Abu Hasan

مجموعة الاسلامية على نهج سلف الأمة

Minggu, 29 Maret 2020

BERIMAN KEPADA TAQDIR, ALLAH KUASA

*BERIMAN KEPADA TAQDIR*
- Adalah rukun iman ke-6. Barangsiapa yang beriman dari rukun 1 s/d 5 namun tidak yang 6 maka tidak bermanfaat seluruh keimanannya sampai dia beriman secara keseluruhan.
اِنَّا كُلَّ شَيْءٍ خَلَقْنٰهُ بِقَدَرٍ
"Sungguh, Kami menciptakan segala sesuatu dengan Taqdir". (QS. Alqomar: 49)
إِنَّ اللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
"Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu". (QS AlBaqoroh: 148)
*ALLAH MAHA KUASA*
Kuasa-Nya tidak ada yang menghalangi. Jika dia berkehendak maka pasti terjadi. Dan apa saja yang Allah Ta’ala tidak kehendaki, pastilah tidak akan terealisasi !
Allah Ta’ala berfirman:
إِنَّمَا أَمْرُهُ إِذَا أَرَادَ شَيْئًا أَنْ يَقُولَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ
“Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: “Jadilah!” maka terjadilah ia.” (QS. Yasin: 82).
Maha *Kuasa untuk mengangkat suatu kaum* serta merendahkan sebagian yang lain. Ada orang SD saja tidak lulus, tapi punya bisnis percetakan, jualan ruko, dan hotel, yang karyawannya rata² sarjana.
Kuasa untuk *memperpanjang umur* manusia hingga ratusan tahun, kuasa pula memperpendek usia, lahir prematur sehari lalu mati.
Kuasa *menjadikan wanita subur* hingga anaknya 20. Kuasa pula menjadikan wanita kaya tapi mandul. Maha kuasa menentukan bayi yang terlahir itu laki² atau perempuan.
Maha kuasa untuk membalikkan keadaan orang kaya raya berubah menjadi miskin mendadak. Di pagi hari jaya, sorenya sengsara. Pagi hari transaksi di bank, deposit hartanya 10 miliyar, membeli mobil mewah, menambah jumlah rumah dan asset kekayaan. Namun di sore hari terjadi gempa dan tsunami. Semua hartanya ludes dalam hitungan detik.
Kuasa menjadikan di pagi hari seseorang dalam keadaan miskin namun sore hari mendadak kaya raya. Misalnya: seorang petani mencangkul kebun brang Etan menemukan harta karun guci berisi emas. Atau pun paginya melarat tak punya uang sepeser pun, sorenya menikah dengan suami/ istri yang kaya.
Kuasa menjadikan wanita yang sebenarnya rahimnya subur namun justru tidak bisa melahirkan, kuasa menjadikan wanita mandul kemudian hamil dan melahirkan. Sebagaimana istri nabi Zakariya, istri nabi Ibrohim mandul justru punya anak.
Maha Kuasa menyembuhkan orang buta, membutakan orang yang tadinya melihat. Contohnya; imam Bukhori kecilnya buta tidak bisa melihat namun atas Qudrat Allah bisa melihat kembali.
Kuasa-Nya menembus kemustahilan. Mustahil orang miskin pergi hajji, namun jika Allah berkehendak BISA. Dan sudah banyak BUKTInya. Mustahil seorang yang tenggelam di laut lebih dari 15 menit masih hidup. Tapi Allah kuasa atas segalanya. Allah masih memberikannya umur panjang. Malah menikah lagi dan punya anak lagi. Seseorang divonis dokter mati dalam hitungan hari, karena terkena kanker ganas. Ternyata masih bisa hidup bertahun².
Kuasa memberi petunjuk kepada orang yang kafir selama 200 tahun. Sebagaimana tukang² sihir Fir'aun, masuk Islam mengikuti Musa setelah kafir selama ratusan tahun. Sebaliknya menjadikan orang yang beriman, ahli ilmu, ahli ibadah menjadi kafir di akhir hayat. Sebagaimana kisah imam Barsheso.
Kuasa memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki, Kuasa pula menyesatkan siapa saja yang Dia kehendaki. Anak nabi Nuh yang tiap hari ratusan tahun mendengar ajakan Islam justru kafir. Istri nabi Nuh, istri nabi Luth, paman nabi, orang² munafik di zaman nabi seharusnya bisa beriman denngan kuat. Sebab tiap hari bersama nabi kok justru sesat.
Kuasa untuk menidurkan Ashabul Kahfi selama 309 tahun. Kuasa pula menjadikan seseorang dua bulan tidak bisa tidur. Kuasa membuat tidur nyenyak bapak² kuli proyek. Tidur ngorok di atas papan begesting. Juga petani yang terlelap setelah merebahkan badan di bawah pohon. Tukang becak tidur di atas becak sampai mimpi. Sementara banyak orang semalaman tidak bisa pejam mata di atas ranjang pegas.
Kuasa untuk membuat mudah apa yang tampak sulit.
Kuasa untuk mengadakan apa yang tidak ada sebelumnya.
Kuasa untuk menundukkan matahari, bulan, bintang, dan segala makhluk-Nya berjalan sebagaimana yang Dia kehendakai.
Kuasa untuk menghidupkan, mematikan dan membangkitkan nya kembali.
*MACAM² TAQDIR*
QODAR YAUMY (taqdir dalam sehari)
Seperti firman Allah dalam QS. Arrohman: ayat 29,
كُلَّ يَوْمٍ هُوَ فِي شَأْنٍ
"Tap hari Dia (Allah) dalam urusan"
Taqdir yang Allah tetapkan di hari itu terhadap seseorang, seperti; mendapatkan ampunan, memperoleh rahmat, dikabulkannya doa, terhindarkan dari marabahaya, jualan dapat laba, tersandung batu di hari itu, dan sebagainya pada setiap hari.
QODAR SYAHRY (taqdir bulanan)
Seperti pada bulan tersebut si fulan mendapatkan gaji, pada bulan Sya'ban, atau Ramadan, atau Syawal dapat bonus di bulan itu. Atau apa yang terjadi di bulan itu yang berbeda dari bulan sebelumnya seperti dapat order konsumen baru, pada bulan itu dia sakit, picnik bersama keluarga akhir bulan, dan sebagainya.
QODAR HAULIY (taqdir dalam setahun)
Seperti; Lailatul Qodar. Puasa Ramadan, Mudik silaturahim di hari raya. Karena tidak mungkin Lailatul Qodar tiap bulan, tidak mungkin Zakat maal tiap hari. Tidak mungkin pula naik gaji tiap hari. Contohnya lagi:
- dalam setahun itu seseorang naik pangkat jabatan atau kenaikan gaji.
- dalam tahun yang sama dikaruniai kelahiran anak.
- dalam tahun itu pula anaknya diterima di sekolah bagus d JGJKT.
- dalam tahun itu seseorang berhasil lulus ujian
- dalam tahun itu seseorang beli motor baru atau dapat rejeki baru.
- dalam tahun itu seseorang hamil atau melahirkan dengan sehat. Alhamdulillah.
- dalam tahun itu dia berkorban kambing di idul Adha.
- di tahun itu seorang anak naik kelas.
- dalam tahun itu seseorang ganti profesi/ ganti pekerjaan. Atau dipecat dari suatu instansi.
QODAR 'UMRY (taqdir dalam seumur)
Seperti: sunat / khitan. Sekali setahun. Masa' sunatan tiap bulan?? naik hajji. Sebab tak mungkin hajji tiap bulan. Menikah. Sebab mustahil nikah tiap bulan. Menikahkah anak. Karena mustahil menikahkan anak tiap pekan. Wisuda S1. Umrah. Beli rumah. Mustahil dilamar orang tiap jumat. Atau poligami.... he..he... Dan apa saja dalam seumur hidupnya.
Semoga segala takdir yang Allah berikan kepada kita adalah sebaik- baik taqdir. Amiin..yaa Robbal 'alamin.
TINGKATAN BERIMAN KEPADA QODAR:
1. Al-‘Ilm (ilmu).
2. Al-Kitaabah (pencatatan).
3. Al-Masyii-ah (kehendak).
4. Al-Khalq (penciptaan).
*Tingkatan Pertama: Al-‘Ilm (Ilmu).*
Yaitu, beriman bahwa Allah mengetahui segala sesuatu, baik yang kecil / yang besar, yang ghaib/ yang nyata, baik secara global maupun terperinci, azali (sejak dahulu) / pun abadi, baik hal itu berkaitan dengan perbuatan-perbuatan-Nya maupun perbuatan-perbuatan para hamba-Nya, sebab ilmu-Nya meliputi apa yang telah terjadi, yang akan terjadi, dan apa yang tidak terjadi yang seandainya terjadi, bagaimana terjadinya.
Dia mengetahui yang ada, yang tidak ada, yang mungkin, serta yang mustahil, dan tidak luput dari ilmu-Nya seberat dzarrah pun di langit maupun di bumi di bumi. Tiada satu lembar daun pun yang jatuh melainkan Dia mengetahui ilmunya. Tiada satu helai bulu, tiada satu butir buah yang jatuh melainkan Dia mengetahuinya.
Dia mengetahui semua ciptaan-Nya sebelum Dia menciptakan mereka. Dia mengetahui rizki, ajal, ucapan, perbuatan, maupun semua gerak dan diam mereka, juga siapakah yang akan jadi ahli Surga ataupun bakal penduduk Neraka.
Tingkatan ini -yaitu ilmu yang terdahulu- disepakati oleh para Rasul, sejak Rasul yang pertama hingga yang terakhir, disepakati juga oleh semua Sahabat, dan orang-orang yang mengikuti mereka dari umat ini. Tetapi “Majusi” umat ini menyelisihi mereka, yaitu Qadariyyah yang amat fanatik. [2]
Nabi bersabda:
مَا مِنْكُمْ مِنْ نَفْسٍ إِلاَّ وَقَدْ عُلِمَ مَنْزِلُهَا مِنَ الْجَنَّةِ وَالنَّارِ
“Tidak ada satu jiwa pun dari kalian melainkan telah diketahui tempat tinggalnya, baik di Surga maupun Neraka.” [4]
*Tingkatan Kedua: Al-Kitaabah (Penulisan).*
Yaitu, mengimani bahwa Allah telah mencatat apa yang telah diketahui-Nya dari ketentuan-ketentuan para makhluk hingga hari Kiamat dalam al-Lauhul Mahfuzh.
Para Sahabat, Tabi’in, dan seluruh Ahlus Sunnah wal Hadits sepakat bahwa segala yang terjadi hingga hari Kiamat telah dituliskan dalam Ummul Kitab, yang dinamakan juga al-Lauhul Mahfuzh, adz-Dzikr, al-Imaamum Mubiin, dan al-Kitaabul Mubiin, semuanya mempunyai makna yang sama. [5]
وَكُلَّ شَيْءٍ أَحْصَيْنَاهُ فِي إِمَامٍ مُبِينٍ
“…Dan segala sesuatu Kami telah.rinci dalam Kitab Induk yang nyata (Lauh Mahfuzh).” [Yasiin/36 : 12]
Nabi bersabda:
كَتَبَ اللهُ مَقَادِيْرَ الْخَلاَئِقِ، قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضَ، بِخَمْسِيْنَ أَلْفَ سَنَةٍ، قَالَ: وَعَرْشُهُ عَلَى الْمَاءِ
‘Allah mencatat seluruh takdir para makhluk 50.000 tahun sebelum Allah menciptakan langit dan bumi.’ Beliau bersabda, ‘Dan adalah ‘Arsy-Nya berada di atas air.’” [6]
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا ِمنْ نَفْسٍ مَنْفُوْسَةٍ، إِلاَّ وَقَدْ كَتَبَ اللهُ مَكَانَهَا مِنَ الْجَنَّةِ أَوِ النَّارِ، إِلاَّ وَقَدْ كُتِبَ شَقِيَّةٌ أَوْ سَعِيْدَةٌ
“Tidak ada satu jiwa pun yang bernafas melainkan Allah telah menentukan tempatnya, baik di Surga ataupun di Neraka, dan juga telah dituliskan celaka atau bahagia(nya).” [7]
*Ketiga Al-Masyi’ah (kehendak)* .
Artinya, bahwa segala sesuatu yang terjadi, atau tidak terjadi, di langit dan di bumi, adalah dengan kehendak Allah. Hal ini dinyatakan jelas dalam Al-Qur’an Al-Karim. Dan Allah telah menetapkan bahwa apa yang diperbuatNya adalah dengan kehendakNya, serta apa yang diperbuat para hambaNya juga dengan kehendakNya.
Firman Allah:
لِمَنْ شَاءَ مِنْكُمْ أَنْ يَسْتَقِيمَ ﴿٢٨﴾ وَمَا تَشَاءُونَ إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ
“(Yaitu) bagi siapa di antara kamu yang mau menempuh jalan yang lurus. Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan Semesta Alam” [At-Takwir/ 81: 28-29]
وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ مَا فَعَلُوهُ ۖ فَذَرْهُمْ وَمَا يَفْتَرُونَ
“Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya.” [Al-An’am/6 : 112]
وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ مَا اقْتَتَلُوا وَلَٰكِنَّ اللَّهَ يَفْعَلُ مَا يُرِيدُ
“Seandainya Allah menghendaki, tidaklah mereka berbunuh-bunuhan. Akan tetapi Allah berbuat apa yang dikehendakiNya.” [Al-Baqarah/2 : 253]
Dalam ayat-ayat tersebut Allah menjelaskan bahwa apa yang diperbuat manusia terjadi dengan kehendakNya.
Dan banyak pula ayat-ayat yang menunjukkan bahwa apa yang diperbuat Allah adalah dengan kehendakNya. Seperti firman Allah:
وَلَوْ شِئْنَا لَآتَيْنَا كُلَّ نَفْسٍ هُدَاهَا
“Dan kalau Kami menghendaki niscaya Kami akan berikan kepada tiap-tiap jiwa petunjuk (bagi)nya.” [As-Sajdah/32 : 13]
وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ لَجَعَلَ النَّاسَ أُمَّةً وَاحِدَةً
“Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu.” [Huud/ : 118]
Dan banyak lagi ayat-ayat yang menetapkan kehendak Allah dalam apa yang diperbuatNya.
Oleh karena itu, tidaklah sempurna keimanan seseorang kepada qadar (takdir) kecuali dengan mengimani bahwa kehendak Allah meliputi segala sesuatu. Tak ada yang terjadi atau tidak terjadi kecuali dengan kehendakNya. Tidak mungkin ada sesuatu yang terjadi di langit ataupun di bumi tanpa dengan kehendak Allah.
*Keempat- Al-Khalq (penciptaan).*
Yaitu, mengimani bahwa Allah Pencipta segala sesuatu. Apa yang ada di langit dan di bumi Penciptanya tiada lain adalah Allah. Sampai yang dikatakan “mati” (tidak hidup), itupun diciptakan oleh Allah. Firman Allah:
الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا
“Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya.” [Al-Mulk/67 : 2]
Jadi, segala sesuatu yang ada di langit ataupun di bumi PenciptaNya tiada lain adalah Allah Tabaraka wa Ta’ala.
Kita semua mengetahui dan meyakini bahwa apa yang terjadi dari perbuatan Allah adalah ciptaanNya. Seperti langit, bumi, gunung, sungai, matahari bulan, bintang, angin, manusia, dan hewan, kesemuanya adalah ciptaan Allah. Demikian pula apa yang terjadi untuk para makhluk ini, seperti: sifat, perubahan dan keadaan, itupun ciptaan Allah.
Akan tetapi mungkin saja ada orang yang sulit memahami, bagaimana dapat dikatakan bahwa perbuatan dan perkataan yang kita lakukan dengan kehendak kita ini adalah ciptaan Allah?
Jawabnya : Ya memang demikian. Sebab perbuatan dan perkataan kita ini timbul karena adanya 2 faktor, yaitu kehendak dan kemampuan. Apabila perbuatan manusia timbul karena kehendak dan kemampuannya, maka perlu diketahui bahwa yang menciptakan kehendak dan kemampuan manusia adalah Allah. Dan Siapa yang menciptakan sebab, Dialah yang menciptakan akibatnya.
Jadi, sebagai argumentasi bahwa Allah-lah yang menciptakan perbuatan manusia, yaitu bahwa apa yang diperbuat manusia itu timbul karena 2 faktor, yaitu kehendak dan kemampuan. Andaikata tidak ada kehendak dan kemampuan, tentu manusia tidak akan berbuat. Karena andaikata dia menghendaki, tetapi tidak mampu, tidak akan ia perbuat. Begitu pula andaikata dia mampu, tetapi tidak menghendaki, tidak akan terjadi perbuatan itu. Jika perbuatan manusia itu terjadi karena adanya kehendak yang mantap dan kemampuan sempurna, sedangkan kehendak dan kemampuan tadi pada diri manusia adalah Allah, maka dengan cara ini dapat kita katakana bahwa Allah-lah yang menciptakan perbuatan manusia.
Akan tetapi, pada hakikatnya manusia yang berbuat. Manusialah yang bersuci, yang melakukan shalat, yang menunaikan zakat, yang berpuasa, yang melaksanakan ibadah haji dan umrah, yang berbuat kemaksiatan, yang berbuatan ketaatan; hanya saja semua perbuatan ini ada dan terjadi dengan kehendak dan kemampuan yang diciptakan oleh Allah. Dan alhamdulillah hal ini sudah cukup jelas.
Keempat tingkatan yang disebutkan tadi wajib kita tetapkan untuk Allah. Dan hal ini tidak bertentangan apabila kita katakan bahwa manusia sebagai yang berbuata atau pelaku perbuatan.
Seperti halnya kita katakan: “Api membakar.” Padahal yang menjadikannya dapat membakar tentu saja Allah. Api tidak dapat membakar dengan sendirinya, sebab seandainya api dapat membakar dengan sendirinya, tentu ketika Nabi Ibrahim ‘alaihissalam dilemparkan ke dalam api akan terbakar hangus. Akan tetapi, ternyata beliau tidak mengalami cedera sedikitpun, karena Allah telah berfirman kepada api itu:
يَا نَارُ كُونِي بَرْدًا وَسَلَامًا عَلَىٰ إِبْرَاهِيمَ
“Hai api, jadilah dingin dan keselamatan bagi Ibrahim.” [Al-Anbiya’/21 : 69]
Sehingga Nabi Ibrahim ‘alaihissalam tidak terbakar, bahkan tetap dalam keadaan sehat wal ‘afiat.
Jadi, api tidak dapat membakar dengan sendirinya, tetapi Allah-lah yang menjadikannya mempunyai kekuatan untuk membakar. Kekuatan api untuk membakar adalah sama dengan kehendak dan kemampuan dalam diri manusia untuk berbuat, tidak ada perbedaannya. Hanya saja, karena manusia mempunyai kehendak, perasaan, pilihan dan tindakan, maka secara hukum dan sebenarnya manusia dinyatakan sebagai yang berbuat. Dia akan mendapat balasan sesuai dengan apa yang diperbuatnya, karena dia berbuat menurut kehendak dan kemauannya sendiri.
Penutup.
Sebagai penutup, kami katakan bahwa seorang mukmin harus ridha kepada Allah sebagai Tuhannya, dan termasuk kesempurnaan ridhanya, yaitu mengimani bahwa dalam masalah ini tidak ada perbedaan antara amal yang dikerjakan manusia, rizki yang dia usahakan, dan ajal yang dia khawatirkan. Kesemuanya adalah sama, sudah tertulis dan ditentukan. Dan setiap manusia dimudahkan menurut takdir yang ditentukan baginya. Semoga Allah menjadikan kita termasuk mereka yang dimudahkan untuk berbuat seperti orang-orang mendapat kebahagiaan dan melimpahkan kepada kita kebaikan dunia dan akhirat.
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, semoga shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan kepada Nabi kita Muhammad, kepada keluarga dan seluruh shahabatnya.
Semoga bermanfaat. Amiin.
Jogjakarta ICBB, 23 Dec 2019.
_______
Footnote
[2]. Lihat, Syifaa-ul ‘Aliil, hal. 61.
[4]. HR. Muslim dalam al-Qadr, (no. 2647).
[5]. Syifaa-ul ‘Aliil, hal. 89
[6]. HR. Muslim, (VIII/51).
[7]. HR. Al-Bukhari dalam at-Tafsiir, (VI/84)
.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar