Abu Hasan

مجموعة الاسلامية على نهج سلف الأمة

Senin, 04 Januari 2021

SEMANGAT BELAJAR ILMU SYAR'I

 SEMANGAT ULAMA DALAM BELAJAR ILMU

••Berkata Imam asy-Syafi’i:

طَلَبُ الْعِلْمِ أَفْضَلُ مِنْ صَلَاةِ النَّافِلَةِ

"Menuntut ilmu lebih utama dibandingkan sholat Sunnah." (Musnad asySyafi’i (1/249), Tafsir alBaghowy (4/113), Faidhul Qodiir (4/355))

- Semangat Mendatangi Majelis Ilmu
- Abdullah bin Hamud Az Zubaidi belajar kepada Syaikh Abu Ali Al Qaali, sampai harus tidur di kandang kambing Abu Ali agar bisa mendahului murid-murid yang lain menjumpai sang guru sebelum mereka datang. (Inabatur Ruwat ‘ala Anbain Nuhaat, Al Qifthi, 2/119)
- Ibnu Jandal Al Qurthubi belajar pada Ibnu Mujahid. Agar bisa lebih dekat di majlis sampai datang sebelum fajar, ternyata majlis sudah penuh. Hingga masuk terowongan dan hampir tidak bisa keluarvterjebak dalam terowongan. (Inaabatur Ruwat ‘ala Anbain Nuhaat, Al Qifthi, 2/363 dengan saduran)
- Ibnu Thahir al-Maqdisy kencing darah dua kali dalam menuntut ilmu hadits, sekali di Baghdad dan sekali di Mekkah. Berjalan tanpa alas kaki di panas terik matahari dan tidak berkendaraan sambil memanggul kitab-kitab di punggung.'
- Ja’far bin Durustuwaih mengambil tempat duduk di sebuah majelis sejak ashar untuk mengikuti kajian esok hari, karena padatnya pengajian Ali bin Al Madini. Terpaksa bermalam di majlis karena khawatir esoknya tidak mendapatkan tempat duduk. (Al Jami’ li Akhlaqir Rawi wa Adabis Sami’, Al Khatib Al Baghdadi, 2/199)
- Sa’id bin Jubair menulis hadits dari Ibnu Abbas di atas kendaraan dan paginya ditulis kembali di kertas.” (Sunan Ad Darimi, 1/105)
- Imam Abu Hatim Ar-Razi Rahimahullah belajar di Mesir selama 7 bulan tidak pernah merasakan kuah makanan (karena sibuk belajar tidak ada waktu memasak). Saat pulang lewat pasar beli ikan, sampai ikan tersebut tdk sempat di masak, ikan pun dimakan mentah. Beliau berkata;
لا ينال العلم براحة البدن
"Sungguh Ilmu itu tidak akan bisa diraih dengan badan santai- santai” [Al-Jarh wa Ta’dil (1/5), Ibnu Abi Hatim]
- Imam Asy Syafi’i kecilnya yatim dan miskin. Ibunya tdk mampu membelikan buku dan kertas, terpaksa beliau mencari tulang putih untuk mencatat pengganti kertas. (Jami’u Bayanil Ilmi wa Fadhilihi, Ibnu ‘Abdil Barr, 1/98)
- Syaikh Hamid Al Isfirayaini belajar dengan cahaya lampu di tempat jaganya karena terlalu fakir tidak mampu beli minyak lampu. Beliau menyambung hidup dan makan dari gajinya sebagai penjaga. (Thabaqatus Syafi’iyah Al Kubra, Tajuddin As Subki, 4/61)
- Abu Manshur Muhammad bin Husain An Naisaburi, belajar hingga biayanya habis, menjadi faqir dan tidak punya. Sampai-sampai beliau membaca, menulis, mengulangi pelajarannya di bawah cahaya rembulan. Karena tidak punya sesuatu untuk membeli minyak tanah. Meski sangat faqir, beliau selalu hidup wara’, tidak mengambil harta syubhat sedikitpun.” (Tabyiin Kidzbil Muftari, Ibnu Asakir Ad Dimasyqi)
- Majduddin Ibn Taimiyyah (Kakek Syaikhul Islam Ibn Taimiyyah) jika akan masuk kamar mandi meminta orang yang ada di sekitarnya untuk membaca kitab dengan keras agar bisa mendengarnya di kamar mandi.
- Abu Ad Darda radhiallahu’ahu mengatakan, “Seandainya saya mendapatkan satu ayat dari Al Qur’an yang tidak saya pahami dan tidak ada seorang pun yang bisa mengajarkannya kecuali orang yang berada di Barkul Ghamad (yang jaraknya 5 malam perjalanan dari Mekkah), niscaya aku akan menjumpainya.' (Al Bidayah Wan Nihayah, Ibnu Katsir, 9/100)
- Imam Ahmad bin Hambal sudah mengelilingi dunia sebanyak 2 kali hingga ia bisa menulis kitab AlMusnad.” (Al Jarh Wat Ta’dil, Ibnu Abi Hatim)
- Imam Baqi bin Makhlad melakukan rihlah dua kali: dari Mesir ke Syam dan dari Hijaz ke Baghdad (Irak) untuk mencari ilmu. Rihlah pertama 14 tahun rihlah kedua 20 tahun. (Tadzkiratul Huffadz, 2/630)
- Al-Hasan al Lu’lu-i selama 40 tahun tidak tidur kecuali bersama kitab di atas dadanya.
- Al-Hafidz al Khothib tidaklah berjalan kecuali bersamanya kitab yang berusaha dia baca, demikian juga Abu Nu’aim alAsbahaany (penulis kitab Hilyatul Awliyaa’).
- Al-Muzani berkata membaca kitab arRisalah (karya asy-Syafi’i) selama 50 tahun.
- Gholib bin Abdirrahman bin Gholib al-Muhaariby membaca Shahih alBukhari sebanyak 700 kali.
- Imam Abu Hatim Ar-Razi Rahimahullah di Bashrah 8 bulan di tahun 241 H. Hingga kehabisan nafkah. Terpaksa dia jual pakaian-pakaiannya. [Al-Jarh wa Ta’dil (hal 363), Ibnu Abi Hatim]
- Syu’bah dalam menuntut ilmu sampai jualan bejana warisan ibunya. Semua untuk biaya belajar.[Tadzkiratul Huffazh (1/195), Adz-Dzahabi]
- Syu’bah tinggal di tempat Hakam bin Utbah, selama 18 bulan. Beliau sampai menjual penyangga dan tiang rumahnya untuk biaya belajar. [Al’Ilal bi Ma’rifatir Rijal, Imam Ahmad]
- Khalaf bin Hisyam Al Asadi mendapatkan kesulitan dalam memajami kitab Nahwu. Akhirnya beliau mengeluarkan 80.000 dirham agar bisa menguasainya bab nahwu. (Ma’rifatul Qurra’ Al Kibar, Adz Dzahabi, 1/209)
- Ayahnya Yahya bin Ma’in ketika wafat meninggalkan 100.000 dirham untuk Yahya. Namun Yahya bin Ma’in membelanjakan semuanya untuk belajar hadits, tidak ada yang tersisa kecuali sandal yang bisa ia pakai. (Tahdzibut Tahdzib, Ibnu Hajar, 11/282)
- Ali bin Ashim diberi uang oleh ayahnya 100.000 dirham dan ayahnya berkata : ‘Pergilah belajar hadits, saya tidak mau melihat wajahmu kecuali kamu pulang membawa 100.000 hadits.” (Tadzkiratul Huffadz, Adz Dzahabi, 1/317)
- Al-Hafidz Abul ‘Alaa a-Hamadzaaniy menjual rumahnya seharga 60 dinar dan digunakan membeli kitab-kitab Ibnul Jawaliiqy.
- Ismail bin Zaid dalam 1 malam menulis 90 kertas dengan tulisan rapi.
- Ahmad bin Abdid Da-im al-Maqdisiy menulis/ menyalin lebih dari 2000 jilid kitab-kitab. Jika senggang, dalam sehari bisa menyelesaikan salinan 9 buku. Jika sibuk dalam sehari menyalin 2 buku.
- Al-Imam al-Bukhary dalam semalam seringkali terbangun, menyalakan lampu, menulis apa yang teringat dalam benaknya, kemudian beranjak akan tidur, terbangun lagi, dan seterusnya hingga 18 kali.
- Abul Qosim bin Ward at Tamiimy jika diberikan kepada beliau suatu kitab beliau akan membaca dari atas hingga bawah, jika menemukan faidah baru beliau tulis dalam kertas tersendiri hingga terkumpul suatu pokok bahasan khusus.
Demikianlah para ulama kita. Semoga Allah mengobarkan semangat kita untuk mempelajari agama. Allahumma yassir wa a’in.
Selesai.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar