Abu Hasan

مجموعة الاسلامية على نهج سلف الأمة

Minggu, 17 Maret 2019

Hukum Kehidupan

*HUKUM KEHIDUPAN*

قانون الحياة : لا فرحة مكتملة
ولا حزن مستمر

"Tak ada kesenangan yang terus menerus dan tak ada kesedihan yang berkesinambungan"

•┈┈┈┈•✿❁✿•┈┈┈┈•

💠 *Faidah Pertama*

*Hidup Di Dunia Hanya Sementara*

Sesungguhnya kehidupan dunia yang penuh dengan kesenangan dan kesedihan ini hanyalah kehidupan yang fana dan sementara.

Tak ada kesenangan yang terus menerus, dan tak ada kesedihan yang terus menerus pula

Semua akan berakhir. All will be end. Dunia pasti akan sirna. Dunia niscaya akan binasa, dan akhirat pasti akan kita jumpa.

Allah Ta’ala berfirman,

مَا عِنْدَكُمْ يَنْفَدُ وَمَا عِنْدَ اللَّهِ بَاقٍ

“ Apa yang di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal.”
(QS. An Nahl: 96)

💠 *Faidah Kedua*

*Hidup Adalah Sebuah Perjalanan*

Sesungguhnya dunia ini hanyalah tempat persinggahan sebentar saja, transit untuk melanjutkan penerbangan ke negeri akhirat. Dunia bukan tempat kita menetap berlama- lama. Oleh karena itu jangan tambatkan hati kita kepada dunia . Jangan terperdaya olehnya.

Berjalan terus dengan ketakwaan yang kokoh sampai pada saatnya menemui ajal kembali kepada Rabb-nya.

Dari Ibnu ‘Umar _radhiyallahu ‘anhuma_ ia berkata, Rasulullah _shallallahu ‘alaihi wa sallam_ pernah memegang pundaknya, lalu berkata,

كُنْ فِى الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيبٌ ، أَوْ عَابِرُ سَبِيلٍ

“Hiduplah kalian di dunia seakan-akan seperti orang asing, atau seperti seorang pengembara.”

Pengembara yang melintasi pedesaan, melalui hutan- hutan, keluar masuk dusun yang dia lintasi, untuk menuju suatu negeri impian.

Al-Hasan Al-Bashri berkata,

المؤْمِنُ فِي الدُّنْيَا كَالغَرِيْبِ لاَ يَجْزَع مِنْ ذُلِّهَا ، وَلاَ يُنَافِسُ فِي عِزِّهَا ، لَهُ شَأْنٌ ، وَلِلنَّاسِ شَأْنٌ

“Seorang mukmin di dunia seperti orang asing. Tidak pernah gelisah terhadap orang yang mendapatkannya (dunia), tidak pernah saling berlomba dengan penggila nya. Penggila dunia memiliki urusan sendiri, orang asing yang ingin kembali ke kampung akhirat juga punya urusan sendiri.”
(Jami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 2: 379)

💠 *Faidah Ketiga*

*Pandai Mensyukuri Nikmat*

Ketika kita menyadari bahwa segala kesenangan dan kenikmatan yang Allah berikan di dunia ini hanya sementara, maka sudah sepatutnya kita pandai mensyukuri nikmat yang Allah berikan ini.

*Jangan* merasa sombong bahwa kesenangan yang didapatkan adalah hasil dari jerih payah, atau merasa angkuh bahwa kenikmatan yang diperoleh adalah semata² hasil keringat, buah kepintaran dari usaha banting tulang yang telah dilakukan selama ini. Jangan. Tapi semua adalah karena pemberian dari Allah.

Bahkan semestinya kita merasa takut dan khawatir karena kemungkinan kesenangan ini adalah istidraj .

[ istidraj artinya suatu jebakan berupa kelapangan rezeki padahal yang diberi dalam keadaan terus menerus bermaksiat kepada Allah ]

Mari kita renungkan firman Allah Ta'ala berikut ini :

وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ

“ Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur).”
(QS. Adh Dhuha: 11)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

التَّحَدُّثُ بِنِعْمَةِ اللهِ شُكْرٌ ، وَتَرْكُهَا كُفْرٌ

“ Membicarakan nikmat Allah termasuk syukur, sedangkan meninggalkannya merupakan perbuatan kufur.”
(HR. Ahmad, 4/278. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan sebagaimana dalam Shahih Al Jaami’ no. 3014).

Dari ‘Uqbah bin ‘Amir radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah _shallallahu alaihi wa sallam_ bersabda:

إِذَا رَأَيْتَ اللهَ تَعَالَى يُعْطِي الْعَبْدَ مِنَ الدُّنْيَا مَا يُحِبُّ وَهُوَ مُقِيمٌ عَلَى مَعَاصِيْهِ فَإِنَّمَا ذَلِكَ مِنهُ اسْتِدْرَاجٌ

“ __Bila kamu melihat Allah memberi pada hamba dari (perkara) dunia yang diinginkannya, padahal dia terus berada dalam kemaksiatan kepada-Nya, maka (ketahuilah) bahwa hal itu adalah istidraj (jebakan berupa nikmat yang disegerakan) dari Allah__.”
(HR. Ahmad 4: 145. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan dilihat dari jalur lain).

💠 *Faidah Keempat*

*Jangan Berputus Asa Atas Musibah Yang menimpa*

Kehidupan manusia di muka bumi ini tak akan pernah lepas dari berbagai kesedihan, duka cita dan musibah. Biarpun tampak enak enak, gembira ria, tertawa bahagia, namun sudah jadi rumus bahwa setiap diri pasti diuji. Dan itu semua terjadi atas ketetapan dan takdir Allah.

Allah Ta'ala berfirman:

مَاۤ اَصَابَ مِنْ مُّصِيْبَةٍ فِى الْاَرْضِ وَلَا فِيْۤ اَنْفُسِكُمْ اِلَّا فِيْ كِتٰبٍ مِّنْ قَبْلِ اَنْ نَّبْـرَاَهَا ۗ اِنَّ ذٰلِكَ عَلَى اللّٰهِ يَسِيْرٌ

" Setiap bencana yang menimpa di bumi dan yang menimpa dirimu sendiri, semuanya telah tertulis dalam Kitab (Lauh Mahfuz) sebelum Kami mewujudkannya. Sungguh, yang demikian itu mudah bagi Allah"
( QS. Al-Hadid : 22)

لِّـكَيْلَا تَأْسَوْا عَلٰى مَا فَاتَكُمْ وَلَا تَفْرَحُوْا بِمَاۤ اٰتٰٮكُمْ ۗ وَاللّٰهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُوْرِ

" Agar kamu tidak bersedih hati terhadap apa yang luput dari kamu, dan tidak pula terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong dan membanggakan diri,"
( QS. Al-Hadid : 23)

Rasulullah _Shallallahu wa sallam_ bersabda,

كَتَبَ اللَّهُ مَقَادِيرَ الْخَلاَئِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ بِخَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ

“ Allah mencatat takdir setiap makhluk 50.000 tahun sebelum penciptaan langit dan bumi.” ( HR. Muslim no. 2653, dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash )

Jika demikian halnya, untuk apa seseorang terpuruk dan larut dengan kesedihan dan berputus asa ?
Karena jika semuanya memang takdir Allah, yakinlah bahwa ini adalah yang terbaik bagi hamba-Nya.

Apa yang dikehendaki Allah pasti terjadi. Dan apa yang Allah tidak kehendaki maka pasti tidak bakal terjadi.

Berlama-lama terbenam dengan kesedihan merupakan bentuk buang-buang waktu (killing age) dengan kesia-siaan. Berlarut- larut dalam duka lara, meringkuk dalam kekalutan, terkapar dalam kebuntuan, adalah keinginan setan.

Setiap muslim harus menerima takdirnya dengan kuat dan mantap sehingga bisa melewati kesedihan dan masa2 sulitnya dengan ketenangan hati.

💠 *Faidah Kelima*

*Tetap Bersemangat Dalam Melakukan Hal Yang Bermanfaat*

Dari Abu Hurairah, Rasulullah -__shallallahu ‘alaihi wa sallam__ bersabda,

الْمُؤْمِنُ الْقَوِىُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ وَفِى كُلٍّ خَيْرٌ احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلاَ تَعْجِزْ وَإِنْ أَصَابَكَ شَىْءٌ فَلاَ تَقُلْ لَوْ أَنِّى فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا. وَلَكِنْ قُلْ قَدَرُ اللَّهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ

“ Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada mukmin yang lemah. Namun, keduanya tetap memiliki kebaikan. Bersemangatlah atas hal-hal yang bermanfaat bagimu. Minta tolonglah pada Allah, jangan engkau lemah. Jika engkau tertimpa suatu musibah, maka janganlah engkau katakan: ‘Seandainya aku lakukan demikian dan demikian.’ Akan tetapi hendaklah kau katakan: ‘Ini sudah jadi takdir Allah. Setiap apa yang telah Dia kehendaki pasti terjadi.’ Karena perkataan law (seandainya) dapat membuka pintu syaithon.”
(HR. Muslim)

[Muslim: 47- Kitab Al Qodar, An Nawawi –rahimahullah- membawakan hadits ini dalam Bab “Iman dan Tunduk pada Takdir”]

Dunia dengan segala suka cita dan duka lara yang ada di dalamnya akan sirna, kehidupan di dunia hanyalah senda gurau nan menipu.

Jika seseorang memahami dan merenungi betapa dunia ini hanyalah sementara, dengan kekokohan iman kepada Allah Ta'ala niscaya ia akan membuang jauh-jauh dan meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat baginya. Dan bersegera melakukan hal-hal yang membawa manfaat dalam kebaikan.

Waktunya akan disibukkan dengan amalan-amalan yang membawa kebaikan di dunia dan akhirat, sehingga tak ada waktu baginya untuk berleha-leha, berkeping- keping dalam buruk sangka, larut dalam kesedihan bahkan terbenam dalam lautan kegembiraan.

*Penutup*
Sebagai penutup dari faidah sederhana bisa kita renungkan penjelasan dari Asy Syaukani rahimahullah, beliau mengatakan “

" Janganlah bersedih dengan nikmat dunia yang luput darimu. Jangan pula berbangga dengan nikmat yang diberikan padamu. Karena nikmat tersebut dalam waktu dekat bisa sirna. Sesuatu yang dalam waktu dekat bisa sirna tidak perlu dibangga-banggakan. Jadi tidak perlu engkau berbangga dengan hasil yang diperoleh dan tidak perlu pula engkau bersedih dengan sesuatu yang luput darimu. Semua ini adalah ketetapan dan takdir Allah … Intinya, manusia tidaklah bisa lepas dari rasa sedih dan berbangga diri.”

[ Fathul Qodir, Muhammad bin ‘Ali Asy Syaukani, Mawqi’ Al Islam, 7/158 ]

SELESAI
Semoga bermanfaat. Amin.

•┈┈┈┈•✿❁✿•┈┈┈┈•

Ditulis Oleh :
Ummu Farah, ibunya Farah

Tidak ada komentar :

Posting Komentar