Abu Hasan

مجموعة الاسلامية على نهج سلف الأمة

Minggu, 29 Maret 2020

WARO' (2)

*WARO' (2)*
Wara’ adalah sikap tidak tergesa-gesa dalam mengambil barang-barang keduniaan atau meninggalkan yang diperbolehkan karena khawatir terjerumus dalam perkara yang dilarang.
Syaikhul Islam ibnu Taimiyah menggambarkan sikap wara’ ini dengan ungkapan:
“sikap hati-hati dari terjerumus dalam perkara yang berakibat bahaya yaitu yang jelas haramnya atau yang masih diragukan keharamannya. Dalam meninggalkan perkara tersebut tidak ada mafsadat yang kebih besar dari mengerjakannya” (Majmu’ Fatawa, 10/511).
Hal ini disimpulkan secara ringkas oleh murid beliau imam Ibnu al-Qayim dengan ungkapan:
ترك مايُخشى ضرره في الآخرة".
“Wara’ adalah meninggalkan semua yang dikhawatirkan merugikan akhiratnya” (Al-Fawaaid hlm 118).
Jelaslah sikap wara’ adalah sikap meninggalkan semua yang meragukan dirimu dan menghilangkan semua yang membuat jelek dirimu. Hal ini dengan meninggalkan perkara syubhat dan berhati-hati menjaga diri dari semua larangan Allah.
روي أن «عمر بن عبد العزيز» - رحمه الله -:
كان يوزن بين يديه مسك للمسلمين فأخذ بأنفه حتى لا تصيبه الرائحة ،
وقال لما استبعد ذلك منه : «وهل ينتفع منه إلا بريحه» ؟ (موعظة المؤمنين من إحياء علوم الدين»: ص121)
Suatu ketika Umar bin abdul Aziz sedang sibuk menimbangi, menakar minyak wangi untuk hak kaum muslimin. Namun sambil menutupi hidungnya agar tidak terikut mencium bau aromanya. Tatkala sudah selesai dan menjauh darinya dia berkata, bukankah yang dimanfaatkan minyak wangi itu berupa aromanya?"
دخل أبو إسحاق الشيرازي
يوماً المسجد ليأكل فيه شيئاً على عادته, فنسي ديناراً فذكر في الطريق,
فرجع فوجده. فتركه ولم يمسَّه وقال: ربما وقع من غيري ولا يكون ديناري (تزكية النفوس: ص 20)
Abu Ishaq asSyairozy pada suatu hari mau membeli makanan seperti biasa. Dia makan di masjid. Tapi ketika pulang di tengah jalan teringat bahwa uangnya terjatuh. Dia pun kembali untuk mengambilnya. Lalu menemukannya kembali. Tapi tidak diambil sambil berkata: mungkin ini bukan uangku, uang orang lain"'
قال أنس - رضي الله عنه -:
كان بين كتفي عمر -رضي الله عنه - أربع رقاع وإزاره مرقوع بأدم, وخطب عمر على المنبر وعليه إزار فيه اثنتا عشرة رقعة ! [البداية والنهاية: 2/ 148)
Anas bin Malik berkata: tambalan baju Umar bin Khotob ada empat, sarungnya terikat sudah usang, Umar berkhutbah di atas mimbar dan memakai sarung yang tambalannya ada 12 tambalan. Padahal seorang amirul mukminin. (Bidayah wan Nihayah)
قال حماد بن زيد:
كنت مع أبي, فأخذت من حائط تَبْنَةً, فقال لي: لم أخذت؟ قلت: إنما هي تبنة!!
قال: لو أن الناس أخذوا منه تبنة هل كان يبقى في الحائط تِبْنٌ ؟!
(الورع لعبد الله بن حنبل : ص 140)
Berkata Hammad bin zaid :
Aku pernah bersama ayahku, lalu aku mengambil lapisan dinding. Ayahpun berkata: mengapa kamu ambil? Aku menjawab: cuma cuilan dinding sedikit saja. Ayah berkata : seandainya tiap orang mengambil sedikit sedikit darinya, adakah dinding yang tersisa?
قال قتادة:
كان معيقيب رضي الله عنه على بيت مال عمر رضي الله عنه فكنس بيت المال يوماً فوجد فيه درهماً , فدفعه إلى ابن لعمر,
قال معيقيب: ثم انصرفت إلى بيتي, فإذا رسول عمر قد جاءني يدعوني, فجئت فإذا الدرهم في يده . فقال لي: ويحك يا معيقيب! أَوَجَدت عليَّ في نفسك شيئاً؟! قال: قلت: ماذا يا أمير المؤمنين؟ قال: أردت أن تخاصمني أمةُ محمد في هذا الدرهم
(الورع لابن أبي الدنيا، ص 126)
Muaqib pernah bekerja sebagai kebersihan di baitul maal di pemerintahan Umar bin khotob. Ketika sedang menyapu, dia menemukan uang dirham. Muaqib pun mengambil uang tersebut dan diberikan kepada anaknya Umar. Ketika aku sudah pulang di rumah ada utusan Umar memanggilku. Aku pun menghadap Umar ditanyai perbuatanku memberi anaknya sekeping dirham. "Wahai Muaiqib, apakah engkau ingin aku dimusuhi oleh umat Muhammad dengan sebab uang ini?
قال طوق بن وهب :-رحمه الله-
دخلت على محمد بن سيرين وقد اشتكيت.
فقال: كأني أراك شاكياً.
قلت: أجل. قال: اذهب إلى فلان الطبيب فاستوصفه، ثم قال: اذهب إلى فلان فإنه أطب منه. ثم قال: أستغفر الله أراني قد اغتبته!? (صفة الصفوة)
Ibnu wahab pernah datang berkunjung ke rumah Muhammad bin sirin, lalu aku pun mengadu kepadanya tentang sesuatu. Dia berkata: seakan2 aku melihatmu sedang mengeluh! Aku menjawab: ya. Dia berkata: pergilah kamu ke dokter fulan bin fulan, bertanyalah padanya dan berobatlah kepadanya. Karena dia dokter yang lebih bagus daripada dokter ini. Eh...astaghfirlah aku telah meng-ghibahinya.
كانت تحت معاذ بن جبل –رضي الله عنه- امرأتان: فإذا كان عند إحداهما لم يشرب من بيت الأخرى الماء !. (حلية الأولياء : 1/234)
Muad bin Jabal punya dua istri. Manakala Muad berada pada (jadwal giliran) salah satu istrinya, maka Muad tidak minum air dari rumah istri yang lainnya.
'Aun ibnu Muktamar berkata;
دخل عمر بن عبد العزيز على امرأته فقال: يا فاطمة عندك درهم أشتري به عنبا؟ قالت: لا، قال: فعندك نمية - يعني الفلوس- أشتري بها عنبا؟ قالت: لا، فأقبلت عليه فقالت: أنت أمير المؤمنين لا تقدر على درهم ولا نمية تشتري بها عنبا؟ قال: هذا أهون علينا من معالجة الأغلال غدا في نار جهنم " (حلية الأولياء :5/259)
Umar bin Abdul Aziz masuk rumah menemui istrinya dan bertanya; wahai Fatimah, apakah kamu punya uang untuk beli anggur?. Istrinya menjawab: tidak punya. Tanya lagi; apakah punya sisa uang sedikit pun? Istrinya menjawab: tidak. Kamu ini khalifah kok tidak punya uang untuk sekedar beli makanan?! Umar menjawab: hal ini lebih ringan bagiku daripada aku mengambil (korupsi) yang bakal aku rasakan (balasannya) kelak di nereka jahanam.
Jenis dan tingkatan Wara’
Imam Ar-Raaghib Al-Ashfahani membagi sikap wara’ dalam tiga tingkatan:
1. WAJIB, yaitu menjauhi larangan Allah dan ini wajib untuk semua orang.
2. SUNNAH, yaitu berhenti pada perkara syubuhat. Ini untuk orang yang pertengahan
3. FADHILAH (keutamaan), yaitu menahan diri dari banyak perkara yang mubah- mubah dan mencukupkan dengan mengambil sedikit darinya untuk sekedar memenuhi kebutuhan primernya saja. Ini untuk para nabi, shiddiqin, syuhada dan sholihin. (lihat kitab Adz-Dzari’ah Ila Makaarim al-Syari’at hal. 323).
*Faedah dan manfaat sikap wara’*
Sikap wara’ memiliki banyak sekali faedah, diantaranya adalah:
- Wara’ termasuk martabat tertinggi dari iman dan terutama dalam martabat ihsaan.
- Memberikan kepada seorang mukmin perasaan lega dan ketenangan jiwa.
Masyarakat yang memiliki sikap wara’ akan menjadi masyarakat yang baik dan bersih.
- Allah mencintai orang yang bersikap wara’ dan juga para makhlukpun demikian. Orang yang waro' dicintai manusia yang lain.
- Sikap wara’ bisa menjadi sebab dijabahnya do’a.
Semoga bermanfaat. Amiin.
Btg, 11-02-20
1
Suka
Komentari

Tidak ada komentar :

Posting Komentar