*KEBERKAHAN AGAMA BERSAMA SENIOR KALIAN*
Nabi ﷺ bersabda :
النبي صلى الله عليه وسلم قال :البركة مع أكابركم .
"Keberkahan beserta dengan orang pembesar diantara kalian." [hadits Shahih riwayat Ibnu Hibban, pent]
Syaikh Sulaiman Ar-Ruhaily berkata :
أي :أن الخير والنفع إنما هو مع أكابركنا وأكابرنا نوعان .
"Yaitu, kebaikan dan manfaat hanya ada bersama dengan ulama senior kita, dan ulama senior itu ada dua macam :
١-اكابرنا في السن ،كبار السن مناالبركة معهم والنفع معهم والخير معهم لأن الدنيا علمتهم والتجارب حنكتهم فهم لا يتعجلون وتستفيد من تجاربهم كثيرا
1. Yang senior dalam hal usia.
Orang yang lebih tua dari segi usia dibanding kita, maka mereka memiliki manfaat dan kebaikan, karena dunialah yang mengajari mereka dan pengalaman yang menempa mereka. Sehingga mereka bukanlah orang yang suka tergesa-gesa, dan dari pengalaman mereka bisa diambil manfaat yang besar.
٢-كبار العلم وهؤلاء بركتهم أعظم ومن جمع بين الأمرين فهو أبرك ،من جمع بين كبر السن والعلم فالبركة معه أعظم .
2. Yang senior dalam hal keilmuan.
Keberkahan pada mereka lebih besar lagi. Apalagi orang yang terkumpul padanya dua hal ini, yaitu senior dalam hal USIA dan ILMU, maka lebih berkah lagi.
[Pengajian Syaikh Sulaiman ar-Ruhaili yang berjudul al-Barokah ma'a Akabirikum]
***
*MENGAMBIL KEBERKAHAN ILMU AGAMA*
□ Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullahu berkata :
إنما يؤخذ العلم عن الأكابر.
Ilmu itu hanya layak diambil dari orang-orang senior (Thobaqot al-Hanabilah: I/189)
□ Imam Ash-Shon'ani rahimahullahu berkata :
«البركة مع أكابركم» يعني الشيوخ؛ لأنه قد سكن شرهم ولزموا الوقار وعرفوا مواضع الخير.
"Keberkahan bersama senior kalian", yaitu para syaikh (orang-orang tua), karena keburukan mereka telah reda. Mereka lebih menetapi ketenangan (kewibawaan) dan mengenal tempat-tempat kebaikan. (At-Tanwîr 195)
□ Dari Abu Juhaifah beliau berkata :
جالسوا الكبراء وسائلوا العلماء، وخالطوا الحكماء .
"Bermajelislah dengan orang-orang senior, berkonsultasilah kepada para ulama, dan bergaul lah dengan orang-orang bijak." (Al-Adab asy-Syar'iyyah karya Ibnu Muflih: 2/120)
Muhammad bin Sirin rahimahullah, beliau mengatakan:
إن هذا العلم دين فانظروا عمن تأخذون دينكم
“Ilmu ini adalah bagian dari agama kalian, maka perhatikanlah baik-baik dari siapa kalian mengambil ilmu agama” (Riwayat Ibnu Rajab, Al Ilal, 1/355).
Ibrahim An Nakha’i rahimahullah mengatakan:
كَانُوا إِذَا أَتَوْا الرَّجُلَ لِيَأْخُذُوا عَنْهُ، نَظَرُوا إِلَى هديه، وَإِلَى سَمْتِهِ، وَ صلاته, ثم أخذوا عنه
“Para salaf dahulu jika mendatangi seseorang untuk diambil ilmunya, mereka memperhatikan dulu bagaimana akidahnya, bagaimana akhlaknya, bagaimana shalatnya, baru setelah itu mereka mengambil ilmu darinya” (Diriwayatkan oleh Ad Darimi dalam Sunan-nya, no.434).
Imam Malik rahimahullah berkata :
لاَ يُؤْخَذُ الْعِِلْمُ عَنْ أَرْبَعَةٍ: سَفِيْهٍ مُعلِنِ السَّفَهِ , وَصَاحِبِ هَوَى يَدْعُو إِلَيْهِ , وَ رَجُلٍ مَعْرُوْفٍ بِالْكَذِبِ فِيْ أَحاَدِيْثِ النَّاسِ وَإِنْ كَانَ لاَ يَكْذِبُ عَلَى الرَّسُوْل صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ , وَ رَجُلٍ لَهُ فَضْلٌ وَ صَلاَحٌ لاَ يَعْرِفُ مَا يُحَدِّثُ بِهِ
“Ilmu tidak boleh diambil dari empat orang :
(1) *Orang bodoh* yang nyata sekali goblok-nya,
(2) Shahibu hawa’ *(ahlul bid’ah)* yang mengajak agar mengikuti hawa nafsunya,
(3) *Orang yang dikenal dustanya* dalam pembicaraan- pembicaraannya dengan manusia, walaupun dia tidak pernah berdusta atas (nama) Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
(4) Seorang yang mulia dan shalih yang *tidak mengetahui hadits yang dia sampaikan* ” (At Tamhid, karya Ibnu Abdil Barr, 1/66, dinukil dari Min Washayal Ulama, 19).
Syaikh Shalih Al Fauzan menjelaskan:
“Wajib bagi anda wahai kaum Muslimin dan para penuntut ilmu agama, untuk bersungguh-sungguh dalam tasabbut (cek validitas) dan jangan tergesa-gesa dalam menanggapi setiap perkataan yang anda dengar (dalam masalah agama). Dan hendaknya mencari tahu:
* Siapa yang mengatakannya?
* Dari mana datangnya pemikiran tersebut?
* Apa landasannya?
* Adakah dalilnya dari Al Qur’an dan As Sunnah?
* Orang yang mengatakannya belajar dimana?
* Dari siapa dia mengambil ilmu (siapa gurunya)?
* Dan agama seseorang akan rusak manakala dia mengambil agama dari Ahlul bid'ah; Syiah rofidhoh, Khawarij, Murji'ah, Orientalis, Liberal, Hizbiyah, Muktazilah, Thariqat Sufi, dan ahlul bid'ah yang lain.
Inilah perkara-perkara yang perlu diperiksa validitasnya. Terutama di zaman sekarang ini. Sebagaimana yang disabdakan Nabi bahwa akhir zaman umat ini benar-benar ditimpa yang namanya bodoh /Goblok yang akut dalam agama.
Banyak sekali statement- statement dan fatwa agama yang menyimpang dari paham ulama Salaf yang terdahulu;
- Unsur yang terpenting dari jilbab adalah yang penting pakaian kesopanan
- Mengucapkan selamat Natal Boleh boleh saja yang penting aqidahnya terjaga
- Para pendemo itu semuanya khawarij Boleh dibunuh semuanya. (Sungguh ngeri)
- Jilbab, Cadar itu budaya Arab, bukan ajaran Islam.
- Semua agama itu hakekatnya sama, hanya cara beribadahnya yang berbeda.
- Allah ada di mana², Allah ada tanpa arah dan tempat.
- Dilarang menggunakan istilah "kafir", dan harus diganti dengan 'non muslim'.
- Pernikahan dengan beda agama boleh. Pernikahan dengan dzatul yamin, boleh. (Disertasi sampah si doktor koplak)
- Epistemilogi agama dan liberasi oleh aktivis modernis yang mengedepankan prinsip rasionalitas logis lebih berorientasi pada implementasi keislaman yang lebih dinamis dan reformis daripada kalangan doktriner yang menitikberatkan pada dominasi maniskriptualis yang kolot dan konservatif. (Iki opooo... ?!!)
- Jenggot itu ciri² salafi Terrorist... (loh... bukankah sebelum ada terrorist sudah ada jenggot?).
- dan pendapat² aneh lainnya, dari masing² firqah, yang menyimpang dari Islam.
Semoga bermanfaat. Amiin
Cen Java, 25 Dec 2020.
=====================================
*Larangan Wala’ kepada Orang Kafir*
Wala', menunjukkan sikap loyal, shimpati kepada orang kafir, diantaranya;
- Turut menghadiri perayaan agama mereka, dan mengucapkan selamat (tahni-ah) di hari raya mereka.
- Turut mengekspos syiar² agama mereka, symbol² identitas agama mereka, di hotel², di tempat² pusat perbelanjaan, di area² public, dsb.
Allah Ta’ala berfirman,
وَالَّذِينَ لَا يَشْهَدُونَ الزُّورَ وَإِذَا مَرُّوا بِاللَّغْوِ مَرُّوا كِرَامًا
“Dan orang-orang yang tidak menghadiri “az-zuur”, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaidah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya” (QS. Al Furqan [25]: 72).
Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan bahwa di antara makna *“az-zuur”* dalam ayat di atas adalah : hari-hari besar orang-orang musyrik, sebagaimana penjelasan Abul ‘Aliyah, Thawus, Ibnu Sirin, Adh-Dhahhak, Rabi’ bin Anas dan selain mereka. [2] Lihat Tafsir Ibnu Katsir, 6/118]
Syaikh Dr. Shalih Al-Fauzan hafidzahullah mengatakan, ”(Maksud ayat tersebut) adalah di antara sifat ‘ibaadurrahman (hamba Allah yang beriman) yaitu tidak menghadiri perayaan hari besar orang kafir.” [Al-Irsyad ila Shahihil I’tiqod, hal. 251, cetakan pertama, tahun 2006]
Syaikh Muhammad bin Sa’id Al-Qahthani berkata dalam kitab beliau yang sangat bermanfaat, Al-Wala’ wal Bara’ fil Islam; “Adapun memberikan ucapan selamat atas syiar-syiar kekafiran yang menjadi ciri khas mereka, maka ini hukumnya haram dengan kesepakatan ulama. Yang demikian itu misalnya memberikan ucapan selamat atas hari besar keagamaan mereka dengan mengatakan,”’Iid mubarok” (di hari raya orang kafir, atau yang lainnya, pen.). Atau ikut bergembira dengan adanya hari raya mereka. Jika yang mengatakan (ucapan selamat tersebut) terbebas dari kekafiran, maka hal ini termasuk perkara yang diharamkan. Ini sama saja dengan ikut memberikan selamat atas sujud (peribadatan) mereka kepada salib, bahkan ini termasuk dosa yang besar"
Tidak ada komentar :
Posting Komentar