Abu Hasan

مجموعة الاسلامية على نهج سلف الأمة

Kamis, 28 Maret 2019

Sholawat Burdah dalam timbangan


SHOLAWAT BURDAH DALAM TIMBANGAN


HADITS 3.779
حدثنا علي حدثنا بشر بن المفضل حدثنا خالد بن ذكوان عن الربيع بنت معوذ قالت دخل علي النبي صلى الله عليه وسلم غداة بني علي فجلس على فراشي كمجلسك مني وجويريات يضربن بالدف يندبن من قتل من آبائهن يوم بدر حتى قالت جارية وفينا نبي يعلم ما في غد فقال النبي صلى الله عليه وسلم لا تقولي هكذا وقولي ما كنت تقولين


Rabi’ binti Muawwidz berkata: “Nabi datang saat pernikahanku di pagi hari, beliau duduk di tempatku seperti dudukmu di dekatku. Wanita-wanita kecil menabuh terbang, mereka memuji bapak-bapak mereka yang gugur saat perang Badar. Sampai ada wanita yang berkata: “Ada Nabi di antara kita yang mengetahui apa yang terjadi esok”. Nabi bersabda: “Jangan kamu katakan seperti itu. Katakanlah seperti engkau telah ucapkan” (HR Al-Bukhari)

 



عن ابن عباس سمع عمر رضي الله عنه يقول على المنبر سمعت النبي  صلى الله عليه وسلم  يقول لا تطروني كما أطرت النصارى بن مريم فإنما أنا عبده فقولوا عبد الله ورسوله
Dari Ibnu Abbas, dia mendengat Umar berkata di atas mimbar, “Saya mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kalian terlalu berlebih-lebihan kepadaku sebagaimana orang-orang Nasrani telah berlebih-lebihan kepada Isa bin Maryam, sesunggunhya aku hanyalah seorang hamba Allah maka katakanlah hamba Allah dan RasulNya” HR Al-Bukhari no 3445, 6830
Perkataan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam “Sesungguhnya aku hanyalah seorang hamba Allah” menunjukan bahwa beliau hanyalah manusia biasa, demikian juga para nabi yang lain. Oleh karena itu para nabi makan, minum, beristri, memiliki keturunan, mereka juga ditimpa dengan penyakit, mereka meninggal, bahkan ada di antara mereka yang dibunuh.
·         Dalil-dalil yang menunjukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah seorang manusia sangat banyak, di antaranya:

لْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ﴾ (الكهف: من الآية110)

Katakanlah:”Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku…” (QS 18:110).

(قُلْ سُبْحَانَ رَبِّي هَلْ كُنْتُ إِلَّا بَشَراً رَسُولاً﴾ (الاسراء:93)

Katakanlah:”Maha suci Rabbku, bukankah aku ini hanya seorang manusia yang menjadi rasul” (QS. 17:93).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengetahui ilmu goib (kecuali sebagian ilmu goib yang Allah kabarkan kepadanya), diantara dalil-dalil akan hal ini:

قُلْ لا يَعْلَمُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ الْغَيْبَ إِلا اللَّهُ وَمَا يَشْعُرُونَ أَيَّانَ يُبْعَثُونَ

Katakanlah:”Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah”, dan mereka tidak mengetahui bila mereka akan dibangkitkan. (QS. 27:65)

(إِنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ عِلْمُ السَّاعَةِ وَيُنَزِّلُ الْغَيْثَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْأَرْحَامِ وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَاذَا تَكْسِبُ غَداً وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ﴾ (لقمان:34)

“Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”. (QS. 31:34)
Oleh karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengetahui apa yang akan terjadi di masa datang maka beliaupun ditimpa dengan kemudhorotan. Di antaranya beliau memakan kambing yang merupakan hadiah dari seorang wanita yahudi yang diberi racun.

Hadits ini jelas menunjukan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sama sekali tidak mengetahui apa yang akan terjadi di masa depan, jangankan besok hari bahkan satu detik di masa depan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak tahu apa yang akan terjadi. Kalau Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tahu mestinya dia tidak akan memasukkan secuil dagingpun dalam mulut beliau, apalagi sampai membiarkan sebagian para sahabatnya meninggal karena memakan kambing beracun tersebut.
Contoh yang lain adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terluka tatkala perang Uhud.

عن سهل قال لما كسرت بيضة النبي  صلى الله عليه وسلم  على رأسه وأدمي وجهه وكسرت رباعيته وكان علي يختلف بالماء في المجن وكانت فاطمة تغسله فلما رأت الدم يزيد على الماء كثرة عمدت إلى حصير فأحرقتها وألصقتها على جرحه فرقأ الدم

Dari Sahl –semoga Allah meridhainya-, ia berkata, “Tatkala pecah pelindung kepala Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan wajah beliau berdarah dan pecah gigi seri beliau Ali bolak-balik mengambil air dengan menggunakan perisai (sebagai wadah air) dan Fatimah mencuci darah yang ada di wajah beliau. Tatkala Fatimah melihat darah semakin banyak lebih daripada airnya maka Fatimahpun mengambil hasir (yaitu tikar yang terbuat dari daun) lalu diapun merobeknya dan menempelkan robekan tersebut pada luka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam maka berhentilah aliran darar” HR Al-Bukhari no 2903
Kalau memang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengetahui ilmu goib tentunya ia tidak akan terluka demikian parahnya apalagi sampai banyak dari para sahabat yang terbunuh tatkala perang Uhud, karena kalau ia tahu ilmu goib maka ia akan mengetahui siasat apa yang digunakan oleh orang-orang musyrik tatkala perang.
Contoh yang lain tatkala Aisyah kehilangan kalungnya tatkala itu ia sedang dalam perjalanan di malam hari bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya (termasuk ayahnya Abu Bakar As-Siddiq). Mereka saat itu tidak memiliki air yang cukup untuk berwudlu kemudian perjalanan terhenti (atas perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam) demi untuk mencari kalung Aisyah yang hilang tersebut. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus sebagian para sahabatnya untuk mencari kalung tersebut. Orang-orang mendatangi Abu Bakar mengeluh atas apa yang terjadi gara-gara Aisyah. Abu Bakarpun mencela Aisyah. Hingga tatkala subuh hari dan tiba waktu sholat mereka mencari air untuk berwudlu namun mereka tidak mendapatkan air maka turunlah ayat tentang bolehnya tayammum. Lihat kisah selengkapnya dalam HR Al-Bukhari no 334
Renungkanlah…jangankan apa yang akan terjadi di masa depan, bahkan apa yang terjadi di masa yang di alami Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau juga tidak tahu. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak tahu dimana kalung Aisyah yang hilang, bahkan beliau memerintahkan para sahabat untuk mencari kalung tersebut. Kalau beliau mengetahui dimana letak barang hilang (sebagaimana pengakuan sebagian orang-orang yang mengaku-ngaku diri mereka adalah wali) tentunya beliau tidak perlu repot-repot semalaman mencari kalung hilang tersebut.
Contoh yang lain, kisah tentang tuduhan terhadap Aisyah bahwa ia telah berbuat serong bersama Sofwan bin Al-Mu’aththil As-Sulami. Kemudian tersebar berita ini di kota Madinah dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun tidak mengetahui hakekat kejadian yang sebenarnya. Beliaupun tidak meminta kepada jin untuk mencari berita. Hingga akhirnya Allah yang memberitahu beliau bahwa berita tersebut tidak benar. Lihat kisah selengkapnya dalam HR Al-Bukhari no 4141
Tidak sebagaimana kumpulan syair (yang bernama Burdah) yang dibuat oleh Al-Bushiri yang terlalu belebih-lebihan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sehingga akhirnya malah terjatuh dalam kesyirikan. Al-Bushiri berkata dalam syairnya menyeru kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

فإن من جودك الدنيا وضرَّتَها             ومن علومك علمَ اللوح والقلم

Sesungguhnya diantara kedermawananmu adalah dunia dan akhirat dan diantara ilmumu adalah ilmu lauhil mahfuz dan yang telah dicatat oleh pena (yang mencatat di lauhil mahfuz apa yang akan terjadi hingga hari kiamat)
Hal ini jelas merupakan kesyirikan dan menyamakan kedudukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan Allah. Karena hanya Allahlah yang mengetahui ilmu lauhil mahfuz, pengucap syair ini telah mengangkat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hingga pada derajat ketuhanan dan ini merupakan kekufuran yang nyata.
Berkata Syaikh Utsaimin, “Ibnu Rojab berkata, “Sesungguhnya penyair ini tidak meninggalkan sesuatupun milik Allah, jika dunia dan seisinya serta akhirat adalah merupakan bagian dari kedermawanan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas mana bagian Allah?”. Kita bersaksi bahwa orang yang mengucapkan perkataan ini ia tidak bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba Allah, bahkan ia bersaksi bahwa Muhammad lebih tinggi dari Allah, bagaimana ia bisa sampai berlebih-lebihan begini??. Sikap berlebih-lebihan ini lebih parah dari apa yang dilakukan oleh Kaum Nashrani yang mengatakan bahwa Isa adalah anak Allah dan Allah adalah salah satu dari Tuhan yang tiga”[9]

·    Nabi tidak bisa memberikan kemanfaatan bagi dirinya sendiri dan tidak bisa mencegah kemudhorotan dari dirinya sendiri
Allah berfirman:

(قُلْ لا أَمْلِكُ لِنَفْسِي ضَرّاً وَلا نَفْعاً إِلَّا مَا شَاءَ اللَّهُ﴾ (يونس:49)

Katakanlah:”Aku tidak berkuasa mendatangkan kemudharatan dan tidak (pula) kemanfaatan kepada diriku, melainkan apa yang dikehendaki Allah” (QS. 10:49)


(قُُلْ لا أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعاً وَلا ضَرّاً إِلَّا مَا شَاءَ اللَّهُ وَلَوْ كُنْتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ لَاسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ وَمَا مَسَّنِيَ السُّوءُ إِنْ أَنَا إِلَّا نَذِيرٌ وَبَشِيرٌ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ﴾(لأعراف:188)

Katakanlah:”Aku tidak berkuasa menarik kemanfa’atan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman”. (QS. 7:188)
Dua ayat di atas jelas sekali menunjukan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri tidak bisa mendatangkan kemanfaatan bagi dirinya dan tidak bisa mencegah datangnya mudhorot kepadanya karena yang menguasai itu semua hanyalah Allah
Tidak sebagaimana perkataan Al-Bushiri dalam bait-bait syair “Burdah”nya menyeru kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam

يا أكرمَ الخلْقِ ما لِي مَنْ أَلُوْذُ به         سِواكَ عند حلولِ الحادثِ العَمَم

إن لم تكن في مَعَادِي آخذًا بِيَدِيْ             فضلا وإلا فَقُلْ يا زَلَّةَ القَدَمِ

Wahai makhluk yang paling mulia tidak ada bagiku tempat untuk bersandar selain engkau tatkala terjadi bencana yang menyeluruh
Jika engkau pada hari akhirat kelak tidak mengambil tanganku dengan karuniamu, dan (jika tidak demikian) maka katakanlah wahai yang tergelincir (dalam kebinasaan)
Perkataan ini jelas merupakan kesyirikan kepada Allah.[11]
Berkata Syaikh Sulaiman, “Sungguh menakjubkan syaitan menghiasi kekufuran dan kesyirikan ini sehingga nampak pada mereka merupakan bentuk cinta kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, pengagungan kepadanya dan meneladaninya. Demikanlah pekerjaan syaitan yang terlaknat, dia pasti mencampurkan kebatilan dengan kebenaran agar bisa laris kekufuran dan kesyirikan tersebut…”[12]
Bahkan bait-bait ini tidak boleh dibaca sembarangan, namun harus memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu seperti, harus berwudlu[13], menghadap kiblat, dan yang membacanya harus mengerti apa isi bait-bait tersebut. Tidak diragukan lagi bahwa ini adalah buat-buatanya orang-orang sufi yang ingin agar mereka saja yang bisa membaca bait-bait tersebut dengan benar. Apalagi telah nampak sebuah kelompok khusus yang dikenal sebagai pembaca burdah, sehingga sering dipanggil untuk membaca bait-bait burdah ini pada acara-acara selamatan, syukuran, ataupun acara kematian[14]
Berkata Syaikh Abdurrahman bin Hasan, “Al-Bushiri mengagungkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan perkara-perkara yang membuatnya marah dan sedih. Kemarahan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memuncak hanya karena perkara yang dibawah (lebih ringan) dari apa yang dikatakan oleh Al-Bushiri sebagaimana diketahui orang-orang yang berilmu…”[15]
Imam As-Syaukani berkata, “Lihatlah bagiamana ia (Al-Bushiri) menafikan semua tempat berlindung kecuali hamba Allah dan Rasul-Nya dan melupakan Tuhannya sendiri dan Tuhannya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, inna lillahi wa inna ilaihi raji’un”[16]
Berkata Syaikh Utsaimin, “Sikap berlebih-lebihan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengantarkan kepada pemyembahan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana kenyataan yang terjadi sekarang. Ada orang yang berdoa meminta kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di Madinah di sisi kuburan beliau dengan berkata, “Wahai Rasulullah, tolonglah kami, Wahai Rasulullah pertolonganmu, Siramilah kami dengan hujan, wahai Rasulullah negeri kami kering, musim kemarau…” dan demikianlah doa-doa mereka. Bahkan aku melihat dengan mata kepalaku sendiri seseorang berdoa kepada Allah dibawah mizab ka’bah[17] dengan membelakangi ka’bah dan menghadap ke Madinah karena menurut dia menghadap kuburan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih mulia dan lebih afdhol dibanding menghadap kiblat. Na’udzubillah.
Sebagian mereka berkata, “Ka’bah lebih afdhol daripada hujroh[18], namun jika Nabi berada dalam hujroh tersebut maka demi Allah ka’bah sama sekali tidak lebih afdhol daripada hujroh, tidak cuma ka’bah bahkan ‘Arsy dan para malaikat yang mengangkat ‘Arsy, tidak juga surga”. Ini merupakan sikap berlebih-lebihan yang tidak diridhoi oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bagi kita dan juga bagi dirinya. Yang benar memang jasad Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih afdhol, adapun perkataan hujroh lebih afdhol daripada ka’bah, Arsy, dan surga karena Rasulullah ÷ berada di dalamnya adalah kesalahan yang sangat besar. Semoga Allah menyelamatkan kita dari hal ini” Al-Qoul Mufid 1/372
Firanda Andirja
http://www.firanda.com

Catatan Kaki:
[1] HR Muslim 312
[2] HR Muslim 311, Ahmad (6/402)
[3] HR Al-Bukhari no 382, Muslim 262
[4] Al-Minhaj 4/453, Perkataan Aisyah ini menunjukan bahwa beliau tatkala itu tidak tidur pulas, karena jika tidurnya pulas maka ia tidak akan bisa merasakan apa-apa sama saja jika ada lampu di rumah atau tidak ada lampunya (lihat Umdatul Qori 4/114)
[5] Yaitu tinggal bersama suaminya setelah sebelumnya masih bersama walinya. Karena terkadang terjadi pernikahan namun sang istri belum langsung tinggal bersama sang suami, sebagaimana pernikahan Aisyah dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
[6] Yaitu perawi hadits yang meriwayatkan dari Ar-Rubayyi’ binti Mu’awwidz
[7] HR Al-Bukhari no 4001, 5147
[8] HR Abu Dawud 4/173, dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Misykat Al-Masobiih no 5931
[9] Al-Qoul Mufid 1/69
[10] Taisir Al-‘Azizil Hamid hal 215
[11] Jika mereka yang melantunkan perkataan Bushiri ini berkata, “Maksud dari perkataan Bushiri “Wahai makhluk yang paling mulia tidak ada bagiku tempat untuk bersandar selain engkau tatkala terjadi bencana yang menyeluruh” adalah ia meminta syafaat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Allah, maka kita katakan, “Perkataan Bushiri “Jika engkau pada hari akhirat kelak tidak mengambil tanganku dengan karuniamu, dan (jika tidak demikian) maka katakanlah wahai yang tergelincir (dalam kebinasaan)”  menunjukan bahwa ia meminta langsung kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam karunia Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam?? Padahal syafaat adalah semata-mata karunia Allah yang Allah idzinkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan semata-mata milik Allah. Dan meminta syafaat merupakan doa, dan doa adalah ibadah yang sangat agung yang hanya diserahkan kepada Allah. Oleh karena itu semestinya meminta syafaat hanyalah kepada Dzat Yang menguasai seluruh syafaat, yang tidak ada syafaat kecuali dengan idzinNya” Maka perkataan Bushiri ini tidak bisa dipungkiri merupakan kesyirikan yang sangat jelas. (Taisir Al-‘Azizil Hamid hal 183)
[12] Taisir Al-‘Azizil Hamid hal 263
[13] Prof DR Syaikh Abdurrozaq menjelasakan bahwa yang sangat menyedihkan banyak sekali kaum muslimin yang mengapalkan bait-bait ini, hingga anak-anakpun ikut menghapalkannya. Barangsiapa yang membaca bait-bait ini dengan syarat harus diatas wudhu, maka tatkala ia berwudhu ia telah terlepas dari hadats kecil, kemudian tatkala ia melantunkan bait-bait burdah karya Al-Bushiri ini maka ia telah kembali berhadats, bukan sekedar hadats kecil, bahkan hadats yang terbesar yaitu kesyirikan dan kekufuran yang terkandung dalam bait-bait tersebut.
[14] Lihat muqoddimah diwan Al-Bushiri
[15] Ad-Duror As-Sunniah 9/80 dan lihat 9/49,84,193.
[16] Ad-Dur An-Nadid hal 26
[17] Mizab yaitu tempat aliran air yang berada di atas ka’bah
[18] Hujoh yaitu tempat Nabi ÷ dikuburkan


Tidak ada komentar :

Posting Komentar