Abu Hasan

مجموعة الاسلامية على نهج سلف الأمة

Minggu, 17 Maret 2019

Hukum pakai Jimat

Hukum Memakai Gelang Jimat Untuk Menangkal Bencana*

مِنَ الشِّرْكِ لُبْسُ الْحَلَقَةِ وَالْخَيْطِ وَنَحْوِهِمَا لِرَفْعِ الْبَلاَءِ أَوْ دَفْعِهِ

TERMASUK KESYIRIKAN : MEMAKAI GELANG, BENANG DAN SEJENISNYA UNTUK MENGHILANGKAN ATAU MENANGKAL BENCANA 

 Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :

قُلْ أَفَرَأَيْتُم مَّا تَدْعُونَ مِن دُونِ اللَّـهِ إِنْ أَرَادَنِيَ اللَّـهُ بِضُرٍّ هَلْ هُنَّ كَاشِفَاتُ ضُرِّهِ أَوْ أَرَادَنِي بِرَحْمَةٍ هَلْ هُنَّ مُمْسِكَاتُ رَحْمَتِهِ ۚ قُلْ حَسْبِيَ اللَّـهُ ۖ عَلَيْهِ يَتَوَكَّلُ الْمُتَوَكِّلُونَ

“Katakanlah (Hai Muhammad kepada orang-orang musyrik): Terangkanlah kepadaku tentang apa yang kamu seru selain Allah, jika Allah hendak mendatangkan kemudharatan kepadaku, apakah berhala-berhala itu dapat menghilangkan kemudharatan itu? Atau jika Allah menghendaki untuk melimpahkan suatu rahmat kepadaku apakah mereka mampu menahan rahmat-Nya? Katakanlah: Cukuplah Allah bagiku, hanya kepada-Nyalah orang-orang yang berserah diri bertawakkal.” (QS. Az Zumar: 38). ([2])

وعن عمران بن حصين -رضي الله عنه- أن النبي -صلى الله عليه وسلم- رأى رجلاً في يده حلقة من صُفر، فقال: (ما هذه؟ ) قال: من الواهنة، فقال: (اِنْزَعْهَا فَإِنَّهَا لاَ تَزِيْدُكَ إِلاَّ وَهْنًا، فَإِنَّكَ لَوْ مِتَّ وَهِيَ عَلَيْكَ مَا أَفْلَحْتَ)

 Imran bin Husain radhiallahu ‘anhu menuturkan bahwa Rasulullah melihat seorang laki-laki memakai gelang yang terbuat dari kuningan, kemudian beliau bertanya:
“Apa itu? orang laki-laki itu menjawab: “gelang penangkal penyakit”, lalu Nabi bersabda: “lepaskan gelang itu, karena sesungguhnya ia tidak akan menambah kecuali kelemahan padamu, dan jika kamu mati sedangkan gelang ini masih ada pada tubuhmu maka kamu tidak akan beruntung selamanya.” (HR. Ahmad ) ([3])

 Diriwayatkan oleh Imam Ahmad pula dari Uqbah bin Amir, dalam hadits yang marfu’, Rasulullah [] bersabda:

(مَنْ تَعَلَّقَ تَمِيْمَةً فَلاَ أَتَمَّ اللهُ لَهُ، وَمَنْ تَعَلَّقَ وَدَعَةً فَلاَ وَدَعَ اللهُ لَه ) وفي رواية: ( مَنْ تَعَلَّقَ تَمِيْمَةً فَقَدْ أَشْرَكَ )

“Barangsiapa yang menggantungkan tamimah maka Allah tidak akan mengabulkan keinginannya, dan barangsiapa yang menggantungkan wada'ah maka Allah tidak akan memberikan ketenangan kepadanya” dan dalam riwayat yang lain Rasul bersabda: “Barangsiapa yang menggantungkan tamimah (:jimat) maka ia telah berbuat kemusyrikan”. (6)

ولابن أبي حاتم عن حذيفة أنه رأى رجلاً في يده خيط من الحمى فقطعه، وتلا قوله: {وَمَا يُؤْمِنُ أَكْثَرُهُمْ بِاللهِ إِلاَّ وَهُم مُّشْرِكُونَ}

 Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Hudzaifah bahwa ia melihat seorang laki-laki yang di tangannya ada benang untuk mengobati sakit panas, maka dia putuskan benang itu seraya membaca firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

وَمَا يُؤْمِنُ أَكْثَرُهُم بِاللَّـهِ إِلَّا وَهُم مُّشْرِكُونَ

“Dan sebagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan sesembahan lain)”. (QS. Yusuf: 106) ([7]).

*Kandungan bab ini:*

 Larangan keras memakai gelang, benang dan sejenisnya untuk tujuan-tujuan seperti tersebut di atas.
Dikatakan bahwa sahabat Nabi tadi apabila mati sedangkan gelang (atau sejenisnya) itu masih melekat pada tubuhnya, maka ia tidak akan beruntung selamanya, ini menunjukkan kebenaran pernyataan para sahabat bahwa syirik kecil itu lebih berat dari pada dosa besar.

 Syirik tidak dapat dimaafkan dengan alasan tidak tahu. Gelang, benang dan sejenisnya untuk jimat tidak berguna untuk menangkal atau mengusir suatu penyakit, bahkan ia bisa mendatangkan bahaya, seperti sabda Nabi Muhammad [] : “… karena dia hanya akan menambah kelemahan pada dirimu”.

 Wajib mengingkari orang-orang yang melakukan perbuatan di atas. Orang yang menggantungkan sesuatu dengan tujuan di atas, maka Allah akan menjadikan orang tersebut memiliki ketergantungan pada barang tersebut. Mengandalkannya, mengharapkan keajaiban darinya, meskipun berdalih sebagai sarana/ media saja.

 Orang yang menggantungkan jimat/ tamimah telah melakukan perbuatan syirik. Mengikatkan benang pada tubuh untuk mengobati penyakit panas adalah bagian dari syirik.

 Pembacaan ayat di atas oleh Hudzaifah menunjukkan bahwa para sahabat menggunakan ayat-ayat yang berkaitan dengan syirik akbar sebagai dalil untuk syirik ashghar, sebagaimana penjelasan yang disebutkan oleh Ibnu Abbas dalam salah satu ayat yang ada dalam surat Al Baqarah.

 Menggantungkan Wada’ah untuk mengusir atau menangkal penyakit, termasuk syirik. Orang yang menggantungkan tamimah didoakan: “semoga Allah tidak akan mengabulkan keinginannya” dan orang yang menggantungkan wada’ah didoakan: “semoga Allah tidak memberikan ketenangan pada dirinya.”

*Keterangan (Footnote):*

 Bahkan banyak diantara mereka yang meyakini sebab-sebab yang ternyata bukan sebab. Contohnya banyak dari mereka yang menggunakan jimat-jimat, rajah, wifiq, gembolan (dan nama serta istilahnya bisa bereneka macam) dengan meyakini bahwa jimat-jimat tersebut hanyalah sebab adalah bukan sebab.

 Kedua : Kelompok yang berlebih-lebihan dalam menetapkan sebab hingga mereka menetapkan banyak perkara yang bukan sebab menjadi sebab. Sampai dipaksa²kan sebagai sarana faktor usaha dan sebab. Kelompok ini kebanyakannya adalah kelompok ahli khurafat, ahli tahayul dan juga kaum sufiyah yang suka aneh-aneh.

 Ketiga : Kelompok yang menetapkan sebab dan akibat akan tetapi mereka tidak menjadikan/ menetapkan sesuatu sebagai sebab kecuali yang telah ditetapkan oleh Allah dan RasulNya sebagai sebab, apakah sebab syar’i atau sebab kauni. Mereka inilah ahlus sunnah wal jama’ah.

 Adapun mengetahui sesuatu itu merupakan sebab atau bukan adalah dengan dua cara :

Dengan cara syar’i yaitu adanya dalil akan hal tersebut. Seperti :
- madu adalah obat sebagaimana firman Allah

,يَخْرُجُ مِنْ بُطُونِهَا شَرَابٌ مُخْتَلِفٌ أَلْوَانُهُ فِيهِ شِفَاءٌ لِلنَّاس

"ِ(Keluar dari perut lebah minuman/madu yang beragam warnanya, padanya obat bagi manusia).

- Demikian juga misalnya membaca al-Qur’an adalah obat dengan cara ruqyah syar’iyyah

Dengan cara mencobanya dan terbukti secara dzhan. Seperti kebanyakan obat-obatan yang diketahui khasiatnya dengan penelitian ilmiah atau dengan percobaan eksperimen dengan catatan dampak/efeknya harus jelas dan dzhahir. Adapun jika efeknya tidak jelas, maka tidak diperbolehkan. Karena pengguna jimat juga mengatakan bahwa jimat bermanfaat bagi mereka.

 Allah telah menciptakan sebab dan akibat yang dikenal dengan sunnatullah, contoh api adalah sebab untuk membakar. Air faktor membasahi. Oleh karena itu, tatkala Nabi Ibrahim ‘alaihis salam hendak dibakar maka Allah memerintahkan kepada api untuk dingin dengan firman-Nya :

قُلْنَا يَانَارُ كُونِي بَرْدًا وَسَلَامًا عَلَى إِبْرَاهِيمَ

“Kami berkata, “Wahai api jadilah engkau dingin dan keselamatan bagi Ibrahim” (QS Al-Anbiyaa’ : 69).

- Ini menunjukkan bahwa jika Allah tidak memerintahkan api untuk dingin maka api tersebut akan berjalan sesuai dengan hukum sebab akibat (sunnatullah) yaitu akan membakar.

 Dalil Kedua : Nabi [] mengingkari orang yang menggunakan gelang dalam rangka menolak penyakit.

Perawi hadits ini adalah sahabat mulia ‘Imron bin Husain, dalam riwayat yang lain, ternyata lelaki yang diingkari oleh Nabi karena memakai jimat adalah Imron bin Husain itu sendiri.

عَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: دَخَلْتُ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَفِي عَضُدِي حَلْقَةٌ صُفْرٌ فَقَالَ: «مَا هَذِهِ؟» فَقُلْتُ: مِنَ الْوَاهِنَةِ. فَقَالَ: «انْبِذْهَا»

Dari ‘Imron bin Hushoin ia berkata, “Aku menemui Nabi [] dan di lengan atasku ada gelang tembaga. Maka Nabi berkata, “Apakah ini?”, maka aku berkata, “Karena kelemahan”. Lalu beliau berkata, “Buanglah gelang tersebut” (HR al-Hakim No. 7502 dishahihkan oleh al-Hakim dan disepakati oleh adz-Dzahabi)

 Ini menunjukkan bahwa seseorang tatkala menceritakan pengalaman pribadi yang buruk, tidak harus menyebut langsung dirinya, tetapi ia boleh mengungkapkan dengan kata ganti orang ketiga.

 Tentang Pertanyaan Nabi: مَا هَذِهِ؟ (Apakah ini?), ada dua pendapat di kalangan para ulama. Ada yang berpendapat bahwa itu adalah pertanyaan istifsaar (untuk mengetahui hakikat penggunaan gelang tersebut), ada pula yang berpendapat bahwa pertanyaan tersebut adalah pertanyaan pengingkaran. Seakan-akan Nabi berkata, “Apa-apaan ini menggunakan jimat?”.

 Secara dzhohir Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya dengan pertanyaan istifsar. Dan ini dalil bahwa Nabi tidak mengetahui isi hati orang tersebut, sehingga beliau bertanya terlebih dahulu. Jika isi hati seseorang Nabi tidak mengetahuinya apatah lagi perkara-perkara yang ghaib ?!

 Lelaki tersebut menjelaskan sebab ia menggunakan gelang yaitu untuk menolak penyakit atau untuk pengobatan terhadap penyakit yang menimpanya. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengingkarinya dengan menjelaskan bahwa hal itu hanya akan memberikan kemudorotan kepadanya di dunia dan di akhirat.

Di dunia : Alih-alih Dengan jimat tersebut ia memperoleh kekuatan dan kesembuhan malah hanya akan menambah kelemahan atas dirinya di dunia. Dan ini sesuai dengan kenyataan yang ada. Kita dapati orang yang memakai jimat justru selalu dalam kegelisahan, kekhawatiran, terlebih lagi jika jimatnya ketinggalan. Berbeda halnya dengan orang yang bertawakkal kepada Allah, hatinya akan tenteram, tenang, dan kuat dan teramat kokoh.

Di akhirat : dan di akhirat ia tidak akan beruntung selama-lamanya. Jika ia meninggal dalam kondisi tidak bertaubat dari syirik kecil ini, maka ia tidak akan selamat selama-lamanya. Ini memperkuat dalil yang menyatakan bahwa syirik kecil tidak dimaafkan. (Akan tetapi sebagaimana telah berlalu penjelasan bahwa pendapat yang kuat adalah syirik kecil juga mungkin untuk dimaafkan.

 Hadits ini merupakan dalil akan disyari’atkannya bernahi mungkar, dan bahwasanya jika suatu perkara yang ingin diingkari masih mengandung kemungkinan yang baik maka hendaknya ditanyakan terlebih dahulu maksud dan tujuannya. Adapun jika kemungkaran tersebut tidak mengandung kemungkinan kebaikan maka bisa langsung diingkari.

 Hadits ini juga menunjukkan bahwa yang menjadi patokan adalah amalan seseorang di akhir hayatnya sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam :

وَإِنَّمَا الْأَعْمَالُ بالخواتيم

“Sesungguhnya amalan ditentukan dengan akhirnya” (HR al-Bukhari No. 6607)

 Karena Nabi berkata kepadanya (dan jika kamu mati sedangkan gelang ini masih ada pada tubuhmu maka kamu tidak akan beruntung selama-lamanya). Ini menunjukkan bahwa jika ia bertaubat sebelum meninggal maka tidak mengapa. Karena orang yang bertaubat dari dosa seperti orang yang tidak berdosa.

 Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam

مَنْ تَعَلَّقَ تَمِيْمَةً

(Barangsiapa yang menggantungkan jimat) yakni menggantungkan jimat kemudian hatinya bergantung pada jimat tersebut.

Tamimah dalam bahasa Arab diambil dari kata التَّمَامُ yang artinya الْكَمَالُadalah (sempurna). Ibnu Faris berkata :

وَمِنْ هَذَا الْبَابِ التَّمِيمَةُ: كَأَنَّهُمْ يُرِيدُونَ أَنَّهَا تَمَامُ الدَّوَاءِ وَالشِّفَاءِ الْمَطْلُوبِ

“Termasuk dalam bab ini yaitu kata Tamimah. Seakan-akan mereka maksudkan bahwasanya dengan tamimah akan tercapai kesempurnaan pengobatan dan kesembuhan yang diharapkan” (Maqooyiis al-Lughoh 1/339, lihat juga Lisaanul ‘Arob 12/69-70)

Jadi, orang yang menggunakan tamimah/jimat berharap dengan tamimah tersebut urusannya akan dipermudah dan semakin sempurna. Akan tetapi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkata terhadap pengguna tamimah :

فَلاَ أَتَمَّ اللهُ لَهُ

“Allah tidak menyempurnakan (urusannya) baginya”

 Pernyataan Nabi tersebut juga bisa untuk menjelaskan kenyataan kondisi orang yang memakai jimat. Realitanya orang yang menggunakan tamimah tidak akan sempurna urusannya, ia pun semakin terjebak dalam kegelisahan, karena hatinya tidak bergantung kepada Allah melainkan kepada jimat/ tamimah tersebut.

 Sabda Nabi تَمِيْمَةً (jimat apapun) adalah isim nakiroh dalam konteks persyaratan yang memberikan faidah keumuman, sehingga mencakup jimat dengan model apapun dan dengan tujuan apapun.

 Barang siapa yang bergantung kepada makhluk -bahkan kepada manusia- niscaya ia tidak akan tenang. Bagaimana lagi jika ia menggantungkan hatinya kepada sejenis jimat kerang??

 Dalam riwayat yang lain :

مَنْ تَعَلَّقَ تَمِيْمَةً فَقَدْ أَشْرَكَ

“Barangsiapa yang menggantungkan jimat maka dia sungguh telah berbuat kesyirikan”

 Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam Ini menunjukkan penekanan dari beliau bahwa menggunakan jimat apapun termasuk kesyirikan. Namun sebagaimana yang telah lalu bahwa hukum asalnya adalah syirik kecil dan akan berubah menjadi syirik besar jika penggunanya meyakini bahwa jimat tersebut bisa memberi manfaat dan menolak mudorot dengan sendirinya.

 Sebagaimana pemahaman Ibnu Abbas terhadap firman Allah

فَلا تَجْعَلُوا لِلَّهِ أَنْدَادًا

“Karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah” (QS Al-Baqoroh : 22)

Semoga kita dijauhkan dari segala bentuk kesyirikan. amiin

Tidak ada komentar :

Posting Komentar