*DALAM KONDISI DARURAT, APA YANG SEMULA TERLARANG MENJADI BOLEH*
Keadaan darurat adalah dimana seseorang apabila tidak melakukan hal tersebut maka ia akan binasa atau hampir binasa. Maka dia boleh melakukannya karena darurat.
Sebagaimana kaidah Ushul Fiqih:
*Pertama*
الـــضَرُوْرَاتُ تُبِيْحُ المَحْـــــــظُوْرَاتِ
(Kemudharatan-kemudharatan itu membolehkan hal-hal yang dilarang).*
*kedua*
المشقة تجلب التيسر
"Kesulitan menyebabkan memperoleh kemudahan"
Kaidah-kaidah yang berkenaan tentang darurat
*ketiga*
الضَـــرَرُ يُـــزَالُ
(kemudharatan itu harus dihilangkan).
*keempat*
لاَحَــــرَامَ مَعَ الضَرُوْرَاتِ وَلاَ كَــــرَاهَةَ مَعَ الحَاجَةِ
(Tidak ada hukum haram beserta dharurat dan hukum makruh beserta kebutuhan).
*kelima*
مَا اُبِيــــــْحُ لِلضَّرُوْرَةِ يُقَــــدَّرُ بِقَدَرِهَا
(Apa yang dibolehkan karena adanya kemudharatan diukur menurut kadar kemudharatan).
*keenam*
مَا جَازَ لِعُـــذْرٍ بَــطَلَ بِزَوَالِهِ
(Apa yang diizinkan karena udzur, hilang keizinan itu sebab hilangnya udzur).
*ketujuh*
الـــــضَّرَرُ لاَيُزَالُ بِـــــــالضَّرَرِ
(Kemudharatan itu tidak boleh dihilangkan dengan kemudharatan).
*kedelapan*
دَرْءُ المَفَاسِدِ اَوْلَى مِنْ جَلْبِ المَصَالِحِ فَإِذَا تَعَارَضَ مَفْسَدَةٌ وَمَصْلَحَةٌ قٌدِّمَ دَفْعُ المَفْسَدَةِ غاَلِبًا
(Menolak kerusakan lebih diutamakan daripada menarik kemaslahatan, dan apabila berlawanan antara mafsadah dan maslahah, didahulukan yang menolak mafsadah).
*kesembilan*
اِذَا تَعَارَضَ مَفْسَـــدَتَانِ رُوْعِيَ اَعْظَمُهُمَا ضَرَرًا بِارْتِكَــــابِ اَخَفِّهَا
(Apabila dua mafsadah bertentangan, maka diperhatikan mana yang lebih besar madharatnya dengan dikerjakan yang lebih ringan madharatnya).
*kesepuluh*
الحَــــــاجَةُ تَنْزِلُ مَنْزِلَةَ الضَرُوْرَةِ عَامَّةً كــــــاَنَتْ اَوْ خَاصَّةً
(Kebutuhan itu menduduki kedudukan dharurat, baik hajat umum (semua orang) ataupun hajat khusus (satu golongan atau perorangan).
*kesebelas*
دَرْءُ المَفَاسِد أَوْلىَ مِنْ َجَلْبُ المَصَالِح
[menolak kerusakan itu lebih didahulukan daripada mendatangkan kemaslahatan]. *)
*) [Al Qawaid Al Fikhiyah, hal: 53- 203]
:
- seseorang yang kelaparan di suatu tempat, dan tidak menemukan makanan selain bangkai/ babi. Maka boleh makan bangkai tersebut karena darurat. Sebab, jika tidak makan pada saat seperti itu dia mati sekarat. Padahal hukum asal memakan bangkai/ babi adalah haram. Tapi dalam situasi dhorurat menjadi boleh.
- Seseorang yang sedang dirampok, dibegal. Dan dipaksa untuk menunjukkan hartanya. Maka dia boleh berbohong pada saat itu dengan mengatakan tidak bawa uang. Berbohong. Karena darurat. Padahal berbohong itu aslinya dilarang. Namun karena darurat maka boleh.
- Ada orang ngamuk mau membunuh seseorang. Dan bertanya dimana dia. Maka kita jawab dengan bohong: "ke arah sana pak... lari dia ke sana". Padahal kita sembunyikan agar selamat. Sebab jika kita jawab jujur "ini pak... di sini dia"... maka dibunuh. Dan konsdisi darurat itu terbatas temponya. Jika tidak darurat maka hukumnya seperti hukum asalnya.
- Seorang dokter boleh melihat, menyingkap sebagian aurat pasiennya jika memang pengobatan tidak bisa dilakukan kecuali harus dengannya. Padahal aslinya tidak boleh melihat aurat lawan jenis ajnabi. Tapi karena darurat menjadi boleh. Dengan syarat yang dibuka, disentuh yang berkaitan dengan kebutuhan saat pengobatan saja. Yang tak ada kait- kaitan ya... gak boleh. Yang sakit tangannya kok di buka yang lain²... apalagi diperiksa yang enggak²... bisa terkena pasal pencabulan terselubung. Ini di luar ranah darurat namanya. Jadi dalam keadaan dhoruri, dibutuhkan, maka terdapat rukhshah boleh dalam kadar.
- Bolehnya seseorang makan harta anak yatim yang diasuhnya, dengan syarat dalam keadaan terpaksa. Seperti dia sangat miskin sehingga terpaksa mempergunakannya dengan cara yang makruf. Dengan syarat dia berjanji manakala dia mampu akan menggantinya.
- Bolehnya berobat dengan sesuatu yang najis jika tidak terdapat obat selain dari padanya.
- Bolehnya mengatakan kata² kufur dibawah ancaman. Misalkan wartawan yang diculik orang syiah dipaksa mengucapkan "Ali tuhanku", dan semisalnya. Kalau tidak maka dibunuh. Dalam keadaan seperti ini masuk kategori dhoruri/ emergency.
- Bolehnya membunuh perampok jika hanya dengan cara itu ia bisa menyelamatkan diri, keluarga, dan hartanya. Terpaksa membunuhnya. Padahal membunuh orang hukum aslinya, hukum adalnya terlarang. Habis bagaimana lagi. Jika tidak kita bunuh, justru kita yang dibunuh. Wong... dia sudah mencabut parang.
- Bolehnya seseorang mengambil harta milik orang yang berhutang darinya tanpa izin jika ia selalu menunda pembayaran sedangkan ia dalam keadaan mampu. Sudah ditagih berkali² selalu beralasan seribu alasan. Padahal dia gonta-ganti kendaraan.
- Tatkala ada wanita bukan mahrom hampir tenggelam, maka harus cepat diselamatkan. Meskipun harus memegang tangannya atau meraih badannya. Sebab dalam hitungan detik bisa mati tenggelam. Padahal hukum asalnya bersentuhan dengan wanita non mahrom terlarang. Tapi dalam situasi seperti tersebut menjadi boleh. Memegang untuk keselamatan nyawa dia. Bukan pegang yang tidak² lho mas...
- Amputasi. Memotong salah satu anggota badan yang terinfeksi. Jika tidak segera diamputasi dikhawatirkan menjalar ke tubuh lainnya. Maka boleh. Padahal hukum asal memotong anggota badan haram hukumnya. Sebab tubuh ini amanah dan titipan yang Maha Kuasa. Tidak boleh dirusak². Namun dalam keadaan seperti tersebut masuk ke hukum dhoruri.
- Ibu hamil boleh tidak berpuasa. Karena kalau nekat berpuasa dikhawatirkan membahayakan janinnya.
- Kakek tua, orang sakit yang tak sembuh², boleh tidak berpuasa. Selain juga karena rukhsoh. Sebab kalau nekat puasa juga, bisa cepat game over.
- Seorang dokter tetap menangani pasiennya di UGD, atau ada orang mau melahirkan, atau orang kritis kecelakaan sudah setengah sekarat, padahal sholat berjama'ah hendak dilaksanakan. Karena kondisi emergensi yang seperti ini menyebabkan dokter tetap menangani pasaien. Sehingga pak dokter menunda sholatnya kemudian.
- Pada saat sholat boleh melangkah, memukul, membunuh hewan berbahaya, seperti kala, ular berbisa dan sejenisnya. Padahal hakekatnya sholat itu tidak diperkenankan bergerak di luar gerakan sebagaimana rukun²nya. Namun dalam kondisi darurat membolehkannya. Sebab kalau ular dibiarkan... bisa² "nyatek" sikilmu.
- Seseorang yang keadaannya sangat- sangat miskin. Alias melarat kwadrat. Sementara anak² dan keluarganya kelaparan. (Na'udzu billah, kita berlindung kepada Allah). Dan harus segera makan. Maka dia dihadapkan dua pilihan; memasak tikus, hewan haram lainnya atau mencuri makanan yang halal. Maka di saat seperti ini dia terpaksa mencuri harta tetangga. Padahal mencuri termasuk perbuatan yang menzalimi orang lain. Dia tidak memiliki pilihan selain memakan harta orang lain tanpa izin, maka diperbolehkan dengan syarat ia harus tetap menggantinya manakala dia sudah berkelapangan.
- Seorang wanita, menikah. Ternyata suaminya galaknya seperti hewan liar. Jahat diluar batas. Suka memukul, suka mengancam, agamanya buruk. Maka dalam keadaan seperti ini boleh si wanita mengajukan gugatan cerai. Dari pada bertahan terus dipukuli. Daripada mati. Padahal secara asal, hukumnya wanita minta cerai tanpa alasan syar'i tidak boleh. Namun karena darurat menjadi boleh. Seperti pula ada situasi dan kondisi kehidupan rumah tangga yang sudah tidak bisa teratasi, agar kedua suami istri tersebut tidak mengalami penderitaan batin terus menerus maka syariat membolehkan perceraian dalam keadaan seperti ini.
- Demi menjaga keturunan dan kehormatan, seseorang boleh menyerahkan sejumlah uang tebusan kepada orang jahat yang menyendera wanita muslimah, yang jika tidak demikian maka dikhawatirkan dia akan merusak kehormatan wanita tersebut.
- Bertayamum karena tidak ada air. Sebagai pengganti wudhu ataupun mandi. Padahal menghilangkan hadats kecil harusnya dengan wudhu, hadats besar dengan mandi. Namun karena kondisi darurat, seperti sakit, atau luka, jika terkena air maka akan tambah parah, maka boleh diganti dengan tayamum. Seperti seorang yang kepalanya luka, jika dipaksa harus keramas saat mandi junub bisa² kepalanya kemasukn air shampo. Dan justru berakibat berbahaya.
- Seorang laki-laki boleh memakai pakaian sutra karena sakit kulit dan sebagainya, sedangkan dalam keadaan biasa tidak boleh.
- Membedah perut mayit itu sendiri adalah perbuatan merusak seperti halnya membiarkan bayi mati didalam kandungan. Namun resiko akibat pembedahan dipandang lebih ringan daripada membiarkan bayi mati didalam perut. Inilah yang disebut dhorurat dalam syariat.
- Memotong pohon milik orang lain itu dilarang, tetapi bila tidak dilakukan bisa jadi menutup jendela yang akan mengganggu kelancaran sirkulasi udara ataupun gangguan lain-lainnya. Oleh sebab itu menebas pohon yang menimbulkan gangguan itu boleh karena dipandang lebih ringan daripada membiarkan pohon terus mengganggu orang. Sebab ada orang² tertentu tidak punya perasaan. Dahan pohonnya 'mentelung' ke halaman dan ke atap tetangga. Dibiaaaarkan aja. Tetangga tak dikasih buahnya. Dikasih daun keringnya aja. Maka dipotong karena sebab hukum darurat.
- Melaksanakan shalat dengan tidak menutup aurat adalah boleh, kalau memang tidak mungkin, sebab meninggalkan shalat mafsadahnya jauh lebih besar.
- Demikian pula boleh pada suatu waktu bersikap diam melihat kemunkaran, karena apabila melarangnya akan membawa bencana/ bahaya yang lebih besar. Sebagaimana Syaikhul Islam membiarkan tentara TarTar mabuk dan berpesta khomer di wilayahnya. Sebab hal itu lebih ringan daripada mereka jika tidak mabuk justru membunuh orang.
- Ada orang kesetrum, teriak minta tolong. Maka kita hantam dia dengan balok agar lepas dari kabel, atau kita tarik tangan anak yang berada di tepi jurang agar tidak jatuh. Padahal dalam kondisi normal, menghantam orang pakai balok itu namanya cari gara-gara.
- Kita banting handphone anak yang hobinya pacaran, chatingan via internet di HPnya tidak masalah. Padahal secara hukum asal, tidak boleh merusak harta benda. Namun ketika dalam kondisi berbahaya jika diterus- teruskan. Bisa mengantar kepada kemaksiyatan dan perzinahan maka, banting saja. Ini hanya permisalan.
- Hukuman bagi pencuri yang mencapai nishab adalah dipotong tangannya. Barang yang dicuri mencapai tiga dirham atau seperempat dinar atau yang senilai dengan salah satu dari keduanya. Maka dipotong tangannya. Namun manakala pihak yang dicuri memaafkan maka tidak dipotong tangannya. Demikian juga manakala hakim mempelajari dengan detail dan dengan yakin bahwa jikalau dipotong maka orang tersebut akan kehilangan pekerjaan dan berefek pada kehidupan keluarganya. Maka hukum potong tangan diurungkan. Pada zaman Umar ada pencuri tidak dipotong tangannya karena dalam keadaan darurat. Berupa paceklik panjang.
- Demikian pula tatkala seorang pembunuh dimaafkan oleh keluarga terbunuh dengan membayar diyat /tebusan atas kejahatannya maka pembunuh tersebut tidak dibunuh /qishas. Sebab jika tidak ada sikap memaafkan maka akan menanamkan dendam turun temurun.
- Mengubur jenazah seorang muslim di pemakaman orang kafir. Atau di negeri kafir. Karena di negeri tersebut tidak ada secara khusus tempat pemakaman untuk jenazah muslim di negeri tersebut. Padahal seharusnya seorang muslim dimakamkan di pemakaman muslim. Maka dimakamkan di tempat.tersebut karena darura. Daripada tidak dimakamkan. Moso' gak dikubur...
- Karena ketidaktahuan arah kiblat secara tepat. Atau jenazah yang sudah dikubur tidak dikafani secara benar. Atau ada emas ditubuhnya yang lupa belum dilepas. Tapi sudah terlanjur di kuburkan sudah berlalu beberapa hari. Maka biarkanlah. Tidak usah dibongkar lagi. Sebab, membongkar lagi kuburan mayit lebih menimbulkan mudharat. Membongkar lagi kuburan lebih dilarang lagi.
- Wanita yang waktu bersalin, akan melahirkan secara sesar ditangani dokter² laki². Karena dokter ahli wanita tidak ada. Atau ahli sesar yang ada satu² nya di daerah tersebut hanya laki². Ini namanya darurat mas.... jadi wajahnya bercadar, "bawah"nya tidak. Maka inilah pentingnya dokter kandungan atau sesar wanita. Jika ada dokter bersalin/ kandungan wanita maka kaum ibu² harus memilih sesama mereka.
- Demikian pula guru /dosen. Karena tidak ada yang lain maka para wanita diajar dan dididik oleh guru atau dosen laki². Namun dengan kaedah mengambil pilihan mudarat yang paling ringan. Sebab tidak bisa dipungkiri, beberapa spesialisi ilmu di berbagai fakultas kampus ada yang tidak mampu wanita kuasai. Banyak disiplin bidang ilmu tersebut didominasi oleh kaum laki. Maka tidak bisa tidak gurunya dari kaum laki- laki. Daripada mereka (wanita) tidak sekolah dan terus menerus dalam kebodohan.... Tidak ada guru lain sesama wanita.
- Para pilot, staff crew bandara, navigasi radar, operator mesin boiler gas, dan sejenisnya yang pekerjaan mereka tidak bisa ditinggal begitu saja seenaknya, maka sholat mereka dilakukan secara shift. Bergantian atau sebisa mereka. Inilah masuk dalam kategori hukum "dhoruri". Berbeda dengan pekerjaan orang secara normal. Mereka bisa sholat dengan khidmat. La... kalau operator gas LNG ikut sholat jama'ah.... kemudian wiridan, terus tahlilan, di lanjutkan manakiban, terus baca barzanzi, tambah lagi srokolan, tidak lupa sorogan.... wah... bisa meledak Kalimantan.
- Musafir berbuka puasa. Membatalkan puasa mereka lantaran takut tidak kuat berjalan sehingga terpisah dari rombongannya atau tidak kuat naik kendaraan maka ia harus memakannya tanpa dibatasi waktu tertentu.
- Yang poin permisalan terakhir ini khusus pendapat kami pribadi. Bahwa, para petani dari kaum ibu² maka lengan tangan mereka terbuka tatkala menanam padi, mereka masuk persawahan tanpa kaus kaki. Adalah masuk hukum darurat. Semoga Allah memberi ampunan. Semoga pendapat saya ini jika salah juga Allah ampuni.
*ISLAM ITU INDAH*
Inilah indahnya Islam. Yang menunjukkan betapa Allah Maha Sayang kepada hamba²Nya.
Allah Ta’ala juga berfirman,
فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Siapa yang dalam kondisi terpaksa memakannya sedangkan ia tidak menginginkannya dan tidak pula melampaui batas, maka ia tidak berdosa. Sesungguhnya Allah Maha pengampun lagi Maha penyayang.” (QS. Al-Baqarah 173)
kaidah ini atau dasar bolehnya melakukan hal yang terlarang dalam keadaan darurat, dengan firman Allah,
فَمَنِ اضْطُرَّ فِي مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لِإِثْمٍ فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيم
“Siapa yang terpaksa mengonsumsi makanan yang diharamkan karena lapar, bukan karena ingin berbuat dosa, maka sungguh Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Ma’idah: 3)
*Pengecualian Kaidah*
Di antara pengecualian kaidah ini adalah apabila seseorang dipaksa untuk kafir, dipaksa membunuh orang, dipaksa memukul orang tua, dipaksa menggadaikan anak, atau berzina, maka ia tidak boleh melakukannya. Selamanya.
- pekerjaan ditempat sampai tidak bisa shalat Zhuhur dan Ashar,
- juga seseorang yang ‘terpaksa’ bekerja di perusahaan rokok atau minuman keras.
- pelacur beralasan; terpaksa mas... kerja begini.... sekarang ordernya lagi sepii... namanya kerja mas.... Daripada gak makan.
- wanita yang kerja di instansi yang tidak membolehkan pakai jilbab, diwajibkan pakai rok mini. Maka tidak boleh beralasan terpaksa. Daripada gak makan...
Dalil kaidah umum syar’i
Masalah kondisi darurat ini masuk dalam keumuman kaidah-kaidah umum, yaitu:
*Pertama:* Syari’at Islam ini terbangun atas dasar mendatangkan kemaslahatan dan menolak mafsadat.
*Kedua:* Syari’at Islam dibangun untuk menjaga lima pokok utama yaitu: agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta.
*Ketiga:* Syari’at Islam dibangun di atas dasar kemudahan dan menghilangkan kesulitan.
*Keempat:* Hukum-hukum Islam terbangun atas dasar kemampuan hamba.
Semoga tulisan sederhana ini bermanfaat.
ودكم أبو الحسن
18 Agust 2019
Tidak ada komentar :
Posting Komentar