


















>>> *Beautiful Chilhood Memorian ni my country* <<<




Tidak ada teknologi
Tidak ada pesawat
Tidak ada internet
Tidak ada komputer
Tidak ada TV
Tidak ada AC
Tidak ada mobil
Tidak ada HP
Tapi kami cukup bahagia.

*Hidup kita adalah bukti hidup.* Bahagianya waktu kecil, riang tanpa beban, tanpa kepanikan dan kecemasan. Tanpa ada larangan gak boleh ini gak boleh itu. Kami bisa pergi ke manapun. Boleh masuk ke rumah siapapun. Rumah desa kelahiran handai tulan yang tidak ada yang berpagar, rumah² terbuka tanpa khawatir ada pencuri masuk, desa nan aman tentram, damai dan permai.

- Yung Rijem
- Mbah Irun
- Yung Riyem
- Yung Dirah
Dan dari empat orang ini menurunkan anak pinak dan cucu cicit.



















*Kami adalah edisi TERBATAS !* Masa kecil kami tak bisa diulang. Semunya penuh kenangan. Masa-masa terindah, tinggal bersama sobat, keluarga, kerabat penuh rukun dan damai, di desa Gilang yang asri, permai serta lestari. Tidak ada kejahatan padanya, tidak ada kemaksiyatan di dalamnya. Semoga Allah menjaga keberkahan dan kelestariannya untuk anak² dan penduduknya di masa² mendatang.
Tulisan ini saya tulis pribadi, menyimpan hikmah² etika perilaku dan karakter kesholihan. Silahkan anda simak dan temukan hikmahnya. (Mardiansyah, Abu Hasan, Ibnu Saman)
😊

Bersambung pada edisi berikutnya, kisah² yang belum saya ceritakan....



















(Bagian. 2)
*_Lanjutan kisah ke 2_ dari Kisah nyata*
Puing² kisah nyata yang telah punah ditelan zaman. Bocah² ingusan desa Gilang kidul. Era tahun 1980an.
*'Ggropyok bajing'.* Berburu bajing di sore hari. Kalau lagi musim kemarau, pohon² dan daun- daun tumbuhan di tegalan pada rontok. Deretan kebun Yung Riyem (nenekku) hingga deretan tegalan mbah Saikun rimbun dengan pohon² bambu 'pring' jowo. Kalau kemarau juga rontok daun²nya. Kala sore anak² Gilang rame² memburu bajing alias tupai. Biasanya ada dua atau tiga orang yang giliran menggoyang² sarangnya. Karena digoyang² merasa terganggu akhirnya keluar juga. Bajing pun loncat² pindah 'mlimbang' dari satu pohon ke pohon pring berikutnya. Karena sebab digoyang² terus akhirnya lari dan jatuh ke tanah. Ternyata di bawah anak² sudah menunggu sambil membawa gebukan. Ada yang pegang patahan batang singkong, ada yang pegang 'dangkél' ketèla. Setiap anak pasti sudah pegang gebuk sewaktu² bajingnya jatuh langsung ramé digebuk. Ada yang sudah mewakili baca doa, 'ayo bismillah siap² ..cah'. "Ojo sampék ucul" (jangan sampailepas) Kata kang Wiyono. Begitu jatuh teriak rame² ... "ayoo....ayooo...kuwi..lo...cekelen". Bak-buk, bak- buk... bajingpun kena gebuk. Langsung tertangkap dan disembelih. Lalu balik lagi berjaga² lagi mengitari 'barongan' bambu pring menunggui bajing yang berikutnya. Yang di atas 'manjat pring' biasanya kang Kliwon, Kang Gudel atau kang Paimo. Bisa juga giliran. Mereka terus menggoyang² batang tempat bajing berpegangan.
Ada yang unik dan lucu. Kadang² tupai lebih pintar dan bisa lepas... begitu jatuh turun langsung 'mlimbang' beralih memanjat pohon kelapa. Anak² pun 'getun' menyesal. Ada juga salah gebuk. Kang Jumadi nangis entah siapa yang keliru meng'gebuk' jari kakinya. Kang Gudel kadang² juga jengkel; 'siapa tadi cah.....yang gebuk bokongku'.... sing digebuki ki bajingnya....kok pantat orang digebuki". Satu sore saja kadang dapat tiga sampai empat ekor tupai. Saya pernah dapat kaki depannya. Kang Didet pernah dapat kaki belakang. Ada yang dibawa pulang dikasihkan 'mbok' nya. Tapi ada juga yang dibakar langsung di 'tegalan'nya yung Dirah (alm). Termasuk saya ikut bakar² daging tupai dan enak rasanya. Karena hari telah senja, sinar mentari pun sudah 'surup' di balik gunung, suara bunglon, suara burung engkuk mulai terdengar, suara jangkrik telah memyambut kala senja yang gelap, bocah² pun pulang.
*Beda kelompok dan mainan* Kelompok yang anak² senior 'balatané': Gudel, Lék Giman, Kliwon, Jumadi, Mukmin. Sementara yang Yunior balatané Lardi, Mardi, Wiyono, Saeran, Salam, Hari, Mino, Parno Cepur, Kadang² Sugeng Kadi alias pinjal. Mainan anak² besar dulu biasanya bikin bedil²an dari bahan bambu. Juga dari glagah. Dulu di depan rumah kang Paimo bin Ridjo banyak terdapat pohon glagah. Sementara kelompok 'balatané' anak² Yunior mainannya bola. 'Bal-balan' pakai buah jeruk gulung. Maklum dahulu bola plastik agak mahal belinya.si warung Lik Tiyem. Kalau bola plastik buat main poli. kalau untuk sepakbola nanti cepat rusak.
*Jum'atan*. Sebelum masjid atTaqwa Gilang dipakai jum'atan, sholatnya di mesjid jami' Baitul Mukmin Biting. Bahkan yang datang dari jauh- jauh. Bahkan dari daerah Jurug, Weru, Mengko, Mesih dan Kerdu. Yang menjadi imam ayahnya pak Sular yaitu mbah kyai Ahmad. Yang jadi khotib gantian: mbah Waji, mbah Safari, pak Rofi'i, pak Sarengat dan mbah Kemi. Rata² saat khutbah jumat berlangsung penduduk desa pada ngantuk karena mungkin telah seharian bekerja di sawah atau di kebun. Yang menjengkelkan ada dari bapak dari Mbuntar rupanya habis 'ndudah abuk', kandang sapi. Jadinya bau kletong sapi dia.
Saat jumatan begitu ada yang lucu. Jama'ah mbah- mbah yang tua tersebut paling mendominasi ngantuknya. Bahkan sama² duduk sila bersebelahan saling tumbukan kepalanya tak tahan akan rasa kantuk setelah seharian lelah mencangkul atau mencari rumput. Yang paling diingat oleh anak² adalah bacaan alFatihah mbah Kyai Ahmad saat membaca lafadh 'ghoiril maghdzuubi' dibaca ; 'GOÈRÉL MAGHEDUUBI NGALAIHIM' karena belia sudah tua.
Ada pula yang kram kakinya alias 'Gringgingen'. Karena bersila selama khutbah hingga ditekuk selama khutbah berlangsung hingga kaget mendengar suara iqomat langsung berdiri, tapi jatuh lagi. Hingga mbah Sumodiran 'slépen' tembakaunya terjatuh beserta Korek kapuknya di lantai.
*Kijang turun gunung* . Kalau musim kemarau rerumputan di lereng² gunung Ampyangan mengering. Semak belukar yang semula hijau jadi berwarna kecoklatan, kelihatan kering lantaran daun² kering yang mendominasi. Di saat itulah banyak rusa atau kijang kebingunagan mencari pakan. Beberapa koloni mereka ada yang sampai migrasi ke lahan² tegalan pertanian di pedesaan terdekat. Yaitu desa Candi, Dagung Anggrung, mengarah ke lebih bawah lagi desa Templék. Bahkan saking cepatnya berlari sekumpulan kijang itu sampai kesasar di daerah seberang etan. Daerah lorokan desa Mesih. Bahkan pernah bersembunyi di bawah gerumbul pohon Andong di bawah dapur rumah saya.
Sekumpulan kawanan monyet pun kalau musim kemarau juga menyerang tanaman palawija desa- desa sekitar gunung. Yang disasar tegalan daerah Candi, Gemplo, Gandu, Sempon. Tanaman singkong, pisang, tomat dan apa saja mereka makan. Yang aman cuma jahe dan lombok cabe. Kera² itu gak berani memakannya. Pedes kali....
*Sholat Tarawih* . Pas bulan puasa saat yang paling bergembira bagi bocah² Gilang. Awal puasa biasanya ditandai tabuhan beduk sejak isyak sampai malam. Mbah Parman yang sangat kuat menabuh beduk. Karena hari² puasa berbukanya anak² sangat kenyang. Sholat tarawih yang lama membuat Hari ketiduran saat sujud. Sujud ndak bangun². Sehabis sholat witir tarawih biasanya mbah Kemi menyediakan jadah punten. Kadang² juga gantian pak de.Wiji membawa ampyang. Giliran mbah Sugi membawa roti. Kadah punten yaitu jadah beras campur santan. Setelah tarawih selesai biasanya kang Sumadi atau kang Purwanto mengaji lewat pengeras suara. Kadang² jama'ah ibu² ada yang marah². Rupanya sandal² yang tadi tertata rapi diobrak- abrik oleh Lardi. Yang kanan dipindah kiri, kiri dipindah kanan. Jama'ah bapak² juga ada yang geram marah². Sebab sandal- sandalnya lengket dengan jadah punten. Ini gara² kang Lardi. Sisa- sisa jadah dilengketkan ke sandal. Termasuk saya juga mau diajak ngoles² terompah dengan jadah.
*Cari ikan* di anak sungai Jurang Gantung. Tiap masa menjelang panen, memang banyak hama pengganggu padi. Terutama koloni burung emprit yang menyerang dan merontokkan tanaman padi. Pada saat padi hendak menguning banyak didirikan gubuk² jerami kering buat menjagai padi dari burung. Lengkap dengan orang²an sawah. Dilengkapi dengan tali penarik dari gubuk. Begitu rombongan burung mau hinggap diusir dengan suara kentongan atau 'digusah' dengan menarik tambang terbentang tadi yang dikaitkan dengan plastik².
Suara mengusir dan meng'gusah bersahut- sahutan. Dari sawahnya kang Sarkun Sekembang, lari terbang ke pematang sawah pakDé Tro di pèh- pèh atas kali, terbang lagi ke arah sawah kang Sumadi, diusir ke arah milik Yu Ponem, berikutnya ke sawah selatan Jengglong, di'gusah terbang ke sawah² miring kidul Jurang Gantung. Nah, disitu sawah kang Lardi diserang kawanan emprit. Kadang² terbang lagi ke sawah selatan miliki Agus dan entah tidak tahu terbang kemana lagi burung² itu.
Kalau sudah beranjak senja, relatif tidak ada lagi burung² datang. Mungkin saja sudah kenyang. Lantas anak² Gilang rutin ke tempatnya kang Didet. Biasa. Mémèt cari ikan di anak sungai kecil Jurang Gantung. Banyak sekali ikan di sana. Utamanya ikan wader, ikan gabus dan uceng. Karena alirannya agak kecil satu lubuk di'obok²' sebentar menjadi keruh. Maka ikan² wader bermunculan ke permukaan. Mungkin gak tahan dengan air keruh. Tiap sore begitu. Sepertinya banyak sekali ikan di sana, tiap hari diambil dan gak habis². Sore itu semua anak lepas kaos bahkan ada yang telanjang. Habis dapat banyak langsung dibakar dengan jerami kering atau 'klaras' daun pisang di persawahan. Saya, Hari, Lardi, Saeran, Wiyono, Parno, dan masih banyak lagi berpesta ikan Wader bakar di senja itu. Dimakan dengan nasi bawaan dari rumah tadi siang. Makan bersama² di tengah sawah dengan daun pisang. Asikkk...nya kala itu.
Tapi kalau lagi bosan cari ikan, sore- sore bersama menyusuri anak sungai itu ke arah atas. Atau sembari pulang lewat sawahnya wong dari wangan Péh-péh ke hilir atas. Sambil mancing, cari cacing buat umpan. Sampai di 'watu Jib'. Yang hingga sekarang masih tegar di situ. Biar diterjang banjir kapanpun tetap tak bergerak. Terus ke atas ke lubuk 'Clangap'. Sampai paling atas 'Celep'. Maklum dahulu aliran 'klegung' besar. Masih banyak lubuk² yang dalam untuk mandi dan 'ciblon'. Hewan² liar juga masih ada. 'Lisang', 'Sliro', luwak, 'bankong', trenggiling, ulo weling dan garangan.
Orang² tua kami melarang ke sungai kalau lagi pas waktu dhuhur tiba alias 'beduk deng'. Katanya ada bajul. Maka tidak ada anak² yang berani pas saat beduk deng. Di tepi² sungai dahulu banyak buah 'uyah²an' yang merah² berarti matang. Kami semua suka makan itu. Juga dapat buah 'Gucén'. 'Blondot ranti'. 'Urang²an', buah 'cokak'. Begitu sampai di persawahan wong Surén banyak sekali tomatnya. Besar² dan merah². Akhirnya dicuri dan dimakan.
*Tempat lewat ke pasar* . DAHULU Orang dari beberapa desa di Jawa Tengah seperti dari Sempon, Kalijati, Gandu, Mesih, dan Templek jika pergi ke pasar ada yang lewat Gilang. Mereka harus lewat muara sungai di Kali Mesih, yang biasa untuk pemandian sapi² dan tempat penyebrangan penduduk desa Templek menyeberang ke pasar Gilang. Biasanya penduduk drda Templék sudah pagi² berangkat ke pasar melewati kali Mesih. Bahkan berangkat sebelum subuh dan matahari terbit. Kalau dilihat dari atas tampak indah iring²an obor 'oncor' api mereka menyusuri jalan setapak yang masih gelap. Sambil memikul barang dagangan, membawa hasil panen, menggendeng ayam, menuntun kambing, membawa pisang, dan apa saja untuk dijual di pasar Prapatan Gilang ataupun di pasar Dagung. Lewat sawah terus melewati 'Puntuk Bunder' terus ke desa Mesih. Kalau sampai di situ sudah agak terang, 'oncor' api mereka padamkan dan disimpan di bawah² gerumbul 'koro', pager luntas, atau ditaruh balik pagar. Nanti kalau pulang diambil lagi.
*Jelang buka puasa*
Main 'dok- dokan' alias meriam karbit. 'Baleman'. Ini sudah menjadi rutinitas turun temurun sejak entah kapan. Area tempat meriam 'dok-dokan' pastinya di miring kulon, di tegalané mbah Kasnu, oro² tefal mbah Rijem, lereng tegal yung Menis yang mengarah ke desa Dengkéng dan Templék. Bunyinya "....dor...dor... dor" bersahut²an. Bergema merambat ke lembah -lembah persawahan. Mendapatkan balasan dari arah Templék tapi punya mereka hanya lirih bikin anak² Gilang ketawa. Giliran meriam besar yaitu 'baleman' dinyalakan semua pada tutup telinga. "BLARRR...BLARRR..." "jeGLUUURRR....". Meledak bagaikan suara bom. Bikin anak² senang dan tertawa² cekikikan. Gembira dia. Padahal orang² Dengkéng teriak bengok² : "rontok gentingku caaaaah... sapiku ucul". "Kocloook... dlondongé sopo to yaaaa".
Main 'dok- dokan' alias meriam karbit. 'Baleman'. Ini sudah menjadi rutinitas turun temurun sejak entah kapan. Area tempat meriam 'dok-dokan' pastinya di miring kulon, di tegalané mbah Kasnu, oro² tefal mbah Rijem, lereng tegal yung Menis yang mengarah ke desa Dengkéng dan Templék. Bunyinya "....dor...dor... dor" bersahut²an. Bergema merambat ke lembah -lembah persawahan. Mendapatkan balasan dari arah Templék tapi punya mereka hanya lirih bikin anak² Gilang ketawa. Giliran meriam besar yaitu 'baleman' dinyalakan semua pada tutup telinga. "BLARRR...BLARRR..." "jeGLUUURRR....". Meledak bagaikan suara bom. Bikin anak² senang dan tertawa² cekikikan. Gembira dia. Padahal orang² Dengkéng teriak bengok² : "rontok gentingku caaaaah... sapiku ucul". "Kocloook... dlondongé sopo to yaaaa".
Tapi kalau sudah dimarahi sama pak Dé... berlarian sembunyi. Disuruh yang tidak keras². Jangan _nyumet_ baLeman. Ada orang sakit. Akhirnya beralih menyalakan dok-dokan bambu. Kang Cepur 'keslomot' api karbit hilang rambutnya. Hari, alisnya, idep nya hilang terbakar. Kang Jumadi hilang alisnya sudah lama sejak awal puasa. Dahulu belum ada kembang api, belum marak mercon dan berbagai variannya. Untuk suara bunyi²an cukup dengan karbit. Dibunyikan biasanya sambil nunggu buka puasa. Begitu mau adzan magrib tiba, semua berlarian pulang minum dan berbuka. Nanti ketemu lagi magrib berjama'ah sambil cerita tentang 'dok- dokan'. Seru memang main dok-dokan.
Bersambung ke seri 3
7 maret 2018 my office room
Tidak ada komentar :
Posting Komentar