amalanpun yang ikhlas kita lakukan lantas kita yakin pasti diterima oleh Allah karena selamat dari hal-hal yang merusaknya…, maka apakah yang bisa kita banggakan untuk bisa ujub di hadapan Allah dan merasa lebih baik dari orang lain…???.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar