"MANUSIA MENUHANKAN MANUSIA"
*BENTUK² SIKAP MENUHANKAN MANUSIA:*
Lebih mengutamakan perkataan, pendapat dan ucapan seseorang daripada ucapan Allah dan NabiNya. Lebih mengutamakan ucapan "tokoh"nya dalam beramal dan beribadah dari pada ucapan Allah dan rosulNya.
Jika ucapan, perkataan dan pendapat seseorang tersebut bertentangan dengan AlQuran dan AsSunnah, mereka tetap lebih mendahulukan perkataan seseorang tersebut daripada AlQuran dan Assunnah.
Menjadikan seseorang ditaati secara mutlak tanpa boleh ada reserve dan penentangan. Meskipun perintahnya bertentangan dengan syariat.
Meyakini bahwa manusia memiliki hak rububiyah maupun hak pensyariatan. Sampai-sampai mereka menghalalkan sesuatu yang Alloh Ta’ala haramkan, dan mengharamkan sesuatu yang Alloh Ta’ala halalkan demi mengikuti pendapat seseorang.
Menganggap seseorang mempunyai kemampuann reinkarnasi.
Sebagaimana keyakinan Nasrani bahwa Isa itu putra tuhan.
Mengagungkan manusia secara ghuluw. Begitu datang "tokoh"nya langsung membungkuk- bungkuk, bahkan sampai sujud tersungkur, dan cium kakinya. Memajang fotonya di rumahnya kalau sholat sujudnya di bawah foto tokohnya. Jika "tuhan" tokohnya sudah meninggal dia selalu ke kuburannya untuk ngalap berkah. Berdoa meminta hajat kepada mayatnya, minta pertolongan kepada arwahmya.
Taklid buta dan sangat fanatik terhadap seseorang. Meyakini "seseorang" yang dia kagumi, yang dia ikuti tersebut tak punya kekeliruan. Seseorang yang dia fanatiki tersebut dianggap bisa menjamin keselamatan dirinya di akhirat. Dia anggap punya "manfaat" dan "mudharrat".
Apabila orang-orang alim mereka, ulama'², rahib-rahib mereka, pemimpin² mereka, tokoh² mereka menghalalkan sesuatu untuk mereka, merekapun menganggapnya halal, SEKALIPUN bertentangan dengan syari'at. Seperti ucapan; tidak apa² sholatmu jarang² yang penting kamu berada di 'kelompok ini''. Anda tak perlu khawatir nanti di alam kubur yang penting jadi pengikut "syaikh" ini.
Menjadikan suatu hukum halal haram berdasarkan pada: apa yang dibilang "tokoh"nya. Jika mereka (orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka) mengharamkan sesuatu untuk mereka, merekapun menganggap haram.
*DALIL
Allah Ta’ala berfirman :
اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَمَا أُمِرُوا إِلا لِيَعْبُدُوا إِلَهًا وَاحِدًا لا إِلَهَ إِلا هُوَ سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ
”Mereka menjadikan pendeta-pendeta dan ahli-ahli agama mereka sebagai tuhan-tuhan selain dari Allah, dan juga (mereka mempertuhankan) al-Masih Ibni Maryam, padahal mereka tidak diperintahkan melainkan untuk menyembah Tuhan Yang Maha Esa, tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Maha suci Allah dari apa Yang mereka sekutukan”. (At-Taubah: 31).
Mendengar ayat itu, Adiy bin Hatim radliyallahu ‘anhu yang sa’at itu masih beragama nasrani, dengan kalung salib di lehernya, ia berkata : “Ya Rasulullah, sesungguhnya kami tidak menyembah mereka”.
Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepadanya :
أَلَيْسُوا يَحُلُّونَ مَا حَرَمُ اللهِ فَتُحِلُّونَهُ وَيُحْرَمُونَ مَا أَحَلَّ اللهُ فَتَحْرِمُونَهُ ؟ قَالَ: بَلَى، قَالَ: فَتْلُكَ عَبَّآ دتهم
“Bukankah mereka menghalalkan apa yang Allah haramkan, kemudian kalian menghalalkannya. Dan mereka mengharamkan apa yang Allah halalkan, kemudian kalian mengharamkannya ?!” Ia menjawab, “Ya benar.” Maka beliau bersabda lagi, “Itulah bentuk ibadah kepada mereka.” (H.R Tirmidzi).
Syeikh Abdurahman bin Hasan Rahimahulah berkata :
“Di dalam hadits tersebut terdapat dalil bahwa menta’ati ulama dalam hal maksiat kepada Allah berarti beribadah kepada mereka dari selain Allah, dan termasuk syirik akbar yang tidak diampuni oleh Allah subhanahu wata’ala”.
Begitulah hakekatnya orang-orang nasrani menuhankan rahib-rahibnya. Mereka selalu mengikuti apapun yang dikatakan oleh rahib- rahibnya. Padahal sesungguhnya yang berhak membuat syari’at hanyalah Allah Subhaanahu Wa Ta’ala. Allah lah yang menentukan halal dan haram. Tidak seorangpun berwenang menghalalkan kecuali yang sudah dihalalkan Allah, juga tidak berwenang mengharamkan kecuali apa yang sudah diharamkan Allah Ta’ala.
Sungguh ironis sa’at ini sebagian kaum muslimin bertaklid kepada ulama yang mereka puja- puja dan idolakan. Mereka tidak memperdulikan dalil, meskipun ulama yang diikutinya menyalahi dalil.
Mereka yang menuhankan manusia berkata :
- Pokoknya kita ikuti saja tradisi di jam'iyyah kita. Kita amalkan amaliyah kelompok kita. Tidak mungkin amalan di jam'iyyah kita bid'ah. Rosulullah kalau masih hidup pasti merekomendasi kelompok kita.
- Pokoknya kita ikuti saja guru-guru kita, guru kita bukan orang-orang bodoh, kiai kita tidak mungkin salah, ustadz kita tentu faham permasalahan agama. Mengikuti mereka pasti masuk surga.
Begitulah perkata’an mereka.
Bagi mereka, kiai, ajengan, ustadz dan habibnya adalah tuhan yang pasti benar tidak mungkin salah, mereka selalu ikuti apapun yang dikatakan guru-gurunya.
Maka keada’an mereka persis seperti orang-orang nasrani yang disebutkan Rasulullah _shallallahu ‘alaihi wasallam_ yang menuhankan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah Ta’ala.
Al-Imam Ibnul Qoyyim _rahimahullâhu_ berkata :
" إن الله سبحانه إذا أراد أن يُهلك أعداءه ، ويمحقهم ؛ قيّض لهم الأسباب التي يستوجبون بها هلاكهم ومحقهم ، ومِن أعظمها : مبالغتهم في أذى أوليائه !".
"Sesungguhnya Allah _Subhânahu_ jika menghendaki untuk membinasakan dan menghancurkan musuh-musuh-Nya, maka Ia tetapkan bagi mereka faktor-faktor penyebabnya yang akan mengantarkan mereka kepada kebinasaan dan kehancuran tersebut. Diantara faktor terbesar tersebut adalah : ketika mereka sudah BERLEBIHAN DI DALAM MENGGANGGU WALI² ALLAH (yaitu para ulama yang shalih).
(Zâ∂บℓ Mα'â∂_ III/199)
Syaikh Muhammad bin Shâlih al-‘Utsaimin _rahimahullah_ berkata,
“Arbâb adalah jama’ dari rabb, artinya: Pengatur dan Pemilik. (Bentuk) pengaturan (Allâh) ada dua macam: pengaturan yang berkaitan dengan taqdir dan pengaturan yang berkaitan dengan syari’at. Barangsiapa mentaati Ulama’ dalam menyelisihi perintah atau keputusan Allâh dan Rasul-Nya, maka dia telah menjadikan mereka sebagai tuhan selain Allâh dengan penilaian pengaturan yang berkaitan dengan syari’at, karena dia menilai mereka sebagai para pembuat syari’at, dan menilai pembuatan syari’at itu sebagai syari’at yang diamalkan”. [al-Qaulul Mufîd ‘ala Kitâbit Tauhîd, 2/101]
Adi bin Hatim _Radhiyallahu anhu_ berkisah sebagai berikut:
عَنْ عَدِيِّ بْنِ حَاتِمٍ قَالَ أَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَفِي عُنُقِي صَلِيبٌ مِنْ ذَهَبٍ فَقَالَ يَا عَدِيُّ اطْرَحْ عَنْكَ هَذَا الْوَثَنَ وَسَمِعْتُهُ يَقْرَأُ فِي سُورَةِ بَرَاءَةَ ((اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ)) قَالَ أَمَا إِنَّهُمْ لَمْ يَكُونُوا يَعْبُدُونَهُمْ وَلَكِنَّهُمْ كَانُوا إِذَا أَحَلُّوا لَهُمْ شَيْئًا اسْتَحَلُّوهُ وَإِذَا حَرَّمُوا عَلَيْهِمْ شَيْئًا حَرَّمُوهُ
Dari ‘Adi bin Hatim, dia berkata, “Aku mendatangi Nabi [], sedangkan pada leherku ada (kalung) salib yang terbuat dari emas. Maka beliau bersabda, ‘Hai ‘Adi, buanglah berhala itu darimu!” Dan aku mendengar beliau membaca (ayat al-Qur’an) dalam surat Barâ’ah (at-Taubah, yang artinya), “Mereka (orang-orang Yahudi dan Nashrani) menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan-tuhan selain Allâh”, beliau bersabda, ‘Sesungguhnya mereka itu (para pengikut) tidaklah beribadah kepada mereka (orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka). Akan tetapi jika mereka (orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka) menghalalkan sesuatu untuk mereka, merekapun menganggap halal. Jika mereka (orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka) mengharamkan sesuatu untuk mereka, merekapun menganggap haram”. [HR. Tirmidzi, no: 3095)
Islam telah membebaskan manusia dari penghambaan atas manusia dan makhluk lainnya. Melalui konsep tauhid, manusia secara penuh menjadi makhluk merdeka, yang tidak perlu bergantung pada apapun dan siapapun, kecuali kepada Allah SWT. Tidak ada Tuhan selain Allah, sebuah inti akidah yang seharusnya tertanam kuat di dalam hati setiap muslim. Namun, kini krisis akidah di kalangan umat terus bergulir. Tanpa terasa terbukti kian parah: manusia semakin menuhankan manusia.
Semoga bermanfaat. Amiin.
أبو حسن
Tidak ada komentar :
Posting Komentar