Abu Hasan

مجموعة الاسلامية على نهج سلف الأمة

Minggu, 29 Maret 2020

AHLUS SUNNAH

Az-Zuhri bahwasanya beliau berkata,
مِنْ اللَّهِ الرِّسَالَةُ وَعَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْبَلَاغُ وَعَلَيْنَا التَّسْلِيمُ
“Risalah berasal dari Allah, kewajiban Rasulullah adalah menyampaikannya, dan kewajiban kita adalah taslim.” (Fathul Bari, syarah shohih Bukhori, 513)
Imam Al-Barbahari رحمه الله berkata,
أن الدين إنما جاء قبل الله تبارك وتعالى لم يوضع على عقول وأراءها [24]
“Sesungguhnya din ini hanyalah apa yang berasal dari sisi Allah, bukan berdasarkan pada akal dan pandangan manusia.” (Hasan bin ‘Ali bin Khalaf Al-Barbahari, op.cit. hal. 7)
*Islam dan sunnah adalah satu.*
Berkata Imam Al-Barbahari رحمه الله,
الإسلام هو السنة والسنة هي الإسلام ولا يقوم أحدهما إلا بالآخر
;“Islam Adalah sunnah, dan sunnah merupakan Islam. Tidak akan tegak salah satunya, kecuali bersama ayng lainnya”.[Syarhus Sunnah, Barbahari, hal. 7)
Islam ialah sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah r kepada para sahabatnya dan dipraktikkan oleh mereka. Dan tidaklah sesuatu itu dikatakan sebagai bagian dari Islam, jika perkara tersebut menyelisihi mereka. Rasulullah [] bersabda,
فَعَلَيْكُم بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاء الرَّاشِدِينَ المَهْدِيِّينَ تَمَسَّكُوا بِهَا، وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ [27]
“Maka wajib ataskalian untuk berpegang pada sunnahku dan sunnah al-khulafa` ar-rasyidun yang mendapat petunjuk. Pegang teguhlah hal tersebut dan gigitlah dengan gigi geraham.” (HR Ahmad (5/109 no. 16715 dan 16717)
Betapa banyak kerusakan ummat yang disebabkan oleh orang-orang yang meninggalkan manhaj para sahabat nabi. Fitnah dan bid'ah Khawarij, Mu’tazilah, Qadariyah, Jabariyah, Syi’ah, Shufiyah, Tarekat dan lainnya muncul karena melenceng dari manhaj Ahlussunnah. Maka tamassuk (berpegang teguh) dan iqtida` (mengikuti) pada manhaj mereka merupakan harga mati dalam beragama.
Imam Ahmad رحمه الله berkata,
أصول السنة عندنا التمسك بما كان عليه أصحاب رسول الله r والاقتداء بهم
“Ushulus sunnah (:prinsip² Islam) menurut kami ialah berpegang teguh dan berjalan di atas apa yang dipegang oleh para sahabat Rasulullah r.” [Ahmad bin Muhammad bin Hanbal, Ushulus Sunnah, hal. 14]
Berkata Imam Al-Barbahari رحمه الله,
والأساس الذي بنينا عليه الجماعة هم أصحاب محمد r رحمهم الله أجمعين وهم أهل السنة والجماعة فمن لم يأخذ عنهم فقد ضل وابتدع وكل بدعة ضلالة والضلال وأهله في النار
“Dan prinsip mendasar yang kita bangun di atasnya al-Jama’ah ialah para sahabat Muhammad rosulullah yang seluruhnya dirahmati Allah. Merekalah ahlus sunnah wal jama’ah. Maka barangsiapa yang tidak mengambil (asas agama dalam beragama) dari mereka, sungguh telah sesat dan melakukan bid’ah. Dan setiap bid’ah adalah kesesatan, dan setiap kesesatan dan pelakunya berada di neraka.” [Hasan bin ‘Ali bin Khalaf Al-Barbahari]
Ibadah merupakan perkara tauqify
الأصل في العبادات التوقيف
“Asas [dasar] dalam setiap ibadah adalah tauqif” (Bakr Al-Jazairi, ‘Aqidatul Mukmin, Darul Kutub As-Salafiyah)
Ibadah dengan berbagai bentuk, dengan berbagaibmodel tatacara dan kaifiyatnya sekali-kali tidak boleh dilakukan, kecuali berdasarkan petujuk dalil yang shahih, entah dari Al-Qur`an, ataukah As-Sunnah An-Nabawiyah Al-Mutharah.
Ibnul Qaiyyim Al-Jauziyah رحمه الله berkata,
وعبادة الرحمن غاية حبه
مع ذل عابده هما قطبان
وعليهما فلك العبادة دائر
ما دار حتى قامت القطبان
ومداره بالأمر أمر رسوله
لا بالهوى والنفس والشيطان
“Ibadah kepada Ar-Rahman adalah cinta yang dalam kepada-Nya
Beserta kerendahan diri.
Keduanya adalah dua kutub
Dan di atas kedua kutub inilah ibadah beredar
Ibadah tidaklah berlaku, hingga kedua kutub ini tegak
Dan porosnya ialah perintah, perintah Rasul-Nya
Bukan dengan hawa nafsu dan syaithan”
حق الإله عبادة بالأمر لا
بهوى النفوس فذاك للشيطان
من غير إشراك به شيئا هما سبب النجاة فحبذا السببان
“Hak Allah ialah diibadhi berdasarkan perintah
Bukan dengan hawa nafsu, karena itu untuk syaithan
Tanpa mensekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun
Keduanya ialah sebab keselamatan, sungguh dua sebab yang amat baik” (Ighatsatu Lahfan Ibnul Qoyim jilid 1)
Imam Malik رحمه الله berkata,
لَنْ يَصْلُحَ آخرُ هَذهِ الأمةِ إِلاَّ بما صَلُحَ بهِ أَوَّلها
“Akhir ummat ini tidak akan pernah menjadi baik, kecuali dengan apa yang telah memperbaiki pendahulu mereka” (Al-Wajiz fi ‘Aqidah Salafush Shalih, hal 161)
Dan sebelum beliau, Ibnu Mas’ud t telah berkata,
اتبعوا ولا تبتدعوا فقد كفيتم عليكم بالأمر العتيق
“Ikutilah sunnah dan jangan berbuat bid’ah, sungguh kalian telah dicukupi, dan wajib atas kalian untuk berpegang pada perkara lama.” [Ad-Darimi no. 210)
Pada zaman rosulullah memang tidak dikenal istilah AHLUSSUNNAH WAL JAMA'AH. Namun begitu muncul berbagai macam firqoh dan bid'ah- bud'ah dalam agama maka para ulama memunculkan istilah AHLUSSUNNAH agar terbedakan dari ahlul hawa' wal bid'ah. Namun sekarang ini kembali lahir fitnah bagi orang² awam, yang menghancurkan pilar- pilar agama mereka. Para ahlul bid'ah dari kalangan Tarekat, Sufiyah, Ahlut ta'wil, falasifah, khowarij dan siapapun juga tak mau ketinggalan menisbatkan diri kepada Ahlussunnah waljama'ah pula. Maka perlunya kembali kita tekankan; dengan pemahaman siapa kalian beragama ? Nash dalil kamu fahami dengan pemahaman para salaf atau para kholaf? Atau benar saja dalil tapi dengan pemahaman logika? Liberal? Tasawwuf? Filsafat? Atau hawa nafsu ?
NB :
Namun orang-orang yang bodoh itu, ketika kita katakan bahwa ibadah yang ia lakukan tidak ada nash yang membenarkannya sedikit pun, mereka berdalih, “Yang tidak ada pula nash yang melarangnya”. Inilah bentuk kebodohan yang berada dalam kebodohan.
Kalau orang bodoh (awam) biasanya masih menyadari bahwa dirinya masih bodoh dan menerima kebenaran yang dijelaskan kepadanya. Karena memang yang dia cari dalam hidupnya adalah kebenaran yang sesungguhnya. Lain ceritanya kalau: bodohnya akut, alias bodoh kwadrat, dungu lipat empat, jahil murokkab, bin bahlul bin debil mendingan idiot. Na'udzu billah. Kalau dikasih tahu kebenaran malah menentang.
Contoh:
- dikasih tahu, "pak amalan tersebut hadits nya lemah, dho'f dan maudhu'". Dia jawab : "ahh masa bodoh.... yang penting kan ada haditsnya. Daripada gak ada haditsnya". Coba. Gimana cara ngatasi pasien begini...
- dinasehati, "jangan duduk i'tikaf di depan pusara kuburan si wali fulan pak, duduk i'tikaf baca quran dan berdzikir itu di masjid !" Dia bantah: berziarah kubur kok dilarang... (lhohh....)
- dikasih tahu; "paaak.... wahai bapak yang ganteng... gak ada sunnahnya dzikir jama'i, tahlilan dengan suara keras sambil geleng² kepala dan goyang² badan gitu... iti bid'ah yang tidak pernah nabi contohkan..!" Dia membantah; ...ini orang dzikir kok dibid'ahkan. Dzikir kok harom....wahabi memang. (Tepok jidad kalau sudah begini).
- dinasehati "paaak.... nabi, para khulafaur Rasyidin, para salaf dan para sahabat itu gak pernah melakukan upacara walimatul maut, tidak ada paksaan mengadakan selamatan kematian 7 hari (:miton), selapanan, mendak, 40 hari (metang puluh), 60 hari (midak), 100 hari (nyatus), 1.000 hari (nyewu), khaul tahunan untuk mayat." Dia ngeyel : "aahhh.... daripada main dadu !! Daripada orang² dangdutan.... mendingan diajak tahlilan. Hayo....hey Tayo pilih mana ....selamatan seratus hari dengan dzikir apa dengan tuak ha ? Ini "manhaj daripada" itu dari mana sih asal- usulnya.
- diberi nasehat , "tuan.... gak boleh nyadran menyembelih hewan kurban untuk dipersembahkan ke laut selatan, ke kepundan desa, jelas sekali itu namanya perbuatan MUSYRIK.!". Dia selalu menyela, "ini justru budaya wali songo yang perlu dilestarikan. Kalau musyrik berarti wali songo musyrik dong. Buktinya banyak para kyai dan ulama' yang datang ikut dalam doa. Pintar mana kamu sama kyai ku? Pintar mana kamu sama wali songo ? Kok menyimpang dari topik bahasan gitu coy. Apa gak nyambung ya...
Semoga bermanfaat. Amiin.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar