Abu Hasan

مجموعة الاسلامية على نهج سلف الأمة

Senin, 04 Januari 2021

CATATAN AKHIR TAHUN 2020

 CATATAN AKHIR TAHUN 2020


Serpihan pelajaran dalam perjalanan:
1. Kita dapatkan, tukang karaoke, biduanita, penabuh musik, dsb...ternyata mereka selalu melatih dirinya untuk meningkatkan kemampuannya. Bahkan para atlit, para fighter, mereka berlatih sangat keras secara rutin. HIKMAH: maka sudah sepantasnya para penuntut ilmu, da'i, pengajar agama, imam, berlatih lebih keras pula untuk meningkatkan kemampuannya.

2- Kita lihat sekarang ini, banyak manusia semakin bagus² saja kendaraannya. Mereka berusaha sekuat mungkin memperbagusi kendaraannya. NAMUN, banyak yang tidak berusaha secara maksimal memperbaiki ibadahnya.

3- Fenomena praktek beragama yang menggelikan; Banyak sekali hansip berseragam tidur bergeletakan di dalam masjid menjaga kotak suara Pilkada. Begitu adzan subuh berkumandang, iqomah dikeraskan, banyak dari mereka tetap tidak ada yang bangun. Ooohh.... Begitu tumpul gigi taring para singa. Panggilan Allah kalah dengan demokrasi. Kemanakah para singa Islam ??

4. Kok bisanya.... pagelaran panggung dangdut di dekat pondok pesantren. Kok bisanya.... Apa ahli maksiyat yg lebih berpengaruh atau para kyai ponpes yang tidak lagi berwibawa.? Sehingga pagelaran panggung maksiyat bisa berlangsung mulus di depan pondok. Saya hanya khawatir para santri ikut berjoget, para ustadz turut berdendang... Wal'iyaadzu billah . Andaikan para kyai memiliki 'haibah' dan 'izzah', niscaya dia ditakuti oleh setan² sebagaimana setan takut mendengar nama Umar. Hal ini mengingatkankan zaman Umar. Kala itu Islam begitu berwibawa. Perbandingannya begitu jauh. Sungguh cemeti Umar lebih ditakuti musuh daripada pedang² para tabi'in sesudahnya. Sungguh terompah Imam Ahmad lebih ditakuti setan daripada 'keislaman' orang² sesudahnya.

5- Hikmah adalah barang hilang, seorang muslim berhak untuk mengambilnya.
- Acapkali, jarak antara kesedihan dan kebahagiaan begitu dekat. Di KALIYOSO, KARANGANYAR ada rumah dihias dengan rampai bunga janur kuning, karena akan diadakan pesta pernikahan yang penuh bahagia. Sementara di sampingnya rumah yang terpasang bendera putih tanda duka kematian keluarganya.

- Di JATISRONO juga, ada rumah sebelah kiri menjual 'kijing' batu nisan kematian, sementara sebelah kanannya toko menjual paket aqiqah untuk kelahiran. Antara hidup dan mati berdampingan begitu dekatnya.

- Saat melewati SUMBER LAWANG, lihat grafiti di belakang bak truck; bekerja untuk bekal akhirat. Husnuzan saja. Tidak semua orang yang kelihatan brengsek itu tidak Shaleh. Di antara mereka penampilannya sebagai orang biasa, tetapi memiliki beberapa keistimewaan. Berupa tanggung jawab yang besar terhadap keluarganya. Tidak berani macam- macam dan maksiyat. Dia bilang "saya takut hukum karma pak..!! soalnya anakku perempuan semua. Mau macam-macam ingat anak-anakku". Lalu dibandingkan dengan seseorang yang kelihatan pakaiannya sebagai seorang yang sholeh. Kemana- mana bawa jubah dan surban. Tapi giliran pulang justru menjuali emas istrinya diam². Ketika pergi pun tidak meninggali uang untuk anak istrinya. Maka manakah yang lebih baik??

6- Saya dapati beberapa kyai itu ucapannya berbobot. Padahal dalilnya sedikit, tema bahasannya sederhana, namun sangat mengena dan menyentuh jiwa. Sementara orang² sekarang pengetahuan "berita"nya sangat banyak, informasi yang diketahui luas tapi tidak lebih mengena. Faktor apa yang menjadi pembeda? Salah satunya: berupa faktor keikhlasan. Lafadh doanya sama saja, tapi efek mujarabnya berbeda. Ketika mengobati orang dengan wirid²nya membawa akibat kesembuhan. Dikasih imbalan berupa mobil pun ditolaknya. "Niyatku menolong sesama semata, tidak mencari dunia" jawabannya.

7- Penjual buku- buku Islam di atas bus Mira Surabaya itu apa barangkali sama dengan permisalan himar di surah Al-Jumu'ah?... yang dijual buku² berisi kandungan berat- berat; ringkasan Hadits Shahih Bukhari Muslim, petunjuk lengkap sholat jama'ah, pedoman lengkap shalat tahajud dan shalat sunnah, wirid dan doa mustajab. Tapi kok giliran waktu sholat dia tidak shalat.... Dari segi penampilan tampak sekali tidak mengamalkan shohih Bukhari.... Sekiranya dia mengamalkan isi wirid dan doa sebagaimana yang dia jual tentu tidak seperti itu keadaannya. Dia kok enggak pernah berubah amalnya... Jadi memang beda; antara menjual buku dan mengamalkan isi buku. Benarkah ungkapan, mungkin apa yang mereka mainkan banyak mengandung syubhat ilmu itu khosyah, bukan banyaknya periwayatan.

8- Apa yang kita makan berpengaruh kepada perilaku kita. Teringat pada buku Muqaddimah Ibnu Khaldun tentang: korelasi makanan dengan perilaku manusia. Orang desa itu tampak kelihatan adem, ayem, tentrem, tenang karena yang mereka konsumsi berupa bahan -bahan alami. Sayur mayur, umbi- umbian, buah-buahan, yang semuanya dari alam yang damai dan bersahaja. Apa adanya.
Namun ketika kita bandingkan dengan beberapa orang² kota yang sikapnya banyak dibuat- buat, banyak akting, apa mungkin barangkali yang dimakan berupa bahan- bahan instan yang dibuat, dan berasal dari hal- hal syubhat. والله اعلم

9- Efek teknologi. Kulihat dimana - mana anak kecil pegangannya HP, semua pada diam dan jemarinya asyik memainkan HP. Meskipun efek positifnya ada namun jika tidak digunakan untuk sesuatu yang manfaat maka akibat buruknya lebih besar daripada manfaatnya. Berupa pergaulan bebas muda-mudi berboncengan, berpacaran, berpelukan, kencan, pegang- pegangan layaknya suami istri, padahal ini adalah gaya hidup Barat. Yang dahulu ini merupakan hal tabu di masyarakat namun sekarang sudah membudaya. Na'udzu billah.

10- Berbagai model pakaian orang kafir mulai diikuti oleh kaum muslimin, sampai pun yang setengah telanjang. Yang seharusnya pakaian dalaman dipakai di area publik, ke bandara hanya pakai legin, roknya mini banget, berpakaian sangat tipis, transparan, sempit, membentuk tubuh, pakaian minim dan semi telanjang. Dilihat dosa, tidak dilihat barang bagus. Serba Salah. Orang² berpakaian seperti ini adalah calon penduduk neraka sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi _Shallallahu Alaihi Wasallam_ .

- Begitu pula berbagai perayaan pun diikuti, termasuk pula perayaan tahun baru ini.

11- Di antara sebab seseorang menjadi gila alias gendeng (bhs Jawa) adalah: belajar filsafat. Ketika kuliah dia mempelajari sistematika ilmu kalam, berpikir logika empirisme, yang diantara basic pemikirannya adalah sikap skeptis dan kritis. Yaitu menolak semua kebenaran sebelum didukung oleh berbagai alasan logika rasionalitas, bahkan termasuk Islam itu sendiri. Nash ayat al-quran maupun hadist harus ditimbang secara logika terlebih dahulu. Jika logis maka diterima, jika tidak ilmiah maka ditolak. Karena dia mendewakan kemampuan akalnya, yang akalnya berpikir mutar-mutar yang mengakibatkan dia gila. Benar -benar gila. Wal 'iyadzu Billah. Itulah hukuman bagi orang yang mempelajari filsafat, yang berpikir berputar- putar memainkan pikiran logikanya semata-mata.

12- Saya dapati beberapa orang itu ada yang mati jiwanya. Tak mampu menangkap hikmah fenomena, ruhaninya telah tumpul, tidak bisa mengambil pelajaran, tak mampu menyingkap hakikat kejadian;
- Sambil menggali kubur sambil pula berjoget dan bernyanyi dari hp-nya streaming YouTube.
- Kepala keluarga yang Dayyuts. Istri dan putrinya dibonceng, dikencani, dibawa ke hotel oleh seorang pria ajnabi diam saja. Padahal seharusnya dia ambilkan celurit lalu diancamkan di depan lehernya itu lebih baik.
- Seorang bapak ketinggalan pesawat tujuan Jakarta gara-gara asyik main game di waiting room. Terperdaya dengan benda kecil dari tujuan besar. Lantas bagaimana lagi manakala hal itu adalah perjalanan akhirat. Saat ada panggilan mendadak dari malaikat pencabut nyawa, sementara dia belum cukup bekal dalam menghadapi perjalanannya.

13- Kita dapati, beberapa orang semakin hari semakin bertambah harta bendanya, dari tahun ke tahun kita dapati banyak manusia motornya tambah keren, sawah dia bertambah, bahkan istri berganti. Namun sayangnya, semangat sholat berjama'ahnya semakin kendorrr.... Bukankah sudah sepantasnya tatkala rejeki bertambah, rasa syukur juga hendaknya bertambah?. Harusnya manakala tambah kaya tentu harus bertambah taqwa, naik pangkat bertambah taat, tambah rejeki tambah rutin mengaji, keuangan mudah semakin mudah pula sedekah. Bertambah harta harusnya bertambah syukur. Bukankah seharusnya begitu.!? Tapi faktanya tidak.

14- Kita dapati banyak orang semakin bagus² rambutnya, mereka sangat perhatian terhadap performance. Mengutamakan sense beauty, mengedepankan fashion, mengistimewakan tampilan outer lahiriyah. Namun tidak mengutamakan amal bathiniyah.. Motornya meluncur ... rang... reng... rang.. rennng.... melewati masjid, tapi masjid pun tidak ditoleh. Waktu magribpun TV tetap menyala hingga anak²nya asyik dalam tipuan permainan.

15- Orang yang tertipu dengan harta, adalah ketika semakin banyak hartanya semakin lalai pula dengan akhiratnya. Dahulu ketika hartanya masih sedikit, banyak waktunya untuk baca Alquran, waktu luang untuk belajar islam, ikut pengajian di masjid sering dan rutin. Namun kini sholat rowatib tidak bisa tertib, sholat jumat lewat, baca alQuran ketinggalan. Sholat jama'ah lepas. Tahajud luput. Wirid pagi petang melayang. Boro² murojaah hafalan quran, selembar pun tidak sempat dibaca. Tambah harta tambah sibuk. Tambah sawah tambah lupa ... Hari²nya tenggelam sibuk mengurusi pekerjaan, mengatur karyawan, mengelola kekayaan. Malamnya kelelahan. Tahun demi tahun terus menerus seperti itu.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلَا أَوْلَادُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ ۚ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَٰلِكَ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ

"Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak -anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi" (QS. Munafiqun: 9)

16. Rumah. Yang semestinya sebagai tempat kediaman yang nyaman dan tentram, bisa berubah menjadi tempat yang hampa dari kedamaian. Yang tadinya luas, terasa sempit bagaikan penjara. Yang aslinya dingin ber-AC, namun rasanya panas menyengat karena dihuni oleh jiwa² yang penuh ambisi duniawi. Jauh dari cita² akhirat yang abadi.

Tidak ada artinya rumah besar, hunian bagus, fasilitas lengkap, dengan pernak- pernik yang memadai, jika penghuninya tidak berjiwa besar, tidak berakhlak bagus, ibadah kurang, pembinaan keilmuan minim, dan ekonomi tidak memadai.

17. Masih tentang rumah. Rumah bisa menjadi penyebab petaka bagi pemiliknya. Bahkan rumah adalah penyebab penyesalan terbesar bagi pemiliknya kelak di akhirat. Jika: fungsinya berubah. Kita saksikan banyak suasana rumah berfungsi hanya untuk tidur menginap saja (hotel), ada yang berfungsi sebagai tempat makan saja (restoran), ada yang fungsinya murni bersenang² (pub).

Saya perhatikan beberapa hunian di real estate jauh dari masjid. Bahkan tidak ada masjid. Bentuk rumah² real estate yang begitu indah dan megah, rumah mewah di komplek hunian kota metropolitan. Semua itu tidak serta merta berbuah kebaikan. Bisa jadi rumah hunian semacam itu sebagai pengantar bencana besar di akhirat. Bagaimana tidak? Jauh dari masjid. Lantas bagaimana para lelaki di komplek itu sholat berjamaah?.

Yaitu rumah² seperti itu tidak pernah mendengar panggilan adzan, kosong dari suasana ibadah, hampa dari bacaan Quran, nihil dari sholat, nol besar dari pembinaan keilmuan, minim dari perilaku akhlak yang baik. Rumah seperti itu adalah pengantar terbesar menuju penyesalan di akhirat. Jika sebagai kepala keluarga mengabaikan tanggung jawabnya terhadap anak istrinya.
Allah ta'ala berfirman ;

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ

"Wahai orang-orang yang beriman jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka, yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, padanya ada malaikat-malaikat yang kasar lagi keras, mereka tidak pernah menentang perintah Allah dan selalu mengamalkan perintah-Nya." [At-Tahrim: 6]


On travel, 31 dec 2020.

KEBERKAHAN AGAMA, LARANGAN WALA' KEPADA KAFIR

*KEBERKAHAN AGAMA BERSAMA SENIOR KALIAN*

Nabi ﷺ bersabda :

النبي صلى الله عليه وسلم قال :البركة مع أكابركم .

"Keberkahan beserta dengan orang pembesar diantara kalian." [hadits Shahih riwayat Ibnu Hibban, pent]

Syaikh Sulaiman Ar-Ruhaily berkata :

أي :أن الخير والنفع إنما هو مع أكابركنا وأكابرنا نوعان .

"Yaitu, kebaikan dan manfaat hanya ada bersama dengan ulama senior kita, dan ulama senior itu ada dua macam :

١-اكابرنا في السن ،كبار السن مناالبركة معهم والنفع معهم والخير معهم لأن الدنيا علمتهم والتجارب حنكتهم فهم لا يتعجلون وتستفيد من تجاربهم كثيرا

1. Yang senior dalam hal usia.
Orang yang lebih tua dari segi usia dibanding kita, maka mereka memiliki manfaat dan kebaikan, karena dunialah yang mengajari mereka dan pengalaman yang menempa mereka. Sehingga mereka bukanlah orang yang suka tergesa-gesa, dan dari pengalaman mereka bisa diambil manfaat yang besar.

٢-كبار العلم وهؤلاء بركتهم أعظم ومن جمع بين الأمرين فهو أبرك ،من جمع بين كبر السن والعلم فالبركة معه أعظم .

2. Yang senior dalam hal keilmuan.
Keberkahan pada mereka lebih besar lagi. Apalagi orang yang terkumpul padanya dua hal ini, yaitu senior dalam hal USIA dan ILMU, maka lebih berkah lagi.

[Pengajian Syaikh Sulaiman ar-Ruhaili yang berjudul al-Barokah ma'a Akabirikum]
***

*MENGAMBIL KEBERKAHAN ILMU AGAMA*

□ Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullahu berkata :

إنما يؤخذ العلم عن الأكابر.

Ilmu itu hanya layak diambil dari orang-orang senior (Thobaqot al-Hanabilah: I/189)
□ Imam Ash-Shon'ani rahimahullahu berkata :

«البركة مع أكابركم» يعني الشيوخ؛ لأنه قد سكن شرهم ولزموا الوقار وعرفوا مواضع الخير.

"Keberkahan bersama senior kalian", yaitu para syaikh (orang-orang tua), karena keburukan mereka telah reda. Mereka lebih menetapi ketenangan (kewibawaan) dan mengenal tempat-tempat kebaikan. (At-Tanwîr 195)

□ Dari Abu Juhaifah beliau berkata :

‏جالسوا الكبراء وسائلوا العلماء، وخالطوا الحكماء .

"Bermajelislah dengan orang-orang senior, berkonsultasilah kepada para ulama, dan bergaul lah dengan orang-orang bijak." (Al-Adab asy-Syar'iyyah karya Ibnu Muflih: 2/120)

Muhammad bin Sirin rahimahullah, beliau mengatakan:

إن هذا العلم دين فانظروا عمن تأخذون دينكم

“Ilmu ini adalah bagian dari agama kalian, maka perhatikanlah baik-baik dari siapa kalian mengambil ilmu agama” (Riwayat Ibnu Rajab, Al Ilal, 1/355).

Ibrahim An Nakha’i rahimahullah mengatakan:

كَانُوا إِذَا أَتَوْا الرَّجُلَ لِيَأْخُذُوا عَنْهُ، نَظَرُوا إِلَى هديه، وَإِلَى سَمْتِهِ، وَ صلاته, ثم أخذوا عنه

“Para salaf dahulu jika mendatangi seseorang untuk diambil ilmunya, mereka memperhatikan dulu bagaimana akidahnya, bagaimana akhlaknya, bagaimana shalatnya, baru setelah itu mereka mengambil ilmu darinya” (Diriwayatkan oleh Ad Darimi dalam Sunan-nya, no.434).

Imam Malik rahimahullah berkata :

لاَ يُؤْخَذُ الْعِِلْمُ عَنْ أَرْبَعَةٍ: سَفِيْهٍ مُعلِنِ السَّفَهِ , وَصَاحِبِ هَوَى يَدْعُو إِلَيْهِ , وَ رَجُلٍ مَعْرُوْفٍ بِالْكَذِبِ فِيْ أَحاَدِيْثِ النَّاسِ وَإِنْ كَانَ لاَ يَكْذِبُ عَلَى الرَّسُوْل صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ , وَ رَجُلٍ لَهُ فَضْلٌ وَ صَلاَحٌ لاَ يَعْرِفُ مَا يُحَدِّثُ بِهِ

“Ilmu tidak boleh diambil dari empat orang :

(1) *Orang bodoh* yang nyata sekali goblok-nya,

(2) Shahibu hawa’ *(ahlul bid’ah)* yang mengajak agar mengikuti hawa nafsunya,

(3) *Orang yang dikenal dustanya* dalam pembicaraan- pembicaraannya dengan manusia, walaupun dia tidak pernah berdusta atas (nama) Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam,

(4) Seorang yang mulia dan shalih yang *tidak mengetahui hadits yang dia sampaikan* ” (At Tamhid, karya Ibnu Abdil Barr, 1/66, dinukil dari Min Washayal Ulama, 19).

Syaikh Shalih Al Fauzan menjelaskan:
“Wajib bagi anda wahai kaum Muslimin dan para penuntut ilmu agama, untuk bersungguh-sungguh dalam tasabbut (cek validitas) dan jangan tergesa-gesa dalam menanggapi setiap perkataan yang anda dengar (dalam masalah agama). Dan hendaknya mencari tahu:
* Siapa yang mengatakannya?
* Dari mana datangnya pemikiran tersebut?
* Apa landasannya?
* Adakah dalilnya dari Al Qur’an dan As Sunnah?
* Orang yang mengatakannya belajar dimana?
* Dari siapa dia mengambil ilmu (siapa gurunya)?
* Dan agama seseorang akan rusak manakala dia mengambil agama dari Ahlul bid'ah; Syiah rofidhoh, Khawarij, Murji'ah, Orientalis, Liberal, Hizbiyah, Muktazilah, Thariqat Sufi, dan ahlul bid'ah yang lain.

Inilah perkara-perkara yang perlu diperiksa validitasnya. Terutama di zaman sekarang ini. Sebagaimana yang disabdakan Nabi bahwa akhir zaman umat ini benar-benar ditimpa yang namanya bodoh /Goblok yang akut dalam agama.
Banyak sekali statement- statement dan fatwa agama yang menyimpang dari paham ulama Salaf yang terdahulu;

- Unsur yang terpenting dari jilbab adalah yang penting pakaian kesopanan
- Mengucapkan selamat Natal Boleh boleh saja yang penting aqidahnya terjaga
- Para pendemo itu semuanya khawarij Boleh dibunuh semuanya. (Sungguh ngeri)
- Jilbab, Cadar itu budaya Arab, bukan ajaran Islam.
- Semua agama itu hakekatnya sama, hanya cara beribadahnya yang berbeda.
- Allah ada di mana², Allah ada tanpa arah dan tempat.
- Dilarang menggunakan istilah "kafir", dan harus diganti dengan 'non muslim'.
- Pernikahan dengan beda agama boleh. Pernikahan dengan dzatul yamin, boleh. (Disertasi sampah si doktor koplak)
- Epistemilogi agama dan liberasi oleh aktivis modernis yang mengedepankan prinsip rasionalitas logis lebih berorientasi pada implementasi keislaman yang lebih dinamis dan reformis daripada kalangan doktriner yang menitikberatkan pada dominasi maniskriptualis yang kolot dan konservatif. (Iki opooo... ?!!)
- Jenggot itu ciri² salafi Terrorist... (loh... bukankah sebelum ada terrorist sudah ada jenggot?).
- dan pendapat² aneh lainnya, dari masing² firqah, yang menyimpang dari Islam.


Semoga bermanfaat. Amiin
Cen Java, 25 Dec 2020.


=====================================


 *Larangan Wala’ kepada Orang Kafir*

Wala', menunjukkan sikap loyal, shimpati kepada orang kafir, diantaranya;
- Turut menghadiri perayaan agama mereka, dan mengucapkan selamat (tahni-ah) di hari raya mereka.
- Turut mengekspos syiar² agama mereka, symbol² identitas agama mereka, di hotel², di tempat² pusat perbelanjaan, di area² public, dsb.
Allah Ta’ala berfirman,
وَالَّذِينَ لَا يَشْهَدُونَ الزُّورَ وَإِذَا مَرُّوا بِاللَّغْوِ مَرُّوا كِرَامًا
“Dan orang-orang yang tidak menghadiri “az-zuur”, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaidah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya” (QS. Al Furqan [25]: 72).
Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan bahwa di antara makna *“az-zuur”* dalam ayat di atas adalah : hari-hari besar orang-orang musyrik, sebagaimana penjelasan Abul ‘Aliyah, Thawus, Ibnu Sirin, Adh-Dhahhak, Rabi’ bin Anas dan selain mereka. [2] Lihat Tafsir Ibnu Katsir, 6/118]
Syaikh Dr. Shalih Al-Fauzan hafidzahullah mengatakan, ”(Maksud ayat tersebut) adalah di antara sifat ‘ibaadurrahman (hamba Allah yang beriman) yaitu tidak menghadiri perayaan hari besar orang kafir.” [Al-Irsyad ila Shahihil I’tiqod, hal. 251, cetakan pertama, tahun 2006]
Syaikh Muhammad bin Sa’id Al-Qahthani berkata dalam kitab beliau yang sangat bermanfaat, Al-Wala’ wal Bara’ fil Islam; “Adapun memberikan ucapan selamat atas syiar-syiar kekafiran yang menjadi ciri khas mereka, maka ini hukumnya haram dengan kesepakatan ulama. Yang demikian itu misalnya memberikan ucapan selamat atas hari besar keagamaan mereka dengan mengatakan,”’Iid mubarok” (di hari raya orang kafir, atau yang lainnya, pen.). Atau ikut bergembira dengan adanya hari raya mereka. Jika yang mengatakan (ucapan selamat tersebut) terbebas dari kekafiran, maka hal ini termasuk perkara yang diharamkan. Ini sama saja dengan ikut memberikan selamat atas sujud (peribadatan) mereka kepada salib, bahkan ini termasuk dosa yang besar"

BAHAYA PEMIKIRAN SAYYID QUTUB

⛔⛔ *BAHAYA PEMIKIRAN SAYYID QUTUB*

Berikut ini beberapa kekeliruan Pemikiran Sayyid Qutub:

- Memahami makna kalimat tauhid La Ilaaha Illallah. Dia menafsirkan kata ilah dengan Al-Hakim (yang menghukumi). Penafsiran ini persis seperti pemikiran Abul A’la Al Maududi yang ternyata mengambilnya dari filsafat.
"....bahwasanya La ilaaha illallah, yaitu La hakimiyah illa lillah (tidak ada kehakiman kecuali untuk Allah), hakimiyah yang berujud qadla dan qadar-Nya" (Al Adalah Al Ijtima’iyah (Keadilan Sosial) hal.182 cet.12)

- Menafsirkan alQuran yang nelenceng dari pemahaman salaf, dia tafsirkan surat An Nas bahwa Al Ilah adalah Al Musta’li, Al Mustauli, Al Mutasallith, yang semuanya bermakna kurang lebih sama yaitu ”Yang Menguasai”. (Lihat: Fi Zhilalil Qur’an 6/4010)
Maka pemahaman Sayyid Qutub bahwa al ilah adalah al hakim atau al musta’li, al mustauli dan al mutasallith (penguasa), maka perlu dipertanyakan dari mana itu dia mendapatkan pemahaman seperti ini ?. Siapa yang memahami demikian dari kalangan shahabat atau para Salaf?

- Dia selalu memaknakan Al-ilah kepada tauhid Alhakimiyah. Dia mempersempit bahasa Arab dengan makna al-ilah dengan Alhakim. Dia mengatakan : "Tidak ada hakimiyah kecuali dari Allah, serta tidak ada syariat kecuali dari Allah, serta tidak ada kekuasaan seseorang atas seseorang karena kekuasaan seluruhnya milik Allah” (Fi Zhilal 2/1006).

- Sayyid Qutub kabur- kabur dalam memaknakan Robb dan Ilah, Kadang-kadang Sayyid menafsirkan makna uluhiyyah dengan rububiyyah. Terkadang pula sebaliknya. Dia berkata dalam tafsir surat Ibrahim 52 : “Makna Al Ilah adalah Dzat yang berhak menjadi rabb yaitu yang menghakimi, yang memiliki, yang berbuat, yang membuat syari’at dan yang mengarahkan. (Lihat: Fi Zhilalil Qur’an : 4/2114)

- Penafsiran Sayyid terhadap "Laa ilaaha illallah" tidak keluar dari seputar hakimiyyah, kekuasaan, dan kepemimpinan semata. Sayyid bersikap ghuluw pada masalah hakimiyah sampai-sampai dia berkata : “Sesungguhnya kesyirikan mereka (jahiliyah) yang asasi bukan dalam keyakinan tapi dalam masalah hakimiyah” (Fi Zhilal : 3/1492)

- Sayyid Quthb tidak menganggap keberadaan kaum Muslimin. Dia menganggap umat Islam telah lenyap dengan lenyapnya kekhilafahan! Lihatlah dia berkata : ” Kita telah mengetahui bahwa kehidupan Islam seperti ini telah berhenti sejak lama di seluruh permukaan bumi. Dan keberadaan Islam pun telah berhenti … .” (buku Hadlirul Islam wa Mustaqbaluh, islam kini dan Esok).

- Dia menyatakan Islam yang sebenarnya sudah tidak ada. Doa membawakan ayat- ayat tentang hakimiyah bahwa kaum muslimin perlu diislamkan lagi;
”Ketika kita memperhatikan seluruh permukaan hari ini, di bawah cahaya ketetapan Ilahi terhadap pemahaman dien ini, kita tidak mendapatkan keberadaaan dien ini … sesungguhnya keberadaan dien ini telah lenyap sejak kelompok terakhir dari kaum Muslimin melepaskan pengesaan Allah dalam Hakimiyah dalam kehidupan manusia. Yang demikian adalah ketika mereka meninggalkan berhukum dengan syari’at Allah semata dalam segala aspek kehidupan. Kita harus mengakui kenyataan pahit ini dan harus menampakkanya. Janganlah kita khawatir munculnya “putus harapan” dalam hati-hati kebanyakan orang-orang yang suka untuk menjadi Muslimin. Mereka seharusnya meyakini bagaimana mereka dapat menjadi muslimin. Sesungguhnya musuh-musuh dien ini telah menjalankan usaha sejak beberapa abad dan masih tetap melaksanakan usaha-usaha maksimal yang menipu dan jahat untuk merampas kehendak kebanyakan orang yang ingin menjadi Muslimin?” (Al Adalah Al Ijtima’iyah hal. 183-184)

- Bahkan dia berkata bahwa pertikaian antara Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kaum musyrikin jahiliyyah adalah dalam masalah rububiyyah. Berbeda dengan apa yang disampaikan oleh seluruh ulama’ Ahlussunnah.

- Yang paling mengerikan, dia mengkafirkan seluruh kaum muslimin dan umat islam secara tersirat dan tersurat dan meremehkan kesyirikan dalam masalah ibadah. Perhatikanlah ucapannya : ”Termasuk dalam ruang lingkup masyarakat jahiliyah adalah masyarakat yang mengaku dirinya muslim. Masyarakat tersebut masuk kedalam lingkungan ini bukan karena meyakini uluhiyah kepada selain Allah, tetapi mereka masuk ke dalam masyarakat jahiliyah ini karena tidak beragama dengan ‘peribadatan’ pada Allah dalam UNDANG-UNDANG KEHIDUPAN mereka. Maka yang demikian walaupun mereka tidak meyakini uluhiyyah melainkan Allah tetapi mereka telah memberikan yang paling istimewa dari keistimewaan- keistimewaan ketuhanan pada selain Allah dan beragama dengan hakimiyah pada selain Allah.” (Fi Zhilalil Quran).

- Sayib Qutub mengatakan; UMAT ISLAM TELAH MURTAD DAN ADZAB BAGI MEREKA LEBIH KERAS DARI PADA ORANG KAFIR LAINNYA. Sayyid Quthb berkata : ”Telah bergeser jaman, kembali seperti keadaan pada hari datangnya dien ini kepada manusia (yaitu masa jahiliyah). Telah murtad manusia menuju peribadatan kepada hamba-hamba dan menuju kerusakan agama-agama. Mereka telah berpaling dari Laa Ilaaha Illallah, walaupun sekelompok dari mereka masih tetap mengumandangkan di menara-menara adzan Laa Ilaaha Illallah tanpa memahami maksudnya, tanpa mengerti apa konsekwensinya, padahal dia mengulang-ulangnya. Juga tanpa menolak pensyariatan hakimiyah yang diaku oleh para hamba untuk diri-diri mereka. Hal ini sama dengan penuhanan (uluhiyah). Sama saja, apakah diaku oleh pribadi-pribadi atau kelompok pensyariatan ataupun oleh masyarakat…” (fi Zhilalil Qur’an 2/1057)

- Bahkan lebih kejam lagi dia berkata : ”… yaitu kemanusiaan seluruhnya, termasuk di dalamnya mereka yang mengulang-ulang di menara-menara adzan di timur atau di barat bumi ini kalimat Laa Ilaaha Illallah tanpa maksud dan tanpa kenyataan. Mereka paling berat dosanya dan paling keras adzabnya karena mereka telah murtad kepada peribadatan para hamba setelah jelas baginya petunjuk dan karena mereka sebelumnya berada dalam dien Allah”. (Fi Zhilalil Qur’an 2/1057)

- Lihatlah kenyataannya, betapa beraninya Sayyid mengkafirkan kaum Muslimin dan menganggap mereka orang-orang murtad yang paling keras adzabnya. Meskipun mereka masih mengumandangkan adzan dan masih shalat sekalipun. Lantas apa anggapan dia tentang peribadatan mereka di masjid-masjid?

- SAYYID QUTUB; MASJID MENURUT SAYYID ADALAH TEMPAT PERIBADATAN JAHILIYAH
Dia berkata di tafsir surah Yunus 87: ” … inilah pengalaman yang Allah tunjukkan kepada kelompok Mukmin agar menjadi teladan. Bukan khusus bagi Bani Israil. Tapi ini adalah pengalaman iman yang murni. Kadang-kadang orang-orang beriman mendapati diri-diri mereka terusir pada suatu hari dari masyarakat jahiliyah, ketika fitnah telah merata, thoghut telah bertambah sombong dan manusia telah rusak, serta lingkungan telah membusuk. Demikian pula keadaan di jaman Fir’aun pada masa ini. Di sini Allah mengarahkan kita pada beberapa perkara : Memisahkan diri dari masyarakat jahiliyah, busuknya, rusaknya, dan kejelekannya sebisa mungkin. Dan mengumpulkan ‘kelompok mukmin’ yang baik dan bersih dirinya untuk mensucikan, membersihkan, dan melatih serta menyusun mereka hingga datang janji Allah untuk mereka. Menghindari tempat-tempat peribadatan jahiliyah dan menjadikan rumah-rumah ‘kelompok Muslim’ sebagai masjid yang di sana mereka dapat merasakan keterpisahan mereka dari masyarakat jahiliyah. Kemudian di sana mereka melangsungkan peribadatan kepada Rabb mereka dengan cara yang benar. Dan melanjutkan dengan ibadah tersebut menuju semacam keteraturan (tandhim) dalam lingkungan suasana ibadahyang suci. (Fi Zhilalil Qur’an 3/1816) ”

Apa yang akan terjadi kalau dakwah Sayyid seperti ini dibiarkan ? Jelas penafsiran yang bathil ini akan mengakibatkan ditinggalkannya masjid-masjid dan munculnya Neo Khawarij dengan gaya baru yang memisahkan diri dari masyarakat Islam.

- Jalan keluar menurut sayyid Qutub adalah jadi khowarij. Menurut pandangannya; Islam telah lenyap, Muslimin telah murtad, masyarakat Muslimin telah menjadi jahiliyah, Masjid-masjid telah menjadi tempat-tempat peribadatan jahiliyah … . Lalu apa yang harus kita perbuat? Dan bagaimana jalan keluar bagi yang ingin menjadi ‘kelompok muslim’? Dengarlah apa yang dikata Sayyid Quthb berkenaan dengan pertanyaan ini : “Sesungguhnya tidak ada keselamatan bagi ‘kelompok Muslim’ di seluruh dunia dari adzab yang Allah sebutkan : ” … atau Dia mencampurkan kamu dalam golongan-golongan (yang saling bertentangan) dan merasakan kepada sebagian kamu keganasan sebagian yang lain…” (Al An’am 65) Kecuali jika mereka memisahkan keyakinan, perasaan dan juga prinsip hidup mereka dari masyarakat jahiliyah dan memisahkan diri dari kaumnya. Hingga Allah mengijinkan bagi mereka untuk mendirikan negara Islam yang mereka berpegang padanya. Kalau tidak, maka hendaknya mereka merasakan seluruh perasaannya bahwa mereka sendirilah umat Islam dan merasakan bahwa apa dan siapa yang disekelilingnya yang tidak masuk kepada apa yang mereka masuki adalah jahiliyah dan masyarakat jahiliyah … .” (Fi Zhilalil Qur’an 2/1125)

Inilah jalan keluar menurut Sayyid, yaitu dengan menjadi khawarij, mengkafirkan dan memisahkan diri dari umat Islam! Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un. Musibah.

- Sesungguhnya pemikiran takfir Sayyid Quthb tidak mungkin dipungkiri lagi. Bahkan telah diakui pula oleh beberapa tokoh Ikhwanul Muslimin sendiri. Berikut ini kita dengar beberapa ucapan mereka :

- Berkata Yusuf Al Qardlawi dalam bukunya Awliyat Al Harakah Al Islamiyah : “Dalam fase ini muncul buku-buku ‘Asy Syahid’ Sayyid Quthb yang merupakan fase terakhir dari pemikirannya yang mengkafirkan masyarakat (Islam) dan menunda dakwah sampai kepada keteraturan Islam dengan pembaharuan fiqh dan perkembangannya.

- Menghidupkan ijtihad serta mengajak untuk memisahkan diri secara perasaan dari masyarakat, memutus hubungan dengan orang lain, mengumumkan jihad fisik melawan seluruh manusia … ” (Awliyat hal. 110)

- Berkata Farid Abdul Khaliq, salah seorang tokoh besar IM dalam kitabnya Ikhwanul Muslimin fi Mizanil Haq hal. 115: “Kita mengetahui dari apa yang telah lewat bahwa munculnya pemikiran takfir di kalangan Ikhwan bermula dari penjara Qanathir di akhir tahun lima puluhan dan awal enam puluhan. Mereka terpengaruh oleh Sayyid Quthb dan pemikiran-pemikirannya. Mereka mengambil pemahaman darinya bahwa masyarakat ini dalam keadaan jahiliyah dan bahwasanya dia telah mengkafirkan pemerintah yang merasa asing dengan apa yang diturunkan Allah. Juga mengkafirkan rakyatnya karena mereka ridla dengan hal itu”.

- Berkata Ali Gharishah, salah seorang tokoh besar IM, sebagai berikut : “Dalam kejadian ini, terpecah satu kelompok dari kelompok Islam yang besar ketika keberadaan mereka di penjara-penjara … bersamaan dengan itu kelompok tersebut bertameng dengan pengkafiran kelompok Islam yang besar. Mereka masih tetap dalam pendapatnya tentang pengkafiran pemerintah, penolong-penolongnya serta masyarakat seluruhnya. Kemudian kelompok tersebut berpecah kembali menjadi beberapa kelompok, yang masing-masing mengkafirkan yang lain … .” (Al Ittijahat Al Fikriyah Al Mu’ashirah hal. 279)

- Ucapan-ucapan mereka ini menunjukkan bahwa pemikiran takfir Sayyid Quthb telah dikenal oleh kawan dan lawannya. Hanya saja ketika bantahan itu dari ‘kawan’ satu harakah, selalu diiringi dengan basa-basi atau penyamaran agar tidak terlihat seakan-akan permasalahan ini adalah permasalahan besar. Seperti Al Qardlawi setelah ucapannya di atas, dia berkata : ” … Dan buku-buku beliau tersebut memiliki keutamaan-keutamaan dan pengaruh-pengaruh positif yang besar di samping pengaruh-pengaruh negatif.” (Awliyat hal. 110)

- Atau seperti ucapan Ali Gharishah yang tidak menyebutkan siapa atau buku apa atau jama’ah apa, dia hanya mengatakan ‘kelompok kecil’ dan ‘kelompok besar’.
Saudara-saudaraku kaum Muslimin, bisa jadi sikap basa-basi dan penyamaran yang menyebabkan terasa kecilnya bahaya-bahaya besar ini adalah karena mereka satu hizb. Mereka menjaga persatuan dan kesatuan hizbnya dengan prinsip mereka yang terkenal : ‘KITA SALING TOLONG MENOLONG ATAS APA YANG KITA SEPAKATI DAN SALING TOLERANSI ATAS APA YANG KITA BERBEDA’.

- Sayyid Qutub mencela sahabat nabi. Sayyid Quthb tidak mengakui keberadaan khilafah ‘Utsman radliallahu ‘anhu, padahal masa kekhilafahannya paling panjang. Dia berkata : “Kami condong kepada anggapan bahwa khilafah Ali radliallahu ‘anhu adalah kelanjutan dari khilafah dua syaikh sebelumnya (Abu Bakar dan ‘Umar bin Khaththab). Adapun masa ‘Utsman merupakan celah antara keduanya.” (Al Adalah hal. 206). Mengapa? Hal ini setelah Sayyid mengatakan pada halaman sebelumnya tentang ‘Utsman sebagai berikut : “Sesungguhnya diantara kejelekan yang muncul adalah bahwa ‘Utsman mencapai khilafah dalam keadaan tua, telah lemah semangat Islamnya dan lemah keinginannya untuk tetap tegar menghadapi tipu daya Marwan dan tipu daya Bani Umayyah di dalamnya.” (Al Adalah (dalam terbitan Pustaka Salman) hal. 270)

- Bahkan dengan terang-terangan dia meragukan ruh Islam yang ada pada ‘Utsman, yaitu setelah Sayyid menyebutkan cerita-cerita tentang ‘Utsman yang membagi-bagikan harta pada keluarga dan kerabatnya (suka korupsi). Juga setelah menceritakan bahwa ‘Utsman mengangkat gubernur-gubernurnya dari keluarganya sendiri, seperti Mu’awiyah dan Al Hakam radliallahu ‘anhuma dan selainnya.

- Dia juga berkata : ” … Dan bahwasanya para shahabat mengetahui penyelewengan dalam ruh Islam ini. Khalifah dengan ketuaan dan kepikunannnya tidak dapat memegang urusannya dari Marwan. Sesungguhnya sangat susah meragukan ruh Islam di dalam hati ‘Utsman'.... Kesalahan- kesalahannya yang merupakan kesalahan fatal mengenai wilayah dan khilafahnya. Sedangkan dia seorang yang sudah tua renta yang dikelilingi oleh jajaran orang-orang jelek dari Bani Umayyah … .” (Al Adalah hal. 187, cet. kelima dan secara makna pada cet. ke-12 hal. 159, dan dalam terjemahan Pustaka Salman hal. 272).

- Sayyid Quthb justru memuji dan membela para pemberontak yang membunuh ‘Utsman. Dia berkata : ” … akhirnya, terjadilah pemberontakan atas ’Utsman. Tercampur padanya kebenaran dan kebatilan, kebaikan dan kejelekan.Tetapi bagi yang memandang ini dengan ‘kaca mata Islam’ dan merasakan urusan ini dengan ‘ruh Islam’, pasti dia akan menetapkan bahwa pemberontakan tersebut secara keumuman lebih dekat kepada ‘ruh Islam’ dan arahannya daripada sikap ‘Utsman atau lebih tepatnya sikap Marwan dan orang-orang yang di belakangnya dari Bani Umayyah.” (Al Adalah hal.189 cet. ke-5 dan hal. 161, 162 cet. ke-12).

- Sangat jelas. Pandangan Sayyid adalah pandangan Ahlul bid'ah, Syi’ah, Khawarij dan Hizbiy !

Semoga Allah menyelamatkan kaum Muslimin dari penyelewengannya dan membuka mata kaum hizbiyyah agar melihat bahayanya serta menghilangkan sikap fanatik mereka padanya. Amin.