SHOLAWAT BURDAH DALAM TIMBANGAN
|
|
حدثنا علي حدثنا بشر بن المفضل حدثنا خالد
بن ذكوان عن الربيع بنت معوذ قالت دخل علي النبي صلى الله عليه
وسلم غداة بني علي فجلس على فراشي كمجلسك مني وجويريات يضربن بالدف يندبن من قتل
من آبائهن يوم بدر حتى قالت جارية وفينا نبي يعلم ما في غد فقال النبي
صلى الله عليه وسلم لا تقولي هكذا وقولي ما كنت تقولين
|
Rabi’ binti Muawwidz berkata: “Nabi datang saat pernikahanku
di pagi hari, beliau duduk di tempatku seperti dudukmu di dekatku.
Wanita-wanita kecil menabuh terbang, mereka memuji bapak-bapak mereka yang
gugur saat perang Badar. Sampai ada wanita yang berkata: “Ada Nabi di antara
kita yang mengetahui apa yang terjadi esok”. Nabi bersabda: “Jangan kamu
katakan seperti itu. Katakanlah seperti engkau telah ucapkan”
(HR Al-Bukhari)
عن
ابن عباس سمع عمر رضي الله عنه يقول على المنبر سمعت النبي صلى الله عليه
وسلم يقول لا تطروني كما أطرت النصارى بن مريم فإنما أنا عبده فقولوا عبد
الله ورسوله
Dari Ibnu Abbas, dia mendengat Umar berkata di atas
mimbar, “Saya mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Janganlah kalian terlalu berlebih-lebihan kepadaku sebagaimana orang-orang
Nasrani telah berlebih-lebihan kepada Isa bin Maryam, sesunggunhya aku hanyalah
seorang hamba Allah maka katakanlah hamba Allah dan RasulNya” HR Al-Bukhari no 3445, 6830
Perkataan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
“Sesungguhnya aku hanyalah seorang hamba Allah” menunjukan bahwa beliau
hanyalah manusia biasa, demikian juga para nabi yang lain. Oleh karena itu para
nabi makan, minum, beristri, memiliki keturunan, mereka juga ditimpa dengan
penyakit, mereka meninggal, bahkan ada di antara mereka yang dibunuh.
· Dalil-dalil yang menunjukan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah seorang manusia sangat banyak, di antaranya:
(ُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ﴾ (الكهف:
من الآية110)
Katakanlah:”Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia
seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku…” (QS 18:110).
(قُلْ سُبْحَانَ رَبِّي هَلْ كُنْتُ إِلَّا بَشَراً رَسُولاً﴾
(الاسراء:93)
Katakanlah:”Maha suci Rabbku, bukankah aku ini hanya
seorang manusia yang menjadi rasul” (QS. 17:93).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam tidak mengetahui ilmu goib (kecuali sebagian ilmu goib yang Allah
kabarkan kepadanya), diantara dalil-dalil akan hal ini:
قُلْ لا يَعْلَمُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ الْغَيْبَ
إِلا اللَّهُ وَمَا يَشْعُرُونَ أَيَّانَ يُبْعَثُونَ
Katakanlah:”Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi
yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah”, dan mereka tidak mengetahui
bila mereka akan dibangkitkan. (QS.
27:65)
(إِنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ عِلْمُ السَّاعَةِ وَيُنَزِّلُ
الْغَيْثَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْأَرْحَامِ وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَاذَا تَكْسِبُ
غَداً وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ
خَبِيرٌ﴾ (لقمان:34)
“Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah
pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan
mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui
(dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun yang
dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
lagi Maha Mengenal”. (QS.
31:34)
Oleh karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengetahui
apa yang akan terjadi di masa datang maka beliaupun ditimpa dengan
kemudhorotan. Di antaranya beliau memakan kambing yang merupakan hadiah dari
seorang wanita yahudi yang diberi racun.
Hadits ini jelas menunjukan bahwa Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam sama sekali tidak mengetahui apa yang akan
terjadi di masa depan, jangankan besok hari bahkan satu detik di masa depan
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak tahu apa yang akan terjadi. Kalau Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam tahu mestinya dia tidak akan memasukkan secuil
dagingpun dalam mulut beliau, apalagi sampai membiarkan sebagian para
sahabatnya meninggal karena memakan kambing beracun tersebut.
Contoh yang lain adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam terluka tatkala perang Uhud.
عن سهل قال لما كسرت بيضة النبي صلى الله عليه
وسلم على رأسه وأدمي وجهه وكسرت رباعيته وكان علي يختلف بالماء في المجن
وكانت فاطمة تغسله فلما رأت الدم يزيد على الماء كثرة عمدت إلى حصير فأحرقتها
وألصقتها على جرحه فرقأ الدم
Dari Sahl –semoga Allah meridhainya-, ia berkata, “Tatkala pecah pelindung kepala
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan wajah beliau berdarah dan pecah gigi
seri beliau Ali bolak-balik mengambil air dengan menggunakan perisai (sebagai
wadah air) dan Fatimah mencuci darah yang ada di wajah beliau. Tatkala Fatimah
melihat darah semakin banyak lebih daripada airnya maka Fatimahpun mengambil
hasir (yaitu tikar yang terbuat dari daun) lalu diapun merobeknya dan
menempelkan robekan tersebut pada luka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
maka berhentilah aliran darar” HR
Al-Bukhari no 2903
Kalau memang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengetahui ilmu goib tentunya ia tidak akan terluka demikian parahnya apalagi
sampai banyak dari para sahabat yang terbunuh tatkala perang Uhud, karena kalau
ia tahu ilmu goib maka ia akan mengetahui siasat apa yang digunakan oleh orang-orang
musyrik tatkala perang.
Contoh yang lain tatkala Aisyah kehilangan kalungnya
tatkala itu ia sedang dalam perjalanan di malam hari bersama Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya (termasuk ayahnya Abu Bakar
As-Siddiq). Mereka saat itu tidak memiliki air yang cukup untuk berwudlu
kemudian perjalanan terhenti (atas perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam) demi untuk mencari kalung Aisyah yang hilang tersebut. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus sebagian para sahabatnya untuk mencari
kalung tersebut. Orang-orang mendatangi Abu Bakar mengeluh atas apa yang
terjadi gara-gara Aisyah. Abu Bakarpun mencela Aisyah. Hingga tatkala subuh
hari dan tiba waktu sholat mereka mencari air untuk berwudlu namun mereka tidak
mendapatkan air maka turunlah ayat tentang bolehnya tayammum. Lihat kisah
selengkapnya dalam HR Al-Bukhari no 334
Renungkanlah…jangankan apa yang akan terjadi di masa
depan, bahkan apa yang terjadi di masa yang di alami Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam beliau juga tidak tahu. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
tidak tahu dimana kalung Aisyah yang hilang, bahkan beliau memerintahkan para
sahabat untuk mencari kalung tersebut. Kalau beliau mengetahui dimana letak
barang hilang (sebagaimana pengakuan sebagian orang-orang yang mengaku-ngaku
diri mereka adalah wali) tentunya beliau tidak perlu repot-repot semalaman
mencari kalung hilang tersebut.
Contoh yang lain, kisah tentang tuduhan terhadap
Aisyah bahwa ia telah berbuat serong bersama Sofwan bin Al-Mu’aththil
As-Sulami. Kemudian tersebar berita ini di kota Madinah dan Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam pun tidak mengetahui hakekat kejadian yang
sebenarnya. Beliaupun tidak meminta kepada jin untuk mencari berita. Hingga
akhirnya Allah yang memberitahu beliau bahwa berita tersebut tidak benar. Lihat
kisah selengkapnya dalam HR Al-Bukhari no 4141
Tidak sebagaimana kumpulan syair (yang
bernama Burdah) yang dibuat oleh Al-Bushiri yang terlalu belebih-lebihan kepada
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sehingga akhirnya malah terjatuh dalam
kesyirikan. Al-Bushiri berkata dalam syairnya menyeru kepada Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam:
فإن من جودك الدنيا
وضرَّتَها
ومن علومك علمَ اللوح والقلم
Sesungguhnya diantara kedermawananmu adalah dunia dan
akhirat dan diantara ilmumu adalah ilmu lauhil mahfuz dan yang telah dicatat
oleh pena (yang mencatat di lauhil mahfuz apa yang akan terjadi hingga hari
kiamat)
Hal ini jelas merupakan kesyirikan dan menyamakan
kedudukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan Allah. Karena hanya
Allahlah yang mengetahui ilmu lauhil mahfuz, pengucap syair ini telah
mengangkat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hingga pada derajat ketuhanan dan
ini merupakan kekufuran yang nyata.
Berkata Syaikh Utsaimin, “Ibnu Rojab berkata,
“Sesungguhnya penyair ini tidak meninggalkan sesuatupun milik Allah, jika dunia
dan seisinya serta akhirat adalah merupakan bagian dari kedermawanan Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas mana bagian Allah?”. Kita bersaksi bahwa
orang yang mengucapkan perkataan ini ia tidak bersaksi bahwa Muhammad adalah
hamba Allah, bahkan ia bersaksi bahwa Muhammad lebih tinggi dari Allah,
bagaimana ia bisa sampai berlebih-lebihan begini??. Sikap berlebih-lebihan ini
lebih parah dari apa yang dilakukan oleh Kaum Nashrani yang mengatakan bahwa
Isa adalah anak Allah dan Allah adalah salah satu dari Tuhan yang tiga”[9]
· Nabi tidak bisa memberikan kemanfaatan bagi dirinya sendiri dan tidak bisa mencegah kemudhorotan dari dirinya sendiri
· Nabi tidak bisa memberikan kemanfaatan bagi dirinya sendiri dan tidak bisa mencegah kemudhorotan dari dirinya sendiri
Allah berfirman:
(قُلْ لا أَمْلِكُ لِنَفْسِي ضَرّاً وَلا نَفْعاً إِلَّا مَا
شَاءَ اللَّهُ﴾ (يونس:49)
Katakanlah:”Aku tidak berkuasa mendatangkan
kemudharatan dan tidak (pula) kemanfaatan kepada diriku, melainkan apa yang
dikehendaki Allah” (QS.
10:49)
(قُُلْ لا أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعاً وَلا ضَرّاً
إِلَّا مَا شَاءَ اللَّهُ وَلَوْ كُنْتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ لَاسْتَكْثَرْتُ مِنَ
الْخَيْرِ وَمَا مَسَّنِيَ السُّوءُ إِنْ أَنَا إِلَّا نَذِيرٌ وَبَشِيرٌ لِقَوْمٍ
يُؤْمِنُونَ﴾(لأعراف:188)
Katakanlah:”Aku tidak berkuasa menarik kemanfa’atan
bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki
Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan
sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain
hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang
beriman”. (QS. 7:188)
Dua ayat di atas jelas sekali menunjukan bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri tidak bisa mendatangkan
kemanfaatan bagi dirinya dan tidak bisa mencegah datangnya mudhorot kepadanya
karena yang menguasai itu semua hanyalah Allah
Tidak sebagaimana perkataan Al-Bushiri
dalam bait-bait syair “Burdah”nya menyeru kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam
يا أكرمَ الخلْقِ ما لِي مَنْ أَلُوْذُ به
سِواكَ عند حلولِ الحادثِ العَمَم
إن لم تكن في مَعَادِي آخذًا
بِيَدِيْ
فضلا وإلا فَقُلْ يا زَلَّةَ القَدَمِ
Wahai makhluk yang paling mulia tidak ada bagiku
tempat untuk bersandar selain engkau tatkala terjadi bencana yang menyeluruh
Jika engkau pada hari akhirat kelak tidak mengambil
tanganku dengan karuniamu, dan (jika tidak demikian) maka katakanlah wahai yang
tergelincir (dalam kebinasaan)
Perkataan ini jelas merupakan kesyirikan kepada
Allah.[11]
Berkata Syaikh Sulaiman, “Sungguh menakjubkan syaitan
menghiasi kekufuran dan kesyirikan ini sehingga nampak pada mereka merupakan
bentuk cinta kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, pengagungan kepadanya
dan meneladaninya. Demikanlah pekerjaan syaitan yang terlaknat, dia pasti
mencampurkan kebatilan dengan kebenaran agar bisa laris kekufuran dan
kesyirikan tersebut…”[12]
Bahkan bait-bait ini tidak boleh dibaca sembarangan,
namun harus memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu seperti, harus
berwudlu[13], menghadap kiblat, dan yang membacanya harus mengerti apa isi
bait-bait tersebut. Tidak diragukan lagi bahwa ini adalah buat-buatanya
orang-orang sufi yang ingin agar mereka saja yang bisa membaca bait-bait
tersebut dengan benar. Apalagi telah nampak sebuah kelompok khusus yang dikenal
sebagai pembaca burdah, sehingga sering dipanggil untuk membaca bait-bait
burdah ini pada acara-acara selamatan, syukuran, ataupun acara kematian[14]
Berkata Syaikh Abdurrahman bin Hasan, “Al-Bushiri
mengagungkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan perkara-perkara yang
membuatnya marah dan sedih. Kemarahan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
memuncak hanya karena perkara yang dibawah (lebih ringan) dari apa yang
dikatakan oleh Al-Bushiri sebagaimana diketahui orang-orang yang berilmu…”[15]
Imam As-Syaukani berkata, “Lihatlah bagiamana ia
(Al-Bushiri) menafikan semua tempat berlindung kecuali hamba Allah dan
Rasul-Nya dan melupakan Tuhannya sendiri dan Tuhannya Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam, inna lillahi wa inna ilaihi raji’un”[16]
Berkata Syaikh Utsaimin, “Sikap berlebih-lebihan
kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengantarkan kepada pemyembahan Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana kenyataan yang terjadi sekarang. Ada
orang yang berdoa meminta kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di Madinah
di sisi kuburan beliau dengan berkata, “Wahai Rasulullah, tolonglah kami, Wahai
Rasulullah pertolonganmu, Siramilah kami dengan hujan, wahai Rasulullah negeri
kami kering, musim kemarau…” dan demikianlah doa-doa mereka. Bahkan aku melihat
dengan mata kepalaku sendiri seseorang berdoa kepada Allah dibawah mizab
ka’bah[17] dengan membelakangi ka’bah dan menghadap ke Madinah karena menurut
dia menghadap kuburan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih mulia dan lebih
afdhol dibanding menghadap kiblat. Na’udzubillah.
Sebagian mereka berkata, “Ka’bah lebih afdhol daripada
hujroh[18], namun jika Nabi berada dalam hujroh tersebut maka demi Allah ka’bah
sama sekali tidak lebih afdhol daripada hujroh, tidak cuma ka’bah bahkan ‘Arsy
dan para malaikat yang mengangkat ‘Arsy, tidak juga surga”. Ini merupakan sikap
berlebih-lebihan yang tidak diridhoi oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bagi kita dan juga bagi dirinya. Yang benar memang jasad Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam lebih afdhol, adapun perkataan hujroh lebih afdhol daripada ka’bah,
Arsy, dan surga karena Rasulullah ÷ berada di dalamnya adalah kesalahan yang
sangat besar. Semoga Allah menyelamatkan kita dari hal ini” Al-Qoul Mufid 1/372
Firanda Andirja
http://www.firanda.com
http://www.firanda.com
Catatan
Kaki:
[1] HR Muslim 312
[2] HR Muslim 311, Ahmad
(6/402)
[3] HR Al-Bukhari no 382,
Muslim 262
[4] Al-Minhaj 4/453, Perkataan
Aisyah ini menunjukan bahwa beliau tatkala itu tidak tidur pulas, karena jika
tidurnya pulas maka ia tidak akan bisa merasakan apa-apa sama saja jika ada
lampu di rumah atau tidak ada lampunya (lihat Umdatul Qori 4/114)
[5] Yaitu tinggal bersama
suaminya setelah sebelumnya masih bersama walinya. Karena terkadang terjadi
pernikahan namun sang istri belum langsung tinggal bersama sang suami,
sebagaimana pernikahan Aisyah dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
[6] Yaitu perawi hadits yang
meriwayatkan dari Ar-Rubayyi’ binti Mu’awwidz
[7] HR Al-Bukhari no 4001, 5147
[8] HR Abu Dawud 4/173,
dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Misykat Al-Masobiih no 5931
[9] Al-Qoul Mufid 1/69
[10] Taisir Al-‘Azizil Hamid
hal 215
[11] Jika mereka yang
melantunkan perkataan Bushiri ini berkata, “Maksud dari perkataan Bushiri “Wahai
makhluk yang paling mulia tidak ada bagiku tempat untuk bersandar selain engkau
tatkala terjadi bencana yang menyeluruh” adalah ia meminta syafaat Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Allah, maka kita katakan, “Perkataan
Bushiri “Jika engkau pada hari akhirat kelak tidak mengambil tanganku dengan
karuniamu, dan (jika tidak demikian) maka katakanlah wahai yang tergelincir
(dalam kebinasaan)” menunjukan bahwa ia meminta langsung kepada Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam karunia Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam??
Padahal syafaat adalah semata-mata karunia Allah yang Allah idzinkan kepada
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan semata-mata milik Allah. Dan meminta
syafaat merupakan doa, dan doa adalah ibadah yang sangat agung yang hanya
diserahkan kepada Allah. Oleh karena itu semestinya meminta syafaat hanyalah
kepada Dzat Yang menguasai seluruh syafaat, yang tidak ada syafaat kecuali
dengan idzinNya” Maka perkataan Bushiri ini tidak bisa dipungkiri merupakan
kesyirikan yang sangat jelas. (Taisir Al-‘Azizil Hamid hal 183)
[12] Taisir Al-‘Azizil Hamid
hal 263
[13] Prof DR Syaikh Abdurrozaq
menjelasakan bahwa yang sangat menyedihkan banyak sekali kaum muslimin yang
mengapalkan bait-bait ini, hingga anak-anakpun ikut menghapalkannya.
Barangsiapa yang membaca bait-bait ini dengan syarat harus diatas wudhu, maka
tatkala ia berwudhu ia telah terlepas dari hadats kecil, kemudian tatkala ia
melantunkan bait-bait burdah karya Al-Bushiri ini maka ia telah kembali
berhadats, bukan sekedar hadats kecil, bahkan hadats yang terbesar yaitu
kesyirikan dan kekufuran yang terkandung dalam bait-bait tersebut.
[14] Lihat muqoddimah diwan
Al-Bushiri
[15] Ad-Duror As-Sunniah 9/80
dan lihat 9/49,84,193.
[16] Ad-Dur An-Nadid hal 26
[17] Mizab yaitu tempat aliran
air yang berada di atas ka’bah
[18] Hujoh yaitu tempat Nabi ÷
dikuburkan
Tidak ada komentar :
Posting Komentar