Abu Hasan

مجموعة الاسلامية على نهج سلف الأمة

Minggu, 29 Maret 2020

Allah mensifati dirinya; BERSEMAYAM

الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى (طه: 5)
“Yang Maha Penyayang di atas ‘Arsy (singgasana) berada.” (QS. Toha: 5)
ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ
“Kemudian Dia berada di atas ‘Arsy (singgasana).”
*FAWAID:*
1. Istiwa’ adalah salah satu sifat Allah yang telah Allah Ta’ala tetapkan untuk diriNya
2. Wajibnya beriman bahwa Allah itu bersemayam (istiwa').
3. Tidak boleh mengingkari sifat istiwa', sebab Allah sendiri yang telah bergirman demikian.
4. Allah bersemayam (istiwa') dengan segala keagungan dan kemuliaanNya, tidak butuh kepada makhlukNya. Tidak butuh kepada 'Arsy singgasanaNya dan KursiNya.
5. ‘Arsy adalah makhluk Allah yang tertinggi, lebih tinggi dari suga Firdaus, lebih tinggi dari tujuh petala langit, sidratul muntaha, baitul makmur dan seluruh galaxy bintang.
6. Dalil bahwa Allah maha tinggi di atas segala makhlukNya.
7. Arsy adalah makhluk Allah paling besar. Kadar ukuran besarnya hanya Allah yang mengetahuinya. Semua makhlukNya tidak mampu memperinci ukurannya.
8. Dalil bahwa Allah maha besar dari semua makhlukNya.
9. Larangan melakukan TAHRIF (تخريف), yaitu merubah nash dari segi lafazh atau maknanya. Yaitu menyimpangkan lafazh "istiwa" dari zhahirnya tanpa disertai dalil. Menjadi "istaula", atau "qohharo" atau makna lain tanpa dalil.
10. Larangan melakukan TAKWIL terhadap istiwa'nya Allah. Mereka takwilkan makna "bersemayam" dengan "menguasai" Karena mereka meyakini: tidak mungkin Allah bersemayam di atas 'ArsyNya, tidak mungkin Allah di langit. Mustahil itu. Mana mungkin Allah diwadahi Arsy makhluknya yang kecil ? Masa, Allah lebih kecil dari 'Arsy?. Begitu pikiran mereka. Sehingga mereka menyelewengkan makna "istiwa'" kepada makna "istaula" agar cocok dengan akal mereka. Karena memang pekerjaan tukang Takwil itu manakala sekiranya ada sifat Allah yang tidak masuk di akal maka mereka langsung mentakwilnya ke makna lain. Biasanya ke makna majas.
11. Larangan melakukan TAMTSIL (تمثيل) dan TASYBIH (تشبيه). Yaitu menetapkan sesuatu serupa dengan sesuatu yang lainnya. Menyamakan bersemayamnya Allah dengan bersemayamnya raja yang sedang duduk di atas singgasananya. Na'udzu billah. Maha suci Allah dari permisalan seperti ini.
12. Larangan TAKYIF (تكيف ). Yaitu menjabarkan tata cara atau sifat istiwa'nya Allah, alias bertanya² secara detail BAGAIMANA sih cara Allah bersemayam. Apakah dengan cara duduk, berdiri, berbaring, bersandar. Subhanallah. Karena nabi sendiri dan para sahabat nabi tidak pernah mempertanyakan seperti ini. Dan merinci bagaimana- bagaimana cara istiwa'nya adalah bentuk kurang ajar kepada Allah. Dan termasuk bid'ah dalam aqidah.
13. Larangan melakukan TA'THIL (تعطيل), yaitu mengingkari apa yang wajib ditetapkan untuk Allah dari asma’ dan sifat-Nya. Sebagian orang mengingkari bersemayamnya Allah. Mereka meyakini bahwa Allah tidak bersemayam tapi menguasai, karena alasannya takut mempersamakan Allah dengan raja yang duduk di atas singgasananya. Padahal: makhluk mana yang pernah bersemayam di atas 'ArsyNya?
14. Sifat bersemayam (istiwa')nya Allah adalah ma'ruf, diimani oleh seluruh ulama' salaf, beriman kepada "istiwa'nya Allah di atas 'Arsy" adalah wajib, bertanya² dengan bertélé² tentang kaifiyat (bagaimana) istiwa'Nya adalah bid'ah.
Imam Malik pernah mengusir orang Ahlul Kalam yang bertanya takyif mengenai bagaimana ISTIWA' (bersemayamnya) Allah. Surah Toha ayat 5;
الرَّحْمَنُ عَلَى العَرْشِ اسْتَوَى
Maka beliau berkata :
الإستواء معلوم ، والكيف مجهول ،والإيمان به واجب ،والسؤال عنه بدع
"(Bagaimana) istiwa' /bersemayamnya sudah jelas, menTakyif bagaimana istiwa'nya tidak diterangkan, mengimaninya WAJIB, menanya2 tentang bagaimana caranya adalah bid'ah" (kitab Muwatho', imam Malik)
Semoga bermanfaat. Amiin.
أبو حسن

Tidak ada komentar :

Posting Komentar