GHULUW
*GHULUW*
◼Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda :
…وَإِيَّاكُمْ وَالْغُلُوَّ فِيْ
الدِّيْنِ، فَإِنَّمَـا هَلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ بِالْغُلُوِّ فِيْ الدِّيْنِ
‘… Dan jauhilah oleh kalian sikap ghuluw (berlebihan) dalam
agama, karena sesungguhnya orang-orang sebelum kalian telah binasa karena sikap
ghuluw (berlebihan) dalam agama.’” (Riwayat Ahmad: I/215, 347)
◼Sikap ghuluw, ekstrim, berlebihan
bukanlah suatu sikap yang terpuji, terlebih jika sikap tersebut berkaitan
dengan perkara agama ini. Ghuluw adalah sikap berlebih-lebihan dalam suatu
perkara, yakni sikap yang melampaui batas- batas syariat. Seperti tindakan
memberat-beratkan diri dalam menjalankan syi’ar-syi’ar agama, dan sebagainya.
◼ Dahulu di zaman rosulullah ada orang
yang hendak berbuat ghuluw (:berlebihan) dalam agama. Adapun orang pertama
ingin puasa terus tidak berbuka, orang kedua ingin sholat malam terus tidak
akan tidur. Orang ketika akan beribadah dan tidak akan menikah. Maka ketiga
orang yang ghuluw inipun ditegur rosulullah.
◼ Kaum Nuh yang pertama kali ghuluw kepada orang sholih mereka. Hingga tokoh² mereka meninggal dunia, mereka membuatkan patung² mereka agar mereka selalu mengenang kebaikannya; Wadd, Suwa', Yaghuts, Ya'uq, Yasr, Nasr. Wadd menjadi berhala milik Kalb di Daumah al-Jandal. Suwa’ milik Hudzail, Yaghûts milik Murad kemudian Bani Ghuthaif di al-Juruf di negeri Saba’. Ya’uq milik Hamdan, Nasr milik Himyar alu Dzil Kala’, mereka (sebenarnya) adalah nama orang-orang shalih dari kaum Nabi Nûh. Tatkala mereka meninggal, setan membisikkan kepada kaum mereka, agar mereka menyembahnya. Lama- lama setan membisikkan agar patung² tersebut disembah.
BEBERAPA ISTILAH GHULUW
Ada beberapa ungkapan lain yang digunakan oleh syariat selain
ghuluw ini, di antaranya:
1. Tanaththu’ (Sikap Ekstrem).
`Abdullah bin Mas’ûd Radhiyallahu anhu meriwayatkan dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam , beliau bersabda:
`Abdullah bin Mas’ûd Radhiyallahu anhu meriwayatkan dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam , beliau bersabda:
هَلَكَ المُتَنَطِّعُوْنَ
“Celakalah orang-orang yang ekstrim!” Beliau mengucapkannya tiga
kali.”[3]
2. Tasyaddud (Memberat-Beratkan Diri).
Anas bin Malik Radhiyallahu anhu meriwayatkan, Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ تُشَدِّدُوْا عَلَى أَنْفُسِكُمْ فَيُشَدِّدُ اللهُ عَلَيْكُمْ
فَإِنَّ قَوْمًا شَدَّدُوْا عَلَى أَنْفُسِهِمْ فَشَدَّدَ اللهُ عَلَيْهِمْ
فَتِلْكَ بَقَايَاُهْم فِي الصَّوَامِعِ وَالدِّيَارِ وَرَهْبَانِيَّةً
ابْتَدَعُوْهَا مَا كَتَبْنَاهَا عَلَيْهِمْ
“Janganlah kamu memberat-beratkan dirimu sendiri, sehingga Allah
Azza wa Jalla akan memberatkan dirimu. Sesungguhnya suatu kaum telah
memberatkan diri mereka, lalu Allah Azza wa Jalla memberatkan mereka. Sisa-sisa
mereka masih dapat kamu saksikan dalam biara-biara dan rumah-rumah peribadatan,
mereka mengada-adakan rahbaniyyah (ketuhanan /kerahiban) padahal Kami tidak mewajibkannya atas mereka.”[4]
Dalam hadits lain pula Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallambersabda:
إِنَّ الدِّيْنَ يُسْرٌ، وَلَنْ يُشَادَّ الدِّيْنَ إِلاَّ
غَلَبَهُ
“Sesungguhnya agama ini mudah. Dan tiada seseorang yang mencoba
mempersulit diri dalam agama ini melainkan ia pasti kalah (gagal).”[5]
3. I’tidâ’ (Melampaui Ketentuan Syariat).
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَقَاتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَكُمْ وَلَا
تَعْتَدُوا ۚ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ
“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu,
(tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang melampaui batas.” [al-Baqarah/2:190].
Dalam ayat lain Allah Azza wa Jalla telah berfirman:
تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلَا تَقْرَبُوهَا
“Itulah batasan-batasan hukum Allah, maka janganlah kalian
melampauinya.” [al-Baqarah/2:187]
4. Takalluf (Memaksa-Maksa Diri).
Allah Azza wa Jalla berfirman:
Allah Azza wa Jalla berfirman:
قُلْ مَا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ
مِنْ أَجْرٍ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُتَكَلِّفِينَ
“Katakanlah (hai Muhammad): “Aku tidak meminta upah sedikitpun
padamu atas da’wahku dan bukanlah aku termasuk orang-orang yang
mengada-adakan.” [Shâd/38:86]
Diriwayatkan dari Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu anhu ia
berkata, “Kami dilarang bersikap takalluf (memaksa-maksa diri).”[6]
Berikut ini contoh bentuk² ghuluw dalam beragama;
◼Ghuluw dalam hal *bacaan AlQuran*
membacanya dengan takalluf (:membebani diri). Karena dipaksakan hingga ludahnya
keluar, mulutnya monyong, bibirnya mencor justru merusak bacaan. Was- was dalam bacaan Alquran, difasih- fasihkan secara
berlebihan hingga monyong- monyong dan ludahnya sampai berhambur.
◼Ghuluw dalam *meng-imami manusia*
. Yaitu memimpin sholat berjama'ah dengan berlama- lama hingga makmumnya tidak
menyukai nya.
◼Ghuluw dalam *Amar ma'ruf nahi
munkar* . Berlebihan dalam menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran.
Misalnya mengobrak- abrik warung makan yang buka di siang bulan Ramadan.
Memaksa para wanita untuk bercadar, jika tidak maka dipukuli.
◼Ghuluw dalam *berimamah jama'ah*
. Mewajibkan anggotanya berbaiat atas nama organisasinya tersebut, bersumpah
setia, tidak boleh menikah kecuali harus sesama 'kelompok jama'ahnya'. Dan jika
keluar dari 'kelompok'nya maka dianggap murtad.
◼Ghuluw dalam *berpakaian* yang
"nyunnah" . Misalnya anaknya yang masih balita di"cadari".
Padahal berjilbab saja anak sekecil itu belum wajib. Hingga kain roknya yang
kepanjangan masuk terlilit rantai geruji sepeda motor. Atau kalau laki- laki
karena takut isbal, celananya terlalu pendek. Jadinya sulit dibedakan apakah
mau sholat apa mau main bola.
◼Ghuluw kepada *orang² sholih* .
Sampai para santrinya berebut salaman cium tangannya, rebutan bekas minumnya.
Seperti yang biasa dilakukan oleh kekompok sesat sufi. Setiap dzikir dia harus
sebut nama "syaikh" nya, dia agungkan kuburannya, dia pajang foto nya
di warung dan rumahnya, dia i'tikaf di kuburnya, dia ngalap berkah dan tawassul
kepadanya. Dan seterusnya.
Bentuk ghuluw tersebut ialah bahwa
dalam jama’ah mereka tidaklah boleh menyelisihi perintah sang guru alias mursyid. Perintah guru sama sekali
tidak boleh dipertanyakan. Bimbingan syaikh mereka mutlak
harus ditaati tanpa alas an. Semua bimbingannya harus bahkan wajib untuk dilaksanakan, hatta jika perintah tersebut tidak mungkin dibenarkan oleh
akal dan bertentangan dengan fithrah manusia.
Asy-Sya’rani—seorang tokoh pembesar shufi—berkata, ”Siapa pun
tidak dibenarkan untuk mengecam perintah guru”. Ketaatan mereka terhadap
pimpinannya seperti seorang mayat yang dimandikan. Harus menurut dan taat
secara mutlak.
Bentuk ghuluw mereka terhadap orang shalih di antara mereka yang
lainnya ialah mereka menyetarakan wali-wali mereka dengan nabi. Bahkan sebagian
mereka mengutamakan wali di atas nabi. Lisanuddin Al-Khathib berkata, ”Kewalian
ialah Allah memberikan lebih banyak hal kepada orang yang tiba di haribaan
kesucian-Nya dari pada yang Ia berikan kepada nabi [46].”
Dinukil dari Abu Yazid Al-Bushthami bahwa ia berkata,
“Demi Allah, sesungguhnya panjiku lebih agung dari pada panji
Muhammad. Panjiku berasal dari cahaya di mana di bawahnya terdapat jin dan
manusia yang seluruhnya adalah para nabi.”
Perhatikanlah kesombongan dan kebodohan dari pernyataan ini! Dan masih banyak lagi bentuk ghuluw mereka terhadap orang-orang shalih di antara mereka. Dan itu semua dapat ditemui dalam riwayat-riwayat yang masyhur di antara mereka. Dalam hal ini mereka jelas telah menyelisihi ‘aqidah yang benar, ‘aqidah yang dipegang oleh para sahabat.
Perhatikanlah kesombongan dan kebodohan dari pernyataan ini! Dan masih banyak lagi bentuk ghuluw mereka terhadap orang-orang shalih di antara mereka. Dan itu semua dapat ditemui dalam riwayat-riwayat yang masyhur di antara mereka. Dalam hal ini mereka jelas telah menyelisihi ‘aqidah yang benar, ‘aqidah yang dipegang oleh para sahabat.
Ada pun bentuk ghuluw mereka kepada orang-orang shalih di antara
mereka, setelah shalihin tersebut wafat ialah dengan melakukan tabaruk
dikuburannya, melakukan thawaf di sekeliling keburan mereka, dan lain
sebagainya. Ketika berdzikir pun, mereka mewajibkan untuk menghadirkan sosok
gurunya , hal ini agar menjadi washilah tersampainya hajat mereka.
Di antaranya lagi bahwa mereka mengkhususkan waktu tertentu untuk menziarahi kuburan seorang wali, walau pun harus ditempuh dengan susah payah. Lalu mereka berdo’a kepada penghuni kubur, mereka melakukan istisqa`, istighasah, isti’anah, dan lain sebagainya yang itu semua mamnu’ syar’an jika ditujukan kepada selain Allah, dan itu merupakan bentuk kesyirikan yang nyata.
Di antaranya lagi bahwa mereka mengkhususkan waktu tertentu untuk menziarahi kuburan seorang wali, walau pun harus ditempuh dengan susah payah. Lalu mereka berdo’a kepada penghuni kubur, mereka melakukan istisqa`, istighasah, isti’anah, dan lain sebagainya yang itu semua mamnu’ syar’an jika ditujukan kepada selain Allah, dan itu merupakan bentuk kesyirikan yang nyata.
◼Ghuluw dalam *berdzikir* . Sebagaimana berjamaah dengan suara
koor. Misalnya dengan dipadu gerakan tamayul, berdzikir sambil goyang- goyang,
atau dzikir sambil berputar- putar, menari- nari, sebagaimana yang dilakukan
oleh para tarikat sufi. Atau juga apa yang dilakukan oleh pengikut tarikat sufi
yang mewajibkan pengikutnya berdzikir dalam semalam sekian ribu kali, setelah
sholat sekian juta dan seterusnya. Seperti yang ada pada setiap thariqat shufiyah. Mereka memiliki dzikir-dzikir
tersendiri dengan kaifiyat tertentu yang tidak memiliki dasar sama sekali dari
sunnah yang suci. Bahkan mereka pun berlebih-lebihan dalam hal ini. Sebagian thariqat mereka
mewajibkan berdzikir seribu kali dalam sehari semalam, bahkan ada yang lebih
dari itu. Permasalahannya bukan hanya karena jumlah dzikir tersebut saja, namun
ialah pewajiban yang mereka lakukan dengan jumlah yang demikian itu. Ketentuan
seperti ini tidaklah berdasar sama sekali.
◼Ghuluw dalam *zuhud* terhadap
dunia. Hingga ekstrim dalam keluarga. Tidak mau makan enak, makan sangat sederhana
sekali, padahal mampu saja dia beli. Sehingga akibatnya anak istrinya kurus-
kurus penyakitan. Karena ghuluw dalam zuhud pakaiannya compang- camping, tidak
mau bekerja.keras menggapai kesejahteraan dengan dalih zuhud terhadap dunia.
Antara zuhud dan malas tak mampu dia bedakan. Padahal bagaimana nabi.Sulaiman
yang begitu kaya, nabi Musa yang begitu gigih berdakwah adalah contoh manusia
paling zuhud.
◼ Ghuluw dalam *mentahdzir* . Dalam
rangka memperingatkan umat dari seseorang yang dianggap menyimpang. Namun
karena dia bersikap ghuluw maka dia sendiri yang justru terperosok ke dalam
kesalahan ganda. Jadinya ghibah atau fitnah karena menuduh atau menyimpulkan
dengan terburu². Atau karena tergesa- gesa dia acap kali keluar dari sikap
keadilan. Bahkan bisa merusak semangat sebagian masyarakat awam yang belum
mampu mencerna permasalahan ijtihadi dan perkara- perkara yang detail dalam
agama karena dibingungkan dengan tahdzir yang dia dapatkan sementara dia
sendiri belum memahami permasalahan yang sesungguhnya. Karena boro- boro
sebagian masyarakat awam faham khilaful madzhab apalagi jarh watta'dil... laa
wong sholat saja belum tentu rutin... kok sudah dikasih tahdzir to bro..
◼ Ghuluw dalam masalah *sholawat*
kepada nabi. Sehingga dengan lafadh- lafadz yang berlebihan hingga menyetarakan
nabi setara dengan kedudukan Tuhan. Model² shalawat yang ghuluw itu seperti
sholawat nariyah, shalawat² di kitab BARZANJI dan pada syair Burdah.
◼Ghuluw dalam masalah *takfir/
mengkafirkan* . Seperti halnya kelompok khowarij. Keyakinan Khawarij terhadap
para penguasa yang masih muslim hari ini, mereka mengkafirkan para penguasa
karena tidak berhukum dengan syari’at Islam secara menyeluruh dengan dalil
firman Allah ta’ala dalam surat Al-Maidah ayat 44. Mereka tidak peduli apakah
penguasa itu masih sholat, masih membayar zakat, masih ber'umrah, hajji dan
lainnya. Apapun kalau sudah tidak berhukum dengan hukum Allah maka tidak
berguna amalan apapun.
Mereka sangat ekstrim dalam mengkafirkan ini. Bahkan terhadap
suatu masalah yang sebenarnya masih ada di sana ruang tasamuh (toleran) ataupun
khilafiyah tanawu' (perbedaan variatif pendapat). Padahal yang seharusnya :
tidak memberat²kan apa yang seharusnya masih dibolehkan (tidak tasyaddud).
Namun mereka bersifat sangat ekstrim (ghuluw) terhadap hal² yang seharusnya
tidak perlu ekstrim. Seperti pendapat : hormat bendera itu musyrik, bendera
merah putih simbol thogut, bahasa inggris bahasa orang kafir. Haram dipelajari,
upacara hari senin, tasyabbuh, haram jadi PNS karena jadi abdi negara thogut,
mengikuti atau membolehkan anak² lomba 17 agustusan Haram. Dan bentuk² ghuluw
lainnya.
◼Ghuluw dalam *Ilmu Batin* . Sebagaimana di kalangan sufi. Sehingga mereka tafrith (meremehkan) terhadap ilmu sanad hadits, ilmu tafsir, mustolah hadits, fikh dan ushul fiqih, Qowaid dan ilmu lainnya. Mereka katakan semua jenis ilmu tersebut sebagai ilmu zhahir saja. Di sisi mereka ada ilmu yang lebih tinggi,
yaitu ilmu batin, ilmu kassyaf pembuka tabir ghaib, ilmu tasawuf. Saking
ghuluwnya mereka dengan ilmu batin, akhirnya meremehkan ilmu- ilmu syariat
tersebut. Akibatnya begitu fatal : mereka tidak bisa membedakan antara KLENIK
dan RIWAYAT, antara KHUROFAT dan KAROMAT, antara dongengan dusta dengan atsar
yang shohih. Apalagi mengenai wali- wali mereka. Apa saja klenik dan khurofat
yang disandarkan kepada “wali” mereka mereka tanpa reserve meyakininya. Bahkan
jika sekiranya “Wali” mereka dikisahkan bisa terbang ke Makkah dalam sehari 5
kali mereka juga percaya. Namanya juga orang terjungkir akal sehatnya karena
ghuluw dan syubhat sufi.
◼ Ghuluw dalam masalah *muammalah*
. Yaitu dengan bersikap keras dalam mengharamkan segala sesuatu. Dan yang
menjadi lawan sikap keras ini adalah sikap menggampangkan, seperti perkataan
seseorang yang menghalalkan segala cara yang dapat mengembangkan harta dan
ekonomi hingga menghalalkan riba, penipuan, dan selain itu. Contoh lain Ghuluw dalam muamalah yaitu mengharamkan perkara- perkara yang jelas- jelas halal dan melarang seseorang menambah lebih
dari kewajiban-kewajibannya yang harus (dilaksanakan). Seperti Sikap sectarian, vegetarian,
mengharamkan diri tidak makan makanan tertentu padahal halal menurut syariat. Inilah bentuk ghuluw Sufi yang mengatakan bahwa barang
siapa yang menyibukkan diri dengan dunia berarti bukan orang yang menginginkan
akhirat. Keyakinan mereka juga ; ketika engkau terlihat
mencari dunia maka jatuhlah muruahmu (kehormatanmu). Mereka mengatakan juga ‘Engkau tidak boleh membeli sesuatu lebih dari
kebutuhanmu yang sangat mendesak.’
◼ Ghuluw berlebihan di
dalam mu’amalah sehari-hari adalah yang disebutkan oleh Al-Imam Abdurrahman bin
Hasan t yaitu dengan menahan diri dari hal-hal yang mubah secara mutlak.
Seperti orang yang tidak mau makan daging dan roti. Hanya mengenakan pakaian
dari bahan-bahan yang kasar atau tidak ingin menikah. Dia meyakini hal-hal
seperti ini merupakan bentuk zuhud yang terpuji. Padahal orang semacam ini
adalah orang yang jahil dan sesat
◼ Ghuluw terhadap *seseorang* . Sehingga
mereka tuhankan. Seperti kelompok Rafidzah yang ghuluw kepada sahabat Ali bin
Abu Talib. Seperti kaum Rafidhah, mereka bersikap berlebihan terhadap Ali
Radhiyallahu anhu dan Ahlul Bait Radhiyallahu anhum , serta mereka menyatakan
permusuhan terhadap sebagian besar shahabat, khususnya Abu Bakar dan Umar
Radhiyallahu anhuma. Rafidhah (syi’ah) adalah golongan yang sesat dan
menyesatkan. Nasrani ghuluw kepada nabi Isa. Para sufi ghuluw kepada
"wali- wali" mereka. Biar pun "wali" mereka gila pun mereka
tetap agungkan.
◼ Guluw i’tiqadi. Ghuluw dalam i’tiqad ini dilakukan oleh orang
Nasrani terhadap ‘Isa bin Maryam ‘alaihissalam.
Seperti juga ghuluw Syi’ah Rafidhah terhadap ‘Aliradhiallahu
‘anhu atau terhadap
imam yang 12.
◼ Termasuk juga ghuluw Khawarij dalam mengafirkan orang-orang
Islam hanya karena melakukan kemaksiatan-kemaksiatan atau dosa-dosa besar. Ghuluw amali. Yaitu ghuluw yang terkait dengan amalan-amalan,
baik amalan lisan maupun amalan anggota badan yang tidak terkait dengan i’tiqad. Contohnya, melempar
jumrah dengan batu besar, melakukan puasa wishal (puasa terus-menerus), atau
bangun malam untuk shalat semalam suntuk. Dari kedua jenis ghuluw ini, yang paling berbahaya dan besar
adalah ghuluw i’tiqadi. (Bida’il I’tiqad wa Akhtharuha,
hlm. 94)
◼ Ghuluw dalam akidah filsafat. Yaitu mereka menyelami (ilmu tersebut) begitu
dalamnya, sampai setiap
hal mereka skeptic. Terlalu bertele- tele dalam sistematika berfikir, membebani
diri dalam berlogika nalar hingga mereka sendiri akhirnya yang ruwet karena
fikirannya sendiri. Seperti logika ; duluan mana TELUR atau AYAM ? Pikiran
kacau mereka : Tuhan sekarang lagi apa ?. ini benar- benar ghuluw.
◼ Ghuluw di dalam *menetapkan sifat-sifat Allah* Sesungguhnya
Ahlul Kalam bersikap terlalu berlebihan yang pada akhirnya berujung pada
kehancuran. Perbuatan mereka menyebabkan terjatuhnya seorang hamba kepada salah
satu dari dua kesesatan. Yaitu tamtsil (menyamakan Allah l dengan makhluk atau
sebaliknya) dan ta’thil (mengingkari sifat-sifat Allah l). (Al-Qaulul Mufid,
1/394)
◼Ghuluw dalam adat kebiasaan, contohnya engkau
berpegang dengan sebuah adat kebiasaan yang dengannya engkau terhalang untuk
beralih kepada adat baru yang lebih baik dari adat semula, maka hal yang
seperti ini adalah ghuluw yang terlarang.” (al-Qaulul
Mufid, 1/482, secara ringkas)
◼ Ghuluw di dalam
ibadah dengan terlalu bersikap keras. Dengan memandang adanya sedikit saja
kekurangan di dalam ibadah telah divonis sebagai bentuk kekufuran serta keluar
dari ajaran Islam. Sebagaimana ghuluw yang dilakukan oleh kelompok Khawarij dan
Mu’tazilah. Mereka berpendapat, seseorang yang melakukan satu bentuk dosa besar
telah keluar dari Islam. Harta dan darahnya menjadi halal. Mereka membolehkan
untuk memberontak kepada pemerintah muslim. Keyakinan ini pun satu bentuk sikap
ghuluw yang akan mengantarkan kepada gerbang kehancuran. (Al-Qaulul Mufid,
1/394)
◼ Ghuluw dalam mandi janabah. Dia memberatkan dirinya sendiri
sampai dengan berusaha memasukkan air ke dalam telinga
dan lubang hidungnya. Ghuluw dalam
wudhu, berkumur sampai 7 kali. Ghuluw dalam istinjak setelah buang air, sampai
harus berdehem- dehem agar tidak ada kencing yang tertinggal. Atau istinjak
alias cebok sampai dengan satu tong air habis untuk cebok saja. Sekalian istijmar
pakai batu pecah mas…. Biar luka pantat lou… ini namanya ghuluw.
◼ Contoh lain
tentang ghuluw di dalam ibadah. Orang yang sedang jatuh sakit, pada bulan
Ramadhan dia memaksakan diri untuk tetap berpuasa. Padahal Allah l membolehkan
baginya untuk berbuka. Karena dia membutuhkan suplai makanan, minuman, dan
obat.
◼ Menganggap bahwa beribadah seperti
sholat atau berdo’a dihadapan gambar, patung, kuburan orang sholih (kyai,
haba’ib atau yang lainnya) lebih mendatangkan rasa khusu’ dan khudhu’ kepada
Allah. Ini merupakan bentuk ibadah yang bid’ah, munkar dan tidak pernah
dicontohkan oleh Nabi dan para sahabatnya, sekaligus dia telah melanggar
larangan Nabi
◼ Ghuluw dalam hukum takfir.
Selama seorang Muslim itu mengamalkan ijtihad fiqh para ulama, maka ia tidak
boleh dikafirkan. Perbedaan dalam ijtihad
fiqih di
kalangan para ulama tidak sampai kepada hukum saling mengkafirkan. Seperti
hukum membaca qunut subuh, jumlah shalat tarawih dan ijtihad-ijtihad lainnya. Bermudah- mudah dalam mengkafirkan juga
termasuk bentuk ghuluw. Ada kawannya bermuamalah, berjual beli dengan orang di
luar kelompoknya langsung dibid’ahkan. Dikategorikan sebagai ahlul bid’ah. Melakukan
jual beli, atau bisnis dengan orang “hizbi” meneurut mereka langsung
disamaratakan (gebyah uyah, jawa) sebagai fahuwa minhum, LAISA MINNA. Kaya dia
saja yang ahlus sunnah. Maka orang ini lebih jahat daripada kelompok khowarij.
Orang khowarij megkafirkan orang yang berdosa besar. Sementara si ahli ghuluw
ini mengeluarkan dari wilayah ahlus sunnah orang yang ber-ijtihad. Dan sangat
nyata : ada orang bikin yayasan pendidikan atau sekolahan dia vonis keluar dari
sunnah. Ada orang masuk mencalonkan diri jadi caleg atau walikota / wakil
rakyat divonis “ahlul bid’ah” bukan “Ahlus sunnah”. Ada orang aktif memberi
pengajian di masyarakat awwam, kalngan ibu- ibu kampong, kalangan hizbi, di
bilang Pramuka, tak jelas manhajnya. Abu- abu manhaj sunnahnya. Mas- mas….makan
itu ghuluw
◼ Ghuluw dalam kehidupan. Di antaranya, makan, minum dan
memakai air secara berlebihan. Makan
durian berdua sekali makan habis 800 ribu. Ini berlebihan. Atau jajan di restaurant
sekali jajan habis 2 juta. Atau tiap tahun ganti mobil. Ini ghuluw dalam dunia.
SOLUSI
Dalam
memerangi sikap ghuluw ini, Islam sebagai
agama wasathan (pertengahan) menyeru kepada keadilan sikap dan sifat. Islam
mendudukkan setiap perkara sesuai dengan apa yang dimaukan oleh Allah subhanahu wa ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebagai agama keadilan,
Islam mencintai sikap yang adil dan tidak berlebih-lebihan. Allah subhanahu wa ta’ala mengatakan di dalam Al-Qur’an:
وَكَذَٰلِكَ
جَعَلۡنَٰكُمۡ أُمَّةٗ وَسَطٗا لِّتَكُونُواْ شُهَدَآءَ عَلَى ٱلنَّاسِ وَيَكُونَ ٱلرَّسُولُ عَلَيۡكُمۡ شَهِيدٗاۗ
“Dan demikian pula Kami telah
menjadikan kalian (umat Islam) sebagai umat yang adil dan umat pilihan, agar
kalian menjadi saksi atas perbuatan manusia dan agar Rasul itu (Muhammad)
menjadi saksi atas (perbuatan) kalian.” (al-Baqarah:
143)
Semoga bermanfaat.
Jumat 28 Maret 2019. Semoga barokah umur
Tidak ada komentar :
Posting Komentar